Mengantar Nyawa Saat Mudik Lebaran
27 August 2011 | 6:31 am | Dilihat : 746
Malam tadi kita melihat arus mudik mulai membanjiri semua arus perjalanan, baik jalur udara, jalur laut dan jalur darat, terutama di pulau Jawa. Semua menjadi sibuk, pemimpin melihat kesiapan jalur mudik dengan melakukan safari. Niat baik dibulan suci itu toh masih saja di demo di Tasikmalaya, harap demo itu diterima saja dengan wajar karena disebuah negara dengan sistem demokrasi kan boleh saja berdemo.
Nah, penulis mencoba melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) tentang kasus-kasus kecelakaan di jalan raya, terlebih khusus para pengendara sepeda motor roda dua. Sesuai dengan aturan dan ketentuan pemerintah atau perusahaan, libur rata-rata ditetapkan sejak tanggal 27 Agustus s/d 6 September 2011. Maka pada saat itulah terjadi eksodus masyarakat yang bergerak dari satu titik ketitik lainnya, terutama di pulau Jawa sebagai pusat mayoritas masyarakat.
Masyarakat menggunakan beberapa moda transportasi untuk pulang kampung, baik kereta api, bus, mobil pribadi, kapal laut, pesawat udara dan sepeda motor. Sepeda motor mulai populer dipergunakan mudik sekitar tahun 2003. Kendaraan kecil tersebut bahkan awalnya dinaiki kadang