Ketegangan Hubungan AS-Pakistan
24 September 2011 | 7:50 am | Dilihat : 299
Dalam membina hubungan antar negara berlaku hukum yang di dalam intelstrat dikatakan, "Di dunia tidak ada yang abadi, yang abadi adalah kepentingan nasional sebuah negara." Kalimat tersebut memberi arti, kita jangan terlalu bersandar dan percaya kepada negara lain, karena masing-masing akan berpegang kepada kepentingannya. Begitu kepentingannya berbeda, keduanya bisa berseteru, bahkan bisa menjadi musuh.
Nah itulah yang sedang terjadi kini antara Amerika Serikat dengan Pakistan. Hubungan yang begitu mesra dalam menangani ancaman terorisme Al-Qaeda mulai terganggu sejak dilaksanakannya operasi penyergapan terhadap Osama bin Laden oleh pasukan AS Navy SEALs pada bulan Mei 2011 di Abottabat Pakistan. Operasi yang di kendalikan oleh CIA tersebut adalah operasi berdiri sendiri, tanpa melibatkan ISI (Inter Services Intelligence).
ISI adalah badan intelijen utama militer Pakistan yang bertanggung jawab mengordinasikan dan mengoperasikan kegiatan spionase ketiga Angkatan Bersenjata dalam memberikan penilaian keamanan nasional kepada pemerintahnya. Pakistan merasa tersingung karena tidak dilibatkan dan bahkan tidak diberi tahu pelaksanaan operasi clandestin CIA tersebut. Sementara bagi CIA operasi penyergapan tersebut merupakan pertaruhan pemerintah AS dalam mengejar Osama selama sepuluh tahun.
Kini AS kembali dinilai menyinggung Pakistan. Kepala Staf Gabungan AS Laksamana Mike Mullen hari Kamis mengatakan bahwa ISI telah memberikan dukungan kepada kelompok yang melakukan serangan terhadap sasaran AS di Kabul. Serangan yang dilakukan oleh kelompok Haqqani telah menyerang Kedutaan Besar AS di Kabul Afghanistan pada 13-14 September lalu. Aksi 20 jam dari para penyerang dilakukan oleh sebelas orang yang melakukan serangan dari gedung 12 tingkat dimuka kedubes AS. Mereka berhasil menyerang bagian dalam kedubes dengan enam tembakan roket. Penyerang telah membunuh 16 warga Afghanistan, lima polisi dan 11 warga sipil lainnya, sebagian besar anak-anak. Tidak ada staf kedutaan atau NATO yang terluka. Semua penyerang termasuk empat pembom bunuh diri tewas stelah diserbu pasukan Afghanistan dan gabungan.
Meskipun Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, pejabat intelijen AS mengatakan kemungkinan besar jaringan Haqqani yang melakukannya. Jaringan Haqqani kini dinilai sebagai salah satu ancaman terbesar terhadap stabilitas Afghanistan. Mereke telah mengecilkan peran pasukan Afghanistan. Haqqani diketahui bermarkas di daerah yang tanpa hukum di perbatasan. AS menyatakan bahwa semua serangan Taliban dilakukan oleh Haqqanis, termasuk serangan bom truk minggu lalu di propinsi Wardak yang melukai 77 anggota militer AS.
Pernyataan Laksamana Mike Mullen tersebut ditanggapi oleh Menteri Luar negeri Pakistan Hina Rabbani Khar yang mengatakan bahwa pernyataan itu akan membahayakn hubungan dengan Pakistan dan akan ada resikonya dengan biaya tersendiri. "Apapun yang dikatakan oleh sekutu kepada publik, tentang tuduhan itu, tujuannya untuk mempermalukan dan tidak dapat diterima," tegas Khar. Selain itu Kepala Staf AD Pakistan, Jenderal Asfaq Parves Kayani juga menyangkal tuduhan AS tentang keterlibatan agen intelijen ISI dalam serangan mematikan ke Kedutaan Besar AS di Kabul. Dikatakanannya bahwa pernyataan Mike Mullen dinilai mengganggu dan tidak berdasarkankepada fakta. PM Pakistan Yousaf Raza Gillani mengatakan kepada wartawan di Karachi, bahwa AS telah mengabaikan perasaan Pakistan yang ingin mempertahankan tanah air dan kedaulatannya. Ditegaskan PM Yousaf "Amerika Serikat, tidak bisa hidup dengan kami dan tidak bisa hidup tanpa kita," katanya.
Jadi pada intinya, ketegangan kedua negara yang selama ini selalu bersama-sama dalam memerangi tindak terorisme ternyata kini justru bersitegang. Dapat dimaklumi, Pakistan demikian banyak mengalami masalah pada akhir-akhir ini, bahka menyatakan minta bantuan internasional dengan adanya kebanjiran besar, hingga 1,8 juta warganya terpaksa mengungsi. Selain itu dengan semakin kuatnya pengaruh kelompok Taliban di dalam negeri, serta semakin dominannya para Haqqanis di perbatasan negaranya merupakan masalah yang harus diperhitungkan dengan cermat. Semua harus ditangani dengan cerdas, secara paralel dan dengan pertimbangan segala resiko yang ada.
Disisi lain, AS yang merasa telah membantu miliaran dollar kepada Pakistan dalam menangani terorisme, kini merasa kecewa dan marah dengan adanya informasi adanya hubungan bawah tanah antara ISI dengan Haqqani. Kecurigaan AS jelas dapat dimengerti karena Osama yang dicari bertahun-tahun di gurun kering kerontang Afghanistan, ternyata dengan nyaman selama lebih lima tahun bersembunyi di wilayah Pakistan.
Nah, semua ini hanyalah sebuah bukti bahwa hubungan baik antar negara belum tentu akan baik selamanya. Dalam kasus ini yang terpenting adalah kemampuan pembacaan informasi intelijen kedua pihak. Dapat dibayangkan apabila informasi intelijen tidak dipunyai salah satu diantaranya, maka dapat dibayangkan mereka akan terjebak dalam permainan dan keputusan semu yang akan sangat merugikan. Jadi intinya, kepentingan nasional memang sangat penting, dan peran intelijen dalam men-supply intelijen kepada end user menjadi sandaran utama dalam sebuah negara. Semoga bermanfaat. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )