Ical for President
29 October 2011 | 9:38 am | Dilihat : 615
Golkar termasuk partai senior dalam kancah dunia politik di Indonesia. Diakui atau tidak politisi di Golkar dinilai jauh lebih matang dibandingkan parpol lainnya. Yang dibutuhkan Golkar kini untuk menjadi penguasa pada 2014 hanyalah seorang ketua yang mampu menyatukan dan menggerakkan seluruh potensi di internalnya.
Nah, dalam Rapat Pimpinan Nasional yang digelar pada 26-28 Oktober 2011, aspirasi DPD yang akan mengusung Ketua Umum Aburizal Bakrie menjadi capres pada 2014 nampaknya dapat tersalurkan, dengan bersatunya suara DPD-I dan DPD-II untuk mencalonkan Ical. Walaupun setelah berjalan selama tiga hari, Rapimnas kedua partai Golkar pada hari Jumat (28/10/2011) telah berakhir. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie tidak menyampaikan pernyataan politik, rencananya pernyataan politik akan dilakukan pada awal November 2011 mendatang.
Dalam beberapa langkah strategis, Partai Golkar nampaknya kini selangkah lebih maju dibandingkan parpol lainnya dalam menyongsong pemilu 2014. Dari beberapa hasil survei, walau baru berupa persepsi publik, Golkar terlihat lebih maju dan tertata lebih baik dibandingkan parpol lainnya.
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie menyatakan bahwa Golkar saat ini mampu memainkan peran-peran strategis di level nasional sebagai partai yang solid, stabil, dan mapan. Dikatakan selanjutnya, “Sehingga wajar apabila hasil survei-survei politik belakangan ini menempatkan Partai Golkar di urutan pertama, meninggalkan Partai Demokrat dan PDI Perjuangan,” kata Ical di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Minggu (23/10/2011). Nah kesatuan gerak antara Ical sebagai penggerak sistem serta DPD sebagai sub-sub sistem kepartaian mulai menunjukan hasil yang positif.
Penulis mencoba mengulas peluang Partai Golkar dari sisi intelijen untuk melihat peluang Golkar dan Ical sebagai capres. Untuk memenangkan perang atau sebuah persaingan, ada tiga faktor yang perlu diukur, yaitu kekuatan, kemampuan dan kerawanan. Untuk melengkapi ketiga faktor tersebut, penulis pernah menuliskan tentang peluang pemimpin mendatang di era digital. Indonesia kini sudah masuk ke era 'digital society' yang memiliki berbagai aspek menarik yang terkait dengan konteks kepemimpinan. Hal lain yang sangat mendasar dan menjadi kunci adalah budaya paternalistik masyarakat Indonesia, mereka masih sangat percaya kepada patron.
Kondisi aktual saat ini, kemajuan teknologi multi media sudah merangsak keberbagai sendi kehidupan, dan karena itu harus mendapat prioritas untuk difahami secara utuh. Sering tanpa terduga, palform teknologi multi media telah memfasilitasi individu-individu yang pandai untuk memanfaatkannya bagi kepentingan pribadi, kelompok atau kombinasi keduanya. Dari aspek ini, Golkar nampaknya telah menyiapkan perangkat media yang kini dikenal sebagai 'silent revolution', dikatakan mampu mempengaruhi konstituen, mengalahkan jejaring partai. Kekuatan Ical sebagai pengusaha membuat kemampuannya mempengaruhi konstituen akan terus meningkat dan ditingkatkan.
Aspek kedua adalah momentum. Hakikat dan fungsinya memiliki peran kunci, strategis dan relevan dengan kondisi saat ini dan dimasa mendatang. Momentum bisa terjadi karena di design khusus atau terjadi karena faktor ekstern diluar kendali seseorang. Dari aspek ini gerakan atau geliat elit Golkar yang mendahului parpol lainnya dinilai akan menjadi lebih maju dan mampu memanfaatkan momentum kebutuhan rakyat akan kerinduan pemimpin sesuai yang diharapkan.
Indentifikasi momentum memiliki beberapa tahapan, yaitu menganalisa fakta dan pergerakan isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat. Analisa diatas harus bisa menghasilkan sebuah kesimpulan tentang peluang ataupun momentum yang akan timbul, baik yang sedang atau yang dibutuhkan masyarakat.
