Video Sadis Pemenggalan Kepala di Mesuji

19 December 2011 | 1:03 am | Dilihat : 18552

Kita prihatin dengan beredarnya video kasus kekerasan yang disebutkan sebagai tindak kekerasan di Mesuji. Menggiriskan video yang mempertontonkan tindak  penganiayaan dan pembunuhan, dimana manusia diperlakukan seperti hewan, dipenggal kepalanya. Video tersebut kini tersebar melalui jejaring Black Berry yang merupakan perangkat komunikasi canggih dan  lengkap untuk saling berkomunikasi, bertukar foto dan video.

Video pemenggalan kepala tersebut sempat diputar di DPR hari Kamis (15/12) saat  puluhan orang dari Lembaga adat Megoupak di Mesuji, Lampung mendatangi DPR. Dari video yang terlihat, pembantaian petani itu diperkirakan terjadi di lahan PT. Silva Inhutani di Mesuji, Lampung. Sedang penyembelihan kemungkinan besar terjadi di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji (namanya serupa) di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Diperkirakan terjadi hari Kamis 21 April 2011. Adapun sengketanya lahan sawit seluas 298 hektar dan 630 hektar yang diklaim PT Sumber Wangi Alam (SWA).

Pembantaian sadis tergambar jelas. Beberapa korban ada yang disembelih kepalanya kemudian tubuhnya digantung di tiang listrik, di pohon, dan ada kepala manusia yang terpotong lalu diletakkan di atas mobil.  Bahkan, rekaman sempat menampilkan dua adegan pemenggalan kepala dua pria. Tampak seorang pria bersenjata api laras panjang dengan penutup kepala memegang kepala yang sudah terpisah dari tubuh.

Menanggapi Video brutal tersebut, tidak hanya pejabat pemerintah, DPR, Komisi HAM, serta masyarakat di dalam negeri saja yang 'geger,' bahkan kantor berita CBSNews ikut menanggapi dan memberi komentar. Tanggal 16 Desember lalu, perusahaan Televisi dan Radio asal AS tersebut memberikan hasil penelitiannya bahwa salah satu adegan pemenggalan kepala dalam video diambil di Thailand Selatan. Pelakunya diidentifikasi sebagai separatis Pattani yang terlibat dalam konflik SARA. Mereka terlihat memakai celana loreng dan bersenjata serta bertopeng. Logat mereka Melayu Pattani, mereka meneriakkan "Islamiyah Fathoni Darussalam." Jadi memang kelihatannya video itu gabungan dari pembunuhan sadis di Mesuji dengan pembantaian di Thailand.

Dengan merebaknya peristiwa di Mesuji, beberapa pihak menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM, dimana aparat kepolisian dijadikan tertuduh. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung memerintahkan Menko Polhukam Djoko Suyanto dan Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo untuk melakukan pembuktian fakta atas kasus yang diberitakannya tersebut. Presiden juga memerintahkan jajaran pemerintah mencari solusi terkait kasus tersebut, yang melibatkan semua unsur, termasuk Komisi Nasional HAM, warga, pihak perusahaan, LSM dan para tokoh masyarakat. Presiden berpesan agar semua pihak yang terbukti bersalah ditindak berdasarkan hukum yang berlaku.

Berita tentang peristiwa Mesuji kini menjadi simpang siur kebenarannya, karena berita menjadi bias. Pemerintah kemudian membentuk team pencari fakta yang diketuai oleh Wamenkumham Denny Indrayana dengan anggota dari beberapa instansi terkait. Masing-masing, baik aparat maupun warga menjadi saling tidak mempercayai. Kabag Penum Polri, Kombes Boy Rafli Amar yang kerap bersama penulis menjadi narasumber di stasiun berita dalam kasus tindak terorisme memberikan penjelasan  kepada wartawan di Mabes Polri, Kamis (15/12).

Terkait beredarnya video bentrokan pembantaian itu, Boy menyatakan pihak kepolisian mengaku video tersebut direkam dari kasus  di Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan yang dicampur dengan peristiwa di Mesuji Lampung. "Faktanya ada semacam penggabungan gambar-gambar dari beberapa peristiwa. Kita akan pelajari dengan tim ahli, konsultasikan dan dicermati dengan seksama untuk mencari tahu unsur-unsur rekayasa gambar," katanya.

Boy menjelaskan  Kronologis kasus ini dibagi menjadi dua karena terjadi di dua tempat yang berbeda. "Beredarnya video pasca peristiwa tindakan kekerasan di Kecamatan Mesuji, khususnya konflik petugas pengamanan perkebunan dan warga di Sungai Sodong, Mesuji. Kalau kita lihat dari tayangan video, peristiwa terjadi pada 21 April 2011, saat dilakukan panen kebun sawit dari PT SWA. Warga merasa lahan SWA itu milik mereka," jelasnya.

Dalam bentrok tersebut, tujuh orang tewas. Dua dari warga dan lima  karyawan PT SWA. Dalam proses hukumnya, enam orang dijadikan tersangka. "Akibat bentrok Pam Swakarsa dengan masyarakat, akibatnya di pihak warga meninggal di lokasi satu orang dan satunya berhasil melarikan diri tapi meninggal." Boy mempertanyakan jumlah korban tewas yang dikatakan mencapai 30 orang. Dia menduga angka itu adalah penggabungan korban-korban di lain tempat, bukan hanya dalam satu peristiwa. Boy pun membantah tudingan polisi terlibat dalam aksi kekerasan tersebut, apalagi sampai melakukan pemenggalan.

