Fauzi Bowo dan Priyanto Akhirnya Pecah Kongsi
26 December 2011 | 12:05 am | Dilihat : 1199
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Mayjen TNI (Pur) Prijanto secara mendadak mengundurkan diri dari jabatannya. Surat pengunduran diri Prijanto sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, telah resmi diajukan tertanggal 23 Desember 2011. Di dalam surat tersebut tidak disebutkan alasan jelas pengunduran diri, seperti rencananya maju sebagai Cagub DKI Jakarta. Kepala Bidang Informasi Publik DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia dalam rilisnya Minggu (25/12/2011) menyebutkan, "Fauzi Bowo telah mendapat kabar resmi menyangkut pengunduran diri Wagub DKI Prijanto."
Menanggapi pengunduran diri tersebut, Gubernur DKI Fauzi Bowo menyatakan dalam rilis tersebut, ”Saya menyayangkan pengunduran diri Wakil Gubernur Prijanto. Saya menghormati keputusan Wakil Gubernur untuk mengundurkan diri, dan yakin keputusan tersebut telah dipertimbangkan matang-matang," jelas Foke.
Berita pengunduran diri tersebut jelas mengundang pemberitaan yang beragam. Disatu sisi publik mengira bahwa Priyanto mundur karena akan maju sebagai calon Gubernur yang akan dilaksanakan pertengahan Tahun 2012. Partai PKS yang hingga kini tidak mempunyai calon kuat, dan kabarnya akan melamar Prijanto sebagai Cagub mereka dengan didampingi Triwisaksana alias Sani kader PKS. Bewrita tersebut dibantah oleh Priyanto, "Saya tekankan mundurnya saya bukan karena ada terkait dengan Pilkada," ujar Prijanto ketika ditemui wartawan di rumahnya, Jl Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (25/12/2011).
Yang menarik adalah pernyataan Prijanto setelah penyerahan pengunduran dirinya. "Di akhir-akhir ini saya menilai tampaknya pekerjaan saya sudah tidak berarti lagi. Saya itu sebagai pejabat harus jujur, jangan ngomong A tapi yang dikerjain B. Itukan munafik," keluh Prijanto Minggu (25/12/2011). Prijanto mengungkapkan, ia dan Foke pada dasarnya satu visi, namun pada dasarnya implementasi penerapan di lapangan yang berbeda. Dikatakan Priyanto, "Visi misi itu sama ya, yaitu keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan. Namun terkadang yang berbeda adalah implementasinya."
Pada Seminar Quo Vadis Jakarta yang diselenggarakan oleh DPD PDIP, di Lenteng Agung, Jakarta, Minggu (30/10/2011) petang, Prijanto mengatakan, "Sebenarnya untuk dapat menyelesaikan persoalan Jakarta itu dapat diatasi dengan duduk bersama dengan pemerintah untuk membicarakan permasalahan-permasalahan yang ada. Prijanto mengaku akan tetap kesulitan untuk merealisasikannya. Sebab, Foke dinilainya tidak dapat berkoordinasi. "Tapi gimana mau berkoordinasi, lha gubernur duduk ngopi bareng satu meja dengan walikota saja tidak pernah." katanya.
Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenoek, di dalam UU 32/2004 dan PP 6/2005, diatur bahwa surat pengunduran diri diserahkan kepada DPRD untuk kemudian dilakukan rapat paripurna. Di dalam ajang rapat paripurna akan dikaji apa penyebab mundurnya Prijanto dan disampaikan dalam pandangan fraksi-fraksi. "Setelah itu DPRD yang tentukan sikap, apakah pengunduran diri itu diterima atau ditolak," paparnya. Proses pengunduran diri baru tahap penyampaian surat pengunduran diri yang ditujukannya kepada Presiden, Mendagri dengan tembusan Gubernur DKI Jakarta dan Ketua DPRD DKI Jakarta.
Nah, nampaknya tidak semudah itu proses pengunduran diri seorang pejabat publik yang dipilih oleh rakyat. Kasus serupa terjadi pada wakil Bupati Garut Diky Chandra yang juga mengundurkan diri. Prosesnya berjalan dan akhirnya ditetapkan dengan surat keputusan Mendagri. Oleh karena itu proses pengunduran diri Prijanto juga akan memakan waktu hingga adanya keputusan Mendagri.
Keutuhan pasangan pejabat daerah, tercatat sangat rawan dalam mengelola pemerintahan daerah. Berdasar data Kemendagri pula, tercatat hanya 6,15 persen pasangan kepala daerah hasil pemilihan pada 2010 dan 2011 yang tetap berpasangan pada Pemilu Kada untuk periode selanjutnya. Sedemikian besar presentase pasangan kepala daerah yang pecah kongsi, sampai-sampai dianggap sebagai fenomena wajar dalam dinamika pemilu kada. Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenoek menyatakan, "Dari 244 Pemilu Kada pada 2010 dan 67 pada 2011, hampir 94 persen diantaranya pecah kongsi. Kemesraannya cepat berlalu." katanya (detik.com 25/12).
Bagaimana dan mengapa Prijanto mengundurkan diri? Itulah pertanyaan tersisa. Dari beberapa penjelasan Prijanto kepada media, nampaknya ada ketidak cocokan antara dirinya dengan Fausi Bowo selama ini, sulit memang menyatukan kepemimpinan antara keduanya. Jelas amanah yang diterima tidak cocok dalam implementasinya. Yang perlu disadari, jabatan kepala daerah juga jabatan yang sangat erat berhubungan dengan politik dan segala pernik lainnya.
Dibutuhkan ketabahan dan khususnya kesabaran dalam menjalankannya. Terlebih memimpin Jakarta yang sangat erat dengan tanggung jawab keberlangsungan pemerintah pusat. Beberapa kasus yang terjadi, jatuh bangunnya pemerintah kuncinya ada di jakarta. Belum lagi penilaian Jakarta sebagai barometer Indonesia yang terus disorot dunia internasional. Masalah keamanan, kemacetan dan banjir adalah persoalan pokok yang tidak akan habis-habisnya dan harus dihadapi pasangan pimpinan di DKI.
Jakarta yang kini sedang menghadapi Pemilu Kada pada bulan Juli 2012 akan memilih Gubernur dan Wakilnya, dimana masyarakat banyak yang semakin tidak peduli dan kurang percaya kepada calon dari parpol. Adakah peluang dari calon independen? Kita tunggu waktunya. Rakyat akan mencari pemimpin yang mau mengabdikan diri kepada Jakarta, yaitu pemimpin yang merasa Jakarta sebagai bagian hidupnya, memang sebaiknya pemimpin yang berasal dari Jakarta atau berdarah Betawi. Pemimpin yang mempunyai hubungan bathin antara dirinya dengan Jakarta, bukan pemimpin yang berdiri di Jakarta hanya karena perintah politik belaka.
Tetapi dari semuanya, yang jauh lebih penting rakyat akan memilih pemimpin yang memegang amanah atau menjalankan kepemimpinan di kota keras ini sebagai bagian ibadahnya. Penulis mengajak pembaca sekalian mengucapkan bersama "Pray for Jakarta." Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net ).