Langkah maju Golkar adalah upaya pembentukan 'brand building' dengan pembentukan tim pemenangan di berbagai daerah. Ini bertujuan memaksimalkan sosialisasi pencapresan Ical. ”Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) II Partai Golkar memerintahkan seluruh jajaran hingga tingkat desa untuk menyosialisasikan pencalonan Aburizal Bakrie,” kata Ketua Bidang Organisasi Daerah Partai Golkar Mahyudin. Brand bulding untuk Ical memang harus menjadi fokus bagi tim suksesnya.
Ical pada pemilu 2004 dan 2009 belum tampil dalam persaingan capres/cawapres. Pada 2004, kelasnya masih dibawah SBY, Mega, Amin Rais, Wiranto dan Hamzah Haz. Pada 2009 Ical juga belum muncul, tokoh Golkar yang muncul adalah JK dan Wiranto (mantan Golkar). Ical dikenal masyarakat justru dari pemberitaan besar negatif tentang kasus pajak di perusahaannya serta kasus lumpur Lapindo. Dua berita negatif ini jelas tidak baik dalam kaitan dengan brand image. Terlepas berita penggelontoran uang Ical sebesar tujuh triliun, berita negatif Ical masa lalu sempat masuk kebawah alam sadar konstituen. Dalam ilmu intelijen disebut sebagai kerawanan fatal, karena apabila mendekati pemilu, kerawanan tersebut diungkap ulang dan dieksploitir oleh lawan politik akan dapat mengakibatkan kelumpuhan.
Partai Golkar mungkin besar dan peluangnya bagus sebagai calon pemenang pileg 2014. Dari dua pemilu dan pilpres 1004 dan 2009 kita lihat data basic descriptive intelligence. Pada pileg 2004 Partai Golkar meraup 21,56 persen, PDIP 18,53 persen, dan Partai Demokrat 7,45 persen, dibawah PPP yang meraih 8,15 persen. Akan tetapi yang menang dan menjadi presiden Pak SBY, capres dari Partai Demokrat. Capres Golkar Wiranto/Gus Sholah bahkan tidak mampu masuk ke putaran kedua.
Pada pemilu 2009, Golkar meraih 14,45 persen, dibawah Partai Demokrat yang menangguk suara 20,85 persen, tempat ketiga PDIP, 14,03 persen. Turunnya perolehan Golkar jelas karena terpukul oleh partai incumbent. Pada pilpres 2009, Calon Golkar yang demikian menggebu dan suaranya diharapkan sangat besar ternyata jago Golkar JK/Wiranto hanya memperoleh suara 12,41 persen, jauh dibawah Mega/Prabowo, 26,79 persen dan sang juara SBY/Boediono 60,80 persen.
Nah, dari data tersebut terlihat ada strategi Golkar yang salah atau kalah dari SBY. Sebagai pemenang pileg 2004 saja Golkar salah mengajukan Capres, demikian juga pada 2009 ada kesan capresnya dipaksakan, karena tidak adanya kader yang lebih berkualitas. Sebetulnya kunci keberhasilan capres dapat diuji melalui survei secara rutin. Selain itu tim analis internalnya mampu mengukur apakah calonnya sudah menjadi patron yang diakui masyarakat. Posisi Ical sebagai patron ini kini yang perlu diteliti oleh tim suksesnya.
Penggabungan informasi, data masa lalu, kondisi psikologis masyarakat serta pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) dapat dilakukan dengan metode riset kualitatif ('focus group discussion') sesuai kebutuhan, bisa juga dengan pola kuantitatif ('large scale consumer research). Itulah yang harus dilakukan. Selain itu filosofi pasukan anti teror kalau beroperasi 'never operate in darkness', perlu diterapkan untuk menyongsong masa depan yang lebih sukses.
Apabila dihadapkan dengan Megawati yang kini sudah menjadi patron terunggul, Ical kemungkinan besar akan kalah. Akan tetapi dengan bekal kemauan dan kecerdasan, kecerdikan serta pengalamannya, bukan tidak mungkin Ical akan semakin bersinar dan mampu meredupkan Ratu banteng moncong putih. Mega kini pesaing utamanya yang terberat. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )