Masihkah Prayitno Ramelan Punya Peluang Lolos Sebagai Calon Gubernur DKI?
17 February 2012 | 6:03 pm | Dilihat : 767
Perjalanan menuju ke DKI-1 untuk pasangan Pray Ramelan-Teddy Suratmadji mendapat hambatan, karena ada pendirian yang demikian kukuh dari para pejabat KPUD DKI Jakarta. Masalah dukungan yang dibuktikan dengan copy KTP serta tanda tangan penduduk DKI sejumlah 450,000 buah, kini hanya dinilai sebagai seonggok kertas belaka. Ada yang dilupakan, bahwa dibelakang itu terdapat enam ratus ribu hak politik rakyat Jakarta yang dikebiri mereka hanya bersikukuh dengan aturan yang mereka pegang mirip kitab suci.
Nah, setelah Pray dan Akang Teddy menyampaikan keberatan dengan menemui Ketua KPU, keberadaan dan nasib copy KTP dan bukti dukungan yang dikirimkan ke KPUD masih terbengkalai di halaman parkir di Jalan Budi Kemulyaan. Kini salah seorang relawan RamelanTeddy menulis sebuah artikel di Kompasiana.com. Penulis mengopy paste dengan meminta ijin yang bersangkutan, agar publik mengerti dan faham, memang di negara ini kesombongan dan dengan bersembunyi di balik aturan yang mereka buat tanpa disadari telah melukai demikian banyak konstituen. Semoga Allah membukakan hati mereka-mereka pemegang kekuasaan itu. Inilah tulisan anak muda Abdul Hakim, selamat membaca.
Jakarta, 17 Februari 2012. "Masihkah Prayitno Ramelan punya Peluang Lolos Sebagai Calon Gubernur DKI?"
oleh : Abdul Hakim.
Menjadi bakal calon Gubernur independen di DKI Jakarta bukanlah perkara mudah. Meski Undang-undang mengenai pilkada telah mengatur bahwa calon kepala daerah independen dapat turut berpartisipasi dalam pertarungan menuju kursi pemimpin daerah, dalam praktiknya tak semudah membalik telapak tangan. Permasalahan mendasar yang mengemuka di awal pencalonan adalah soal administrasi pendaftaran, yang dianggap berat dan merugikan beberapa calon independen.
Prayitno Ramelan dan Teddy Suriatmadja, adalah salah satu bakal calon Gubernur DKI jalur independen yang merasakan sendiri beratnya sistem administrasi ini.
Saya ingin menceritakan pengalaman saat menjadi tim relawan Abang Ramelan dan Akang Teddy dalam proses administrasi bakal calon gubernur independen di DKI Jakarta. Saya merasakan sendiri bagaimana tingkat kompleksitas dan kesulitan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan oleh KPUD sangat memberatkan para bakal calon gubernur-wakil gubernur independen untuk bisa melewati tahapan tersebut.
Untuk bisa lolos sebagai calon Gubernur dari jalur independen, KPUD mensyaratkan para bakal calon gubernur untuk mengumpulkan dukungan suara sejumlah 4 % dari total seluruh penduduk DKI Jakarta. Dengan demikian, para calon harus mengumpulkan sekitar 407.340 dukungan dari penduduk Jakarta yang keseluruhannya berjumlah 10.183.498 jiwa.
Namun dukungan suara masyarakat itu tentu saja bukan hanya merupakan suara semata. Suara dukungan harus didukung berkas-berkas berupa satu set lembar dukungan yang dilengkapi KTP, identitas pendukung, tanda tangan pendukung dan paraf bakal calon gubernur. Berkas dukungan ini kemudian harus dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yang peruntukannya adalah KPUD, KPPS dan arsip bagi bakal calon gubernur itu sendiri.
Dan kompleksitas dari bentuk berkas dukungan ini belum berhenti sampai di situ. Seluruh berkas dukungan dari masyarakat yang masuk kepada bakal calon gubernur tersebut harus direkapitulasi dalam softcopy berupa data excel dan dituangkan dalam bentuk CD sebanyak jumlah kelurahan yang ada di DKI Jakarta.
Kita bisa membayangkan betapa kompleksnya proses administrasi melengkapi dokumen tersebut. Apalagi para calon independen ini bukanlah calon yang digerakkan oleh mesin partai, yang umumnya telah memiliki administrasi yang lebih baik.
Secara logika, syarat berkas dukungan suara ini sangat sulit untuk dipenuhi dalam waktu yang singkat. Saya pernah mencoba menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan berkas dukungan suara sebanyak minimal 407.340 dan rangkap 3. Memang nyaris tidak mungkin. Namun tentu bukan sesuatu yang tidak mungkin. Nothing is impossible.
Akhirnya saya bersama-sama dengan ratusan relawan di masing-masing kecamatan yang tersebar di seluruh DKI Jakarta berusaha untuk memenuhi persyaratan dari KPUD. Dukungan yang diterima mengalir secara individual maupun kolektif seperti dukungan dari Perguruan Pencak Silat ASAD, Sentra Komunikasi (SENKOM), Warga Betawi Kemayoran, Keluarga Besar Purn TNI-AU, Istri-istri TNI-AU, Kelompok Betawi Cakung, Kelompok Betawi dan Sunda di Tanjung Priok, teman-teman dunia maya, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang beranggotakan 380.000, dan lainnya dimana setelah dikumpulkan berjumlah sekitar 629.000, ini merupakan kekuatan pendukung yang sangat besar bagi calon independen, seluruh rangkaian proses penggalangan dukungan dilakukan secara tertib administrasi sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh KPUD mulai dari pengumpulan KTP, pengisian form dukungan suara dari masyarakat yang dibuat rangkap 3 (tiga), hingga entry data dukungan suara ke dalam softcopy excel.
