Ada Kemelut Apa di Partai Demokrat?

13 June 2012 | 11:09 pm | Dilihat : 1099

Dari pemberitaan di media, khususnya setelah merebaknya kasus M Nazaruddin yang ditangkap KPK karena kasus korupsi, secara perlahan tetapi pasti, citra Partai Demokrat terus merosot. Berita negatif terus digulirkan media, dimana tanpa adanya kepemilikan serta dukungan media, partai penguasa ini terus menjadi bulan-bulanan pemberitaan. Dalam ilmu intelijen, penjatuhan citra dapat dilakukan dengan ilmu conditioning, publik sebagai target terus disodori fakta dan data serta beberapa bukti yang dianggap sebagai sebuah pembenaran bahwa Demokrat memang partai yang tidak baik, korup dan tidak pantas untuk dipilih. Dalam kurun waktu hampir tiga tahun pengaruhnya diperkirakan sudah melebihi 50 persen.

Nah, Pak SBY sebagai sosok panutan dan pemegang kekuasaan dalam kedudukannya selaku Ketua Dewan Pembina, rupanya tidak tahan menilai mulai runtuhnya citra, wibawa serta kepercayaan publik terhadap Partai Demokrat. Dalam mengantisipasi kondisi yang dianggap sangat membahayakan eksistensi parpol besutannya itu, pada Selasa (12/6) malam telah mengadakan pertemuan hanya dengan seluruh pimpinan DPD Partai Demokrat se Indonesia.

Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat Marzuki Alie menjelaskan, SBY memang sengaja tidak mengundang jajaran Dewan Pembina dan pengurus DPP, termasuk Anas. Menurut Marzuki agar para pimpinan DPD lebih berani dan terbuka berbicara, khususnya tentang kondisi partai mereka. Dalam silaturahmi tersebut, SBY meminta ketua-ketua DPD Demokrat Provinsi itu memaparkan situasi di daerah masing-masing, terutama yang berkaitan dengan Partai Demokrat. Pertemuan lebih kepada konsolidasi internal.

Pertemuan di Cikeas tersebut ditindak lanjuti dengan pertemuan bersama antara  pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di Hotel Sahid Jakarta. Pertemuan yang dinamakan "Forum Pendiri Partai Demokrat" tersebut akan dipimpin oleh Pak SBY selaku Ketua Dewan Pembina. Dalam sambutannya, yang terpenting adalah instruksi SBY agar masing-masing kader termasuk dirinya membuat pakta integritas, terkait dengan soal kejujuran dan kebersihan dalam menjalankan tugas atau memegang amanah.

Intinya, SBY sudah demikian geram dengan berita serta isu korupsi yang menerpa beberapa kadernya, bahkan termasuk sang ketua umum Anas serta Menpora Andi Malarangeng. Memang beberapa kadernya telah dipanggil KPK dalam status sebagai saksi. Namun karena digempur dengan pemberitaan media, publik menyimpulkan lebih terlibat dibandingkan bersih.

Dalam dua survei yang terakhir (Juni 2012), terlihat gejala keruntuhan dominasi Partai Demokrat yang jelas mencemaskan SBY. Dalam survei yang dirilis Soegeng Sarjadi Syndicate pada Rabu (6/6), menyebutkan, Golkar diurutan pertama dengan 23 persen, PDI Perjuangan berada di urutan kedua (19,6 persen), disusul Partai Demokrat (10,7 persen), Partai Gerindra (10,5 persen), PKS (6,9 persen), Partai NasDem (4,8 persen), PPP (3 persen), Hanura (2,7 persen), PAN (2,2 persen), PKB (2 persen), dan lainnya 0,6 persen.

Sementara survei internal PDIP  menunjukkan bahwa Partai Golkar tetap unggul  di urutan pertama dengan 15,8 persen,  PDIP dengan 13,9 persen. Di tempat ketiga Gerindra  9,9 persen, dan Partai Demokrat dengan 6,8 persen di posisi keempat. Kemudian untuk pertanyaan seandainya pemilu legislatif dilaksanakan hari ini dan ada 10 parpol, parpol apa yang akan anda pilih untuk DPR RI? Hasilnya, Partai Golkar 16,8 persen, PDIP dengan 13,7 persen,  Gerindra 9,8 persen, dan Partai Demokrat di posisi keempat dengan 7 persen.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Ali menyatakan,  merosotnya suara Demokrat di sejumlah hasil survei, diakuinya karena sejumlah kasus korupsi yang melibatkan kader Partai Demokrat. "Berita media itu sangat berpengaruh. Cuma harapannya kasus ini segera selesai. Kalau tidak selesai-selesai ya habis Demokrat," tegasnya.