Dijelaskannya, bentrok pertama terjadi 21 April 2011 pukul 11.00, dimana dua warga dari Sungai Sodong, Kec Mesuji tewas. Keduanya itu, yakni Syafii (18) dengan leher putus dan terkena luka tembak dan Macan (22) kena tusuk dan telinga kiri nyaris putus. Bentrok kedua terjadi sekitar pukul 13.30 WIB yang merupakan reaksi warga atas aksi pertama. "Terjadinya reaksi dari Desa Sodong, pukul 13.30 WIB warga datang ke TKP dengan berkendaraan 4 truk dan motor, jumlahnya  sekitar 400 warga masyarakat," lanjut Boy.

Mengingat jumlah yang tidak seimbang, karyawan PT SWA mencoba melarikan diri, tetapi beberapa diantaranya tertinggal dan. Akibatnya jatuh lima korban dari pihak PT SWA, yang tewas. Korban yang tewas itu masing-masing, Hambali (asisten kebun), Ardi (karyawan PT SWA), Akbar dan dua lagi identitasnya belum diketahui. Dari terjadinya bentrokan tersebut, "Ada enam orang pelaku yang ditangkap dan diproses secara hukum dan berkas perkaranya sudah P21. Masih ada 8 DPO, yang terlibat dalam tindak kekerasan yang dilakukan warga terhadap pegawai PT SWA," tegas Boy.

Kasus satu lagi  terjadi di Mesuji, Lampung, yang juga direkam dan disatukan oleh si penggunggah. Menurut Boy kasus di Kabupaten Mesuji, Lampung itu terjadi pada tanggal 11 November 2010. "Peristiwa yang terjadi di lahan PT Silva Lampung itu, terkait masalah sengketa perbedaan pemahaman dari warga dengan perusahaan terkait perizinan. Setelah dilakukan penyelidikan ternyata warga tak punya izin tinggal dan dilakukan penertiban. Sekitar tahun 2010 awal, sudah dilakukan langkah-langkah mediasi dengan Pemda Lampung dan ada upaya-upaya penyelesaian permasalahan," kata Boy. Tidak ada anggota Polisi yang melakukan pemenggalan kepala, tegas Boy Rafli.

Disisi lain, saat pertemuan dengan DPR, Bob Hasan selaku Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Megoupak memberikan data pembantaian warga yang terjadi sejak 2009 hingga tahun ini. Tercatat 30 warga tewas mengenaskan, ratusan menjadi korban mental dan fisik, sedangkan 137 orang lainnya ditahan di Polres Mesuji dan Polda Lampung sejak 2009. "Penyembelihan itu terjadi awal Januari 2011. Rincian korban sejak 2009 sudah 30 orang yang tewas dan ada beberapa orang stres karena melihat anggota keluarganya dibantai di hadapannya," kata Bob.

Bob menjelaskan sejak 2003, sebuah perusahaan bernama PT. Silva Inhutani milik warga negara Malaysia bernama Benny Sutanto alias Abeng bermaksud melakukan perluasan lahan. Perluasan areal kebun ini selalu ditentang masyarakat setempat yang telah menanam, kebanyakan pohon sengon untuk sumber penghasilan sehari-hari. Sengketa melibatkan warga yang tinggal di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan, Tulang Bawang Induk dan Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Bentrok terjadi antara Pam Swakarsa dari perusahaan dengan PT Silva dengan masyarakat.

Nah itulah penjelasan yang berbeda antara aparat keamanan dengan warga yang diwakili Tim Advokasinya. Kini yang penting difahami adalah kita sudah benar-benar berada disuatu titik yang disebut "point of no return" yaitu titik dimana kita tidak bisa kembali, harus maju terus dalam menerapkan demokrasi. Pemerintah harus menemukan formula bagaimana menjaga demokrasi bebas yang diterapkan warganya. Warga salah menerjemahkan kebebasan hingga tidak takut  berbuat anarkis. Kejadian pembunuhan brutal beberapa kali terjadi dikalangan masyarakat sendiri dan antara masyarakat dengan aparat.

Kasus Ambon, Poso, Kalimantan, Cikeusik, Papua dan kini diungkap media terjadi di  Mesuji, menambah kepiluan kita bersama setelah kita melakukan reformasi. Apakah kita akan terus begini? Masyarakat seakan tidak takut melanggar hukum, dalam setiap kasus apapun, yang selalu diserang masalah pelanggaran HAM adalah aparat. Apakah tidak ada pelanggaran HAM di warga itu sendiri? Yang memprihatinkan, aparat kadang agak gamang bertindak, karena terus ditekan dengan tuduhan pelanggaran HAM dalam melakukan tindakan penegakkan hukum sekalipun.

Kini kita tunggu, pemerintah yang  berusaha keras menyelidiki dua kasus Mesuji yang namanya sama tetapi terjadi didua tempat yang berbeda itu. Tentunya kasus tidak terlepas dari upaya mereka yang memang anti pemerintah dan bahkan dengan teganya si penggunggah video memasukkan video pembantaian di Thailand demi merangsang kekeruhan dan rasa benci yang besar.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan penerangan kepada hati bangsa ini, agar tidak kembali menjadi bangsa bar-bar yang demikian tega saling menyembelih dan memenggal kepala orang bak memotong leher kambing. Dibutuhkan kejujuran dalam menyelesaikan masalah baik diantara masyarakat itu sendiri maupun antara masyarakat dan aparat keamanan.

Berat memang tugas Polri menghadapi masyarakat yang katanya boleh bebas menurut pengertian mereka, sebuah resiko tugas dalam melaksanakan tugas fungsi keamanan dalam negeri itu. Polisi harus mampu menahan diri dan bijaksana sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Masyarakat sebaiknya waspada terhadap upaya pihak tertentu yang berusaha memprovokasi, tidak perlu ikut menyebarkan video serupa. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )

Ilustrasi gambar : kompas.com

 

 

 

 

 

     
This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.