Banyak Wanita Indonesia Divonis Mati di LN Akibat Narkoba
3 January 2012 | 12:09 am | Dilihat : 4041
Kepala BNN Gories Mere saat memberikan keterangan pers akhir tahun di kantor BNN Jl. MT. Haryono, Jaktim, Selasa (27/12) menyampaikan beberapa penjelasan yang terkait dengan masalah narkoba. Menurut Gories, “Untuk tahun ini ada peningkatan pengungkapan kasus narkoba oleh BNN. Dimana tahun lalu ada 62 kasus yang diungkap. Paling banyak barang bukti yang disita adalah jenis Shabu. Dalam kurun waktu tahun 2011, Badan Narkotika Nasional (BNN) meringkus 153 tersangka dari 94 laporan kasus narkoba (LKN).
Menurutnya, dari semua kasus tersebut, jumlah barang bukti (BB) narkotika yang berhasil disita, shabu 79.847,23 gram, ganja 255.503,7 gram dan 1000 batang pohon ganja, kokain 50 gram, Heroin 1.194,85 gram, serta Ekstasi 276.955 butir. Yang menarik, menurut Gories, tercatat ada 284 Warga Negara Indonesia (WNI) yang divonis hukuman mati dalam kasus narkoba di luar negeri.
Mayoritas WNI yang terjerat kasus narkoba di luar negeri adalah wanita. “Seluruh tersangka WNI mendapat vonis hukuman mati akibat kasus narkoba. Dan mayoritas dari mereka adalah wanita,” ujarnya. WNI yang ditahan di luar negeri karena terlibat dalam jaringan sindikat narkoba internasional berjumlah 501 orang. Jelas ini sangat memprihatinkan kita semua, membayangkan para wanita itu menjalani hukuman matinya. Dari 284 WNI tersebut, paling banyak ditangkap di Cina dan Malaysia. Sebanyak 271 orang divonis mati di Malaysia dan 13 orang di Cina.
Jumlah terbanyak, ditangkap di Malaysia (390 orang), di Cina (35 orang), Jepang (13 orang), Hongkong (10 orang) dan selebihnya di Arab Saudi, Filipina, Australia, Pakistan, Amerika Serikat, India, Thailand, Brazil, Ekuador, Iran, Argentina, Chili, Kamboja, Kanada, Kolombia, Srilanka dan Timor Leste. Sementara, Indonesia sendiri menahan 58 tersangka kasus narkoba yang divonis hukuman mati, diantaranya 17 orang WNI dan 41 orang WNA.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja. Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika adalah merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Berdasarkan data Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Departemen Luar Negeri AS, jumlah transaksi yang dihasilkan dari peredaran narkoba di Indonesia sangat fantastis, yakni mencapai Rp300 triliun per tahun, postalkriminal.com (2/1/2012). Jaringan Narkoba gentayangan kemana-mana, Nusakambangan tempat tahanan kelas beratpun berhasil mereka taklukkan. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Narkotika Nusakambangan Marwan Adli mampu mereka dikte dan kendalikan. Tercatat dari hasil pengusutan, dua napi narkoba di Lapas itu, Hertoni dan Yoyok selama delapan tahun dapat dengan bebas mengendalikan bisnis haramnya dari dalam Lapas. Setiap hari keduanya mendistribusikan 10 kg narkoba, dengan omset Rp 15 miliar. Pasarnya hingga ke luar negeri. Keduanya pun mendapat julukan "jenderal besar" di kalangan napi Nusakambangan.
Badan INCSR dari AS membuat laporan tahun 2011 yang menyebutkan , "Data Pencucian Uang dan Kejahatan Keuangan di Negara Indonesia." Biro Narkotika Internasional dan Penegakan Hukum Negara (INL), yang dipimpin oleh Asisten Sekretaris William R. Brownfield, bertugas memberikan masukan kepada Presiden AS, Sekretaris Negara, Biro-Biro lain di Departemen Luar Negeri, serta Departemen lain dan Lembaga dalam Pemerintah AS untuk memerangi narkotika dan kejahatan internasional lainnya.
Dalam laporannya akhir tahun 2011 itu, INCSR menyebutkan, meskipun bukan sebagai pusat keuangan regional atau pusat keuangan lepas pantai, Indonesia dinilai rentan terhadap kejahatan pencucian uang dan pendanaan teroris. Ini disebabkan karena adanya kesenjangan dalam regulasi sistem keuangan, ekstensif menggunakan uang tunai dalam perekonomian, kurangnya efektifnya penegakan hukum dan besarnya jaringan teroris lokal seperti Jamaah Islamiyah. Kebanyakan pencucian uang di Indonesia terhubung kepada aktivitas kasus non-obat, yaitu aktivitas kriminal lainnya, seperti korupsi, pembalakan liar, pencurian, penipuan bank, penipuan kartu kredit, perompakan di laut, penjualan barang palsu, perjudian dan prostitusi.
Indonesia menurut INCSR memiliki sejarah panjang terkait dengan penyelundupan, sebuah praktek yang sulit diatasi karena panjangnya garis pantai yang harus dipatroli yang mencapai ribuan mil. Penegakan hukum dinilai masih lemah, infrastrukturnya juga dinilai mempunyai kebiasaan buruk. Meskipun indikator pemberantasan korupsi di Indonesia pada 2011 meningkat, korupsi tetap masih menjadi isu utama pada masyarakat Indonesia.
Pada pertengahan tahun 1980-an, sebuah Satuan Udara setingkat Wing di dirikan Departemen Luar Negeri dengan tujuan untuk melakukan operasi pemberantasan udara bekerjasama dengan negara yang mempunyai perjanjian bilateral dengan AS. Kantor pusat dari Satuan Udara dari Departemen Luar Negeri itu berada di Patrick Air Force Base, Florida. Satuan Udara tersebut melakukan operasinya di Afghanistan, Bolivia, Kolombia, Guatemala, Irak, Pakistan, dan Peru. Armada Udara itu memiliki sekitar 235 pesawat yang masih aktif beroperasi, termasuk sekitar 200 helikopter.
Itulah rangkaian informasi yang terkait dengan kejahatan Napza, yang menurut INCSR bisa mengait kemana-mana. Uang haram hasil jual beli Narkoba dan sejenisnya jelas besar, penjahat yang terlibat akan terus mencoba mempengaruhi aparat di Indonesia, termasuk mereka yang sudah mendekam di penjara. Terbukti telah terjadi kasus narkoba besar di Nusakambangan yang terkenal sebagai "Lapas Angker." Bisnis Narkoba jelas sangat menjanjikan, dan yang perlu diwaspadai mereka yang terlibat ternyata kini banyak menggunakan tenaga penyelundup wanita.
Para agen wanita demikian nekat mempertaruhkan hidupnya, terlihat kasus mereka yang di vonis mati di luar negeri tidak membuat mereka takut. Demikian besar uang yang didapat dengan berbisnis obat haram tersebut. Dari informasi peredaran uang hingga mencapai Rp300 triliun per tahun di Indonesia, nampaknya Indonesia sudah harus menghidupkan lampu kuning, bahkan harusnya sudah menjadi merah. Narkoba jelas menjadi ancaman bangsa ini, kita tidak boleh lengah, tidak boleh terpengaruh oleh manis dan mudahnya mendapat uang dengan jalan pintas itu.
Pemerintah AS sudah demikian menyadari demikian serius bahaya narkoba tersebut. Mereka dengan sangat serius terus memberantas obat terlarang pembawa maut itu, hingga satuan counter narcotics-nya dilengkapi dengan satuan udara. Entah seberapa kuat dan mampunya BNN dalam menangani semakin besar dan kuatnya cengkeraman jaringan mafia pengendali narkotika itu. Mari kita berantas narkoba, agar generasi penerus kita nantinya bukan generasi abal-abal yang tidak mampu berfikir, karena mereka telah terjejali narkoba si penghanyut itu.
Catatan INCSR nampaknya perlu mendapat perhatian yang sangat serius bagi para pengemban amanah di Indonesia. Selain itu beberapa kasus yang mereka teliti seperti ancaman terorisme, korupsi, pembalakan, serta kejahatan spesifik lainnya juga tetap harus diperhatikan. Inti artikel ini, kalau kita kurang fokus atau menyepelekan narkoba, maka gurita itu akan membelit dan meremukkan masa depan anak-anak keturunan kita, berarti juga masa depan bangsa ini otomatis juga akan remuk. Kini bahaya baru menyentuh para wanita yang terkenal lemah lembut. Jalan pintas untuk senang dan kaya ternyata merusak tatanan, norma dan budaya bagi mereka yang berfikiran pendek. Semoga informasi sederhana ini bermanfaat. Prayitno Ramelan, http://ramalanintelijen.net