Nah, dengan beberapa perkembangan informasi diatas, memang kondisi Partai Demokrat telah membuat geram Pak SBY. Dalam pertemuan di Sahid, SBY nampak agak emosional dalam menyampaikan ketegasan sikapnya, meminta kader Demokrat yang tidak baik dan jujur untuk mundur. Bahkan karena demikian geramnya, SBY sampai salah ucap, yang seharusnya "pemberantasan korupsi", dikatakannya "pemberantasan hukum."

Lantas bagaimana sebenarnya posisi antara SBY dengan Anas? Anas sebagai Ketua Umum nampaknya dinilainya tidak bisa meredam kisruh pemberitaan negatif, dan kita faham sulit bagi Anas menyelesaikan kemelut kasus korupsi yang membelit partai yang dipimpinnya, karena namanya terus disebut oleh mantan bendahara partai Nazaruddin. Dilain sisi SBY apabila akan menyelesaikan berita negatif, mau tidak mau harus mengganti Anas. Tetapi nampaknya Anas sudah lebih menancapkan akarnya ke grass root dan pengurus daerah dan wilayah. Istilahnya anak macan yang sudah mulai besar dan berkuku, walaupun belum menjadi acan seutuhnya.

Yang paling berbahaya di Demokrat adalah apabila terjadi semacam coup de tat internal. Dilakukannya mosi tidak percaya terhadap SBY. Apakah mungkin? mungkin saja ini terjadi, di ranah politik hal yang biasa terjadi, perlawanan kader muda terhadap yang tua. Sejarah menulis bahwa Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Suro saja dapat dilumpuhkan oleh Cak Imin sang keponakan yang menjadi Ketua Umum PKB . Parpol secara hukum kekuatannya yang diakui negara adalah Ketua Umum dan Sekjen. PKB yang dibangun oleh Gus Dur di coup dan diambil alih oleh Ketua Umum, Gus Dur dilumpuhkan oleh hukum yang berlaku. Karena itu para petinggi Demokrat sebaiknya lebih hati-hati dan waspada terhadap kemungkinan pecahnya partai ini.

Suatu hal yang perlu diingat oleh kelompok pendukung Anas, bahwa posisi SBY berbeda dengan Gus Dur saat terjadi kemelut PKB dulu itu. SBY masih menjabat sebagai presiden, yang lengkap dengan kekuasaan dan perangkat kerasnya. Apabila Anas sedikit saja berpaling muka, dia akan dengan mudah dihabisi. Hanya SBY kini sebagai pimpinan nasional yang memang harus bijak. Ini yang difahami Anas. SBY memegang azas sebagai seorang demokrat sejati.

Walau apapun resikonya, kondisi buruk nama partai Demokrat tidak bisa dibiarkan saja, penulis setuju dengan pernyataan 'smart' Marzuki Ali, kalau kasus yang kini membelit Partai Demokrat tidak selesai-selesai, maka partai Demokrat akan habis. Buktinya, kini dalam survei, posisi Partai Demokrat sudah berada diantara urutan ketiga dan bahkan keempat. Waktu pemilu sekitar dua tahun lagi, penulis sebagai blogger independen agak khawatir, karena dalam kurun waktu sekitar tiga tahun, elektabilitas PD sudah anjlok 50 persen lebih.

Parliamentary threshold 3,5 persen, elektabilitas Demokrat menurut PDIP hanya sekitar 7 persen. Itulah kondisi partai besar yang tersandera kasus kadernya sendiri tanpa mampu melakukan langkah tegas, cerdas dan berani. Kondisi ini apabila dibiarkan akan menjadikannya  sebagai partai gurem, paling tidak partai papan bawah. Mungkinkah? Ya mungkin saja, tanpa meng-underestimate, faktanya menunjukkan trend seperti itu.

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi gambar : cybernews.net.cbn

 

 

 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.