Saya coba menghitung data dan waktu yang dibutuhkan. Jumlah foto copy KTP adalah sebanyak 407.340 x 2 : 6 = 135.780 lembar (asumsi 1 lembar kertas A4 bisa menjadi 6 copy KTP). Untuk kertas form dukungan dibutuhkan sedikitnya 407.340 x 3 : 5 = 244.404 lembar (1 lembar kertas A4 bisa diisi maksimal 5 nama pendukung). Berarti jumlah minimal kertas yang dibutuhkan adalah 380.184 lembar atau 760 rim. Jumlah yang cukup besar!
Meski berat, kami bersyukur karena dalam waktu yang minim, para relawan Bang Ramelan dan Kang Teddy berhasil mengumpulkan dukungan suara jauh melebihi jumlah minimal yang disyaratkan oleh KPUD. Hal yang paling penting adalah bahwa berkas dukungan suara tersebut telah dikumpulkan secara tertib administrasi sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh KPUD.
Pada hari Minggu tanggal 12 Februari 2012, secara simbolis pada pukul 11 pagi pasangan Ramelan-Teddy menyerahkan surat dukungan dan disc/hard disk kepada panitia penghitungan suara KPUD DKI Jakarta setelah itu saya bersama seluruh relawan mengirimkan 450.000 berkas dukungan suara dari 620.000 suara dukungan yang diterima secara bergelombang kepada KPUD dan telah diterima secara bertahap. Tepat pada pukul 11 malam, seluruh berkas dukungan suara telah terkirim dari posko Ramelan-Teddy menuju tempat perhitungan suara dilaksanakan yaitu Perpustakaan Nasional, dikarenakan situasi pada malam itu yang turun hujan lebat dan banyaknya massa pendukung calon lain telah memblokir jalan menuju lokasi perhitungan mengakibatkan surat suara tidak sampai tepat pukul 00.00 Wib, truk-truk yang mengangkut sisa suara tidak diperbolehkan masuk dalam kedalam gedung perhitungan. Truk-truk yang mengangkut suara dukungan tersebut akhirnya ada sebagian yang kembali ke posko dan ada yang tetap bertahan di lokasi perhitungan.
Yang sangat kami sayangkan dan sesalkan adalah statement dari anggota KPUD Jammaluddin yang menyampaikan kepada media massa pada hari rabu 15 Februari 2011, bahwa KPUD telah memberikan kelonggaran untuk pasangan calon untuk dapat terus mengirimkan sisa suaran hingga senin 13 Februari 2011. Mengapa hal ini tidak disampaikan kepada kami pada malam itu? Atau minimal pagi berikutnya, hal ini tentunya sangat merugikan suara pendukung Ramelan-Teddy yang jumlahnya mencapai 450.000 suara. Dimana hal ini KPUD telah memotong dan menghapus hak konsituen dan mengganggap suara – suara ini hanyalah kertas belaka!
Menyikapi permasalahan ini kami mencoba mendatangi Bang Ramelan dan Kang Teddy untuk menanyakan pendapat mereka. Bang Ramelan rupanya tetap tenang dan dan bijaksana dalam menyikapi permasalahan ini. Beliau mengatakan bahwa sebaiknya Tim tetap tenang dan berupaya menyampaikan permasalahan ini secara baik-baik ke KPUD. Beliau meyakini bahwa sesungguhnya di balik kesulitan ini pasti ada kemudahan.
Akhirnya, tim relawan berusaha untuk mengantarkan kembali seluruh arsip berkas dukungan suara yang kami simpan di posko ke kantor KPUD pada hari Senin malam, 13 Februari 2012. Harapan kami adalah agar KPUD mempertimbangkan kembali jumlah suara yang telah dikumpulkan oleh pasangan Ramelan-Teddy. Bagaimanapun juga, 450.000 suara ini merupakan merupakan aspirasi masyarakat DKI Jakarta yang tidak bisa dinafikkan begitu saja.
Perlu kita ingat bahwa mayoritas anggota KPUD DKI Jakarta adalah para aktifis pembela rakyat pada rezim soeharto, yang pantang mundur dan berani dalam menyampaikan aspirasi rakyat dalam membela hak-hak mereka, pada saat ini tatkala mereka merupakan bagian dari kekuasaan, mereka dengan mudah melupakan perjuangan mereka dahulu dan menikmati dalam melakukan penindasan dengan bentuk yang berbeda, dan yang paling utama adalah melupakan Ideologi Pancasila pada sila yang keempat “sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan” dengan tujuh butir, yaitu:
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat;
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama;
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan;
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah;
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur;
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada tuhan yang maha esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Kami sebagai rakyat Jakarta hanya mengingatkan dan meminta kepada KPUD yang kami beri wewenang untuk mengatur hak politik kami. Jangan terlalu sok berkuasa dan memangkas hak politik kami tanpa memperhitungkan demikian banyak pendukung cagub independen Bang Ramelan dan Akang Teddy. Pada kesempatan ini kami berharap semoga permasalahan ini bisa segera diselesaikan dengan musyawarah mufakat.