Mega mau jadi King atau Play Maker?

20 April 2012 | 10:20 am | Dilihat : 460

Tadi malam penulis bertemu dengan seorang teman, wartawan senior yang selama ini penulis selalu ikuti pendapatnya yang cerdas dan realistis. Setelah ngobrol kekanan dan kekiri, sampailah inti pembicaraan ke topik paling menarik, siapa calon pemimpin nasional masa depan yang terkuat? Kesimpulan  kami berdua sama, Megawati berada diperingkat pertama. Diskusi tidak meluas ke calon terkuat lainnya, seperti yang penulis tuliskan beberapa waktu lalu, misalnya peluang Aburizal Bakrie atau Prabowo misalnya.

Kami berdua berdiskusi singkat dengan dasar keilmuwan yang mirip dan saling memperkuat. Dari sisi jurnalistik dan dari sisi intelijen. Sisi jurnalistik yang teman penulis sampaikan itu berdasarkan sebuah kesimpulan hasil pengamatan serta informasi hasil pembicaraan dengan subyek yang aktual. Sementara penulis menyampaikan sisi intelijen, yaitu berdasarkan fakta-fakta (pulbaket) masa lalu dan masa kini yang dikumpulkan. Topik menarik diskusi singkat yaitu membahas bagaimana kira-kira keputusan Mega (Megawati) dalam percaturan pilpres 2014 nanti.

Menurut teman penulis tadi, Mega kini sedang berada pada sebuah persimpangan jalan untuk mengambil keputusan, mau jadi play maker atau mau jadi king maker? Apabila menjadi play maker, Mega akan kembali terjun dalam arena persaingan pilpres. Dari beberapa hasil survei terlihat bahwa nama Mega menjadi alternatif terkuat untuk menggantikan era kepemimpinan SBY pada 2014.

Hasil survei Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS), yang dilakukan secara nasional di 23 provinsi pada tgl 16-24 januari 2012, Megawati merupakan figur yang paling dikenal (populer) di masyarakat dibandingkan tokoh politik lainnya. Mega di apresiasi responden 91,6 persen suara, Jusuf Kalla, 84,6 persen, Wiranto, 73,9 persen dan Prabowo Subianto 65,9 persen. Bila pemilihan presiden diadakan hari ini, Megawati akan mendapat dukungan  10 persen pemilih, Prabowo, 6,7 persen, Aburizal Bakrie mendapat 5,2 persen.

Hasil survey LSI yang dilaksanakan pada  1-12 Februari 2012, suara tertinggi Megawati dengan 22,2 persen suara, Prabowo Subianto 16,8 persen, Aburizal Bakrie, 10,9 persen, Wiranto 10,9 persen, dan Hatta Rajasa 5,4 persen.  PDIP mendapat apresiasi 13,6% dibawah Golkar  yang mendapat 17,7%, sementara Partai Demokrat berada di posisi ketiga,13,4%.

Dari survei bulan April 2014 yang dilakukan oleh Partai Golkar, Mega mendapat dukungan 18 persen, Prabowo 17 persen dan Aburizal Bakrie 16 persen. Dari ketiga hasil survei tersebut, mulai terlihat baik popularitas maupun elektabilitas Megawati terus mengungguli kemungkinan capres lainnya.

Bagaimana sikap Mega?. Mega mulai mempertimbangkan pencalonannya sebagai presiden pada Pemilu 2014. "Kalau banyak permintaan dari masyarakat, saya tentu akan berpikir lagi untuk maju, meskipun pernah dua kali kalah," katanya di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Minggu (15/4/2012). Mega  optimis bakal menang pada 2014. "Dalam safari di daerah-daerah, kami masih banyak mendapatkan dukungan," katanya saat berkampanye untuk pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana-Nyoman Sutjidra.

Dari pelbagai survei yang ada, peluang Mega semakin hari menjadi semakin besar untuk menang. Hanya mungkin untuk memenuhi syarat minimal bagi parpol untuk mengajukan capres, PDIP dengan kondisi yang di persepsikan survei tetap membutuhkan parpol lain untuk membangun koalisi. Mega bisa memilih beberapa parpol dan tokoh yang bisa melengkapi kebutuhan persyaratan sesuai UU Pemilu, disamping mengambil cawapresnya yang cukup berpengalaman, mempunyai elektabilitas dan mempunyai dukungan suara yang cukup.

