Jokowi Mulai Diganggu?
6 May 2012 | 6:24 am | Dilihat : 1088
Kemarin malam penulis diundang oleh TV One menghadiri diskusi Apa Kabar Indonesia malam di Gedung Episentrum Kuningan. Pembahasan seputar semakin maraknya konflik dan kekerasan yang terjadi di kalangan masyarakat dan semakin mengkhawatirkan. Bersama penulis juga hadir Kombes Pol Boy Rafli, Kabag Penum Mabes Polri dan Prof. Thamrin Amal Tomagola, guru besar sosiologi Universitas Indonesia.
Tema kekerasan dibahas dengan mengulas terutama pembakaran kantor Kabupaten Mesuji dan kasus kekerasan di Solo. Selain itu juga sedikit dibahas kerusuhan di acara peluncuran buku berjudul Allah, Liberty and Love karya Irshad Manji di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat malam (4/5). Buku yang didiskusikan ditulis oleh Irshad Manji, dikenal sebagai tokoh feminis Islam asal Kanada yang membahas masalah gay dan lesbian. Polisi membubarkan dengan alasan mengamankan karena diluar tempat terdapat massa sebuah ormas yang merasa terganggu.
Nah, kali ini penulis mencoba membahas soal kerusuhan di Solo. Apakah sebuah kerusuhan murni keributan antara sebuah ormas dengan masyarakat atau ada tujuan lain dibelakangnya. Saat jeda tayang, penulis berdiskusi dengan Prof Thamrin dan beliau mengatakan bahwa keributan untuk mengganggu keberadaan Jokowi sebagai calon DKI-1 yang semakin 'moncer.'
Penulis menjadi teringat saat mengikuti proses awal pencalonan sebagai Gubernur DKI, beberapa teman mengatakan bahwa setiap calon harus siap untuk menghadapi upaya black campaign serta pembongkaran masalah pribadi. Keburukan tiap calon akan muncul atau dimunculkan oleh lawan politik untuk menjatuhkan saingan. Benarkah itu, dalam politik merupakan hal yang biasa, dimanapun itu. Karena itu kini semua calon harus bersiap diri menjelang masa kampanye.
Kembali ke Solo, konflik terjadi Jumat (4/5) siang antara ribuan warga Solo dengan sebuah ormas, dua warga mengalami luka-luka terkena sabetan pedang. Konflik yang pada awalnya terjadi di Gandekan, Jebres Solo itu sebenarnya terjadi sejak Kamis, dimana penduduk didatangi ratusan orang bersenjata tajam dan pentungan. Terjadi lempar batu, dan pelemparan bom molotov. Keributan ulang pada Jumat, seusai shalat, ribuan orang berpita putih menyisir, melakukan sweeping di Kampung Sewu dan Gandekan.
Walikota Solo Jokowi Jumat langsung terbang ke Solo dan menenangkan dua pihak yang bentrok. Dia mendatangi tokoh-tokoh kedua belah pihak, dan mengatakan tidak berprasangka buruk dan mengkait-kaitkan dengan pencalonannya di Pilkada DKI Jakarta. Keadaan terkendali dan Jokowi akan tetap melanjutkan pencalonannya.
Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah, Tjahjo Kumolo, mengatakan, konflik antarkelompok massa di Kota Solo bersifat laten yang selalu terjadi kapan pun. "Konflik di Kota Solo antara kelompok masyarakat merupakan peristiwa laten bersumbu pendek sejak zaman orde baru," katanya. Bersamaan dengan peristiwa itu, katanya, muncul selebaran di Jakarta yang mendiskreditkan Wali Kota Surakarta Joko Widodo. Selebaran itu mengaitkan konflik di Solo dengan keikutsertaan Jokowi dalam pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah DKI Jakarta.
Menurut Kombes Boy Rafli saat talk show malam tadi, keadaan di Solo sudah kondusif dan terkendali. Nah, percikan konflik yang kini menjadi bagian terfavorit bagi masyarakat akankah terus dibiarkan dan berlanjut. Penulis menyampaikan bahwa masalah konflik bukan menjadi tanggung jawab polisi semata, persoalannya ada di masyarakat yang tidak mendapat pendidikan politik yang benar. Apabila konflik tidak diselesaikan, maka akan timbul orang-orang yang siap mengobarkan perang dan mau melakukan tindakan teror.
Apakah konflik Solo akan menjadi gaya penjatuhan citra dan terkait dengan Pilkada DKI? Itulah masalah masing-masing calon yang harus lebih waspada. Apakah keributan yang terjadi karena salah faham situasional di Solo kemudian dimanfaatkan menyerang Jokowi? Indikasi yang disampaikan Tjahyo Kumolo dan Prof Thamrin tentang keterkaitan Solo dan Jakarta nampaknya perlu mendapat perhatian calon yang berasal dari luar Jakarta.
Jadi kesimpulan politik itu kotor, nampaknya benar juga. Semua dimasukkan ke ranah politik, yang menurut Presiden SBY, lawan politik kini melakukan provokasi dan agitasi dalam melakukan penyerangan. Jokowi harus siap kemungkinan diserang kembali, karena semakin hari popularitasnya bersama Ahok semakin bersinar, hanya kalah dari incumbent. Menurut beberapa survei mampu mengungguli calon-calon lainnya yang lebih senior. Mari kita lihat, apakah kembali akan terjadi keributan serupa terkait dengan proses pilkada di DKI?.
Kita mesti waspada, karena DKI adalah barometer stabilitas Indonesia yang harus kita jaga bersama. Rakyat jangan dirangsang dengan stimulus khusus, karena kondisinya sudah banyak yang berani dan nekat, mudah di provokasi. Prayitno Ramelan (www.ramalanintelijen.net )