Menurut penulis, cawapres yang paling tepat dan aman adalah Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa.  PAN pada pemilu 2004 meraih dukungan 7.303.324 suara (6,44%). Pada pemilu 2009 mendapat dukungan 6.254.580 suara (6,01%). Perolehan suara yang cukup baik  dari PAN akan sangat mendukung PDIP. Sementara kedudukan Hatta sebagai Ketua Umum PAN cukup kuat, dan namanya sudah muncul dalam tataran kepemimpinan nasional, mendapat dukungan persepsi publik diatas 5 persen.

Nilai positif dari Hatta Rajasa adalah pengalamannya yang cukup panjang dalam kabinet, dimana Hatta pernah menjabat sebagai Menristek, Menhub, Mensekkab, dan kini Menko Perekonomian. Posisi Mega apabila menang dan menjadi presiden akan sangat terdukung oleh tokoh ini. Selain itu,  faktor positif sebagai besan SBY dapat diperkirakan akan sangat memungkinkan diberikannya dukungan dibelakang layar kepada Hatta oleh SBY. Suatu hal yang biasa dalam berpolitik apabila kita berbicara soal kepentingan.

Nah, bagaimana penilaian teman penulis itu? Posisi "king maker" akan bisa sangat menggoda pemikiran Mega, dimana dalam posisinya kini, kenikmatan sebagai penentu berbagai masalah sebagai oposisi dapat menggodanya pada 2014 nanti, saat posisinya sangat kuat. Mega bisa memutuskan tidak maju sebagai capres, tetapi akan mendukung seorang tokoh, yang jelas dengan perjanjian koalisi yang jelas dan tegas. Secara bergurau teman penulis mengatakan, perjanjian disyahkan oleh notaris. Seorang king maker tidaklah harus tampil vulgar, tetapi dialah sesungguhnya si penguasa.

Apakah posisi tersebut yang akan dipilihnya? Entahlah, hanya Mega seorang yang tahu, karena dia yang akan memutuskan. Masalah utamanya, belum tentu juga tokoh yang didukungnya kemudian menang dalam persaingan. Kemungkinan lawan utama tokoh yang didukungnya  adalah Aburizal Bakrie dan Prabowo. Aburizal yang didukung mesin partai yang kuat akan menjadi semakin berbahaya sebagai pesaing. Sementara Prabowo sebagai tokoh politik dan pemimpin yang agak dimimpikan oleh rakyat yang sudah jenuh dengan kondisi masa kini, bukan tidak mungkin akan diusung oleh koalisi beberapa parpol, dan  bisa menjadi kuda hitam yang berpeluang menang.

Dari internal PDIP, hingga kini belum satupun tokoh yang sangat menonjol. Belum satupun yang mampu mengimbangi Mega baik populariatas ataupun citranya sebagai patron. Melihat keinginan suaminya, Taufik Kiemas untuk mendorong Puan, menurut teman penulis berat, baru sekelas menteri saja nanti pada 2014. Apakah Mega akan mendukung Prabowo? Nampaknya akan banyak kendala di internal, walaupun bukan tidak mungkin. Jadi, kalau begitu, hingga kini   belum ada tokoh yang layak dan tepat untuk dia jadikan pimpinan nasional sesuai dengan kepentingannya.  Masih panjang jalan Mega untuk menjadi seorang king maker kalupun itu pilihannya. Sebaiknya memang Mega harus sangat berhati-hati benar dalam pengambilan keputusan ini.

Kesimpulannya, menurut penulis Mega di usia senjanya lebih baik tetap sebagai play maker, mengabdikan diri kepada negara, menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya, menjaga Pancasila dan NKRI seperti yang selalu dikatakannya. Namanya akan dikenang dan didoakan seluruh rakyat Indonesia sebagai putra sang Fajar, yang Insya Allah akan menjadikan Indonesia sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia, menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto rahardjo.

Sebagai penutup, apabila Mega mengambil Hatta Rajasa sebagai wakil, maka akan tertulis tiga nama yang tidak ragu-ragu akan dipilih rakyat pada 2014 nanti, Megawati-Soekarno-Hatta. Itulah kaitan nama yang tidak asing bukan? Atau apakah memang takdirnya seperti itu? Prayitno Ramelan ( www.ramalanintelijen.net )

 

 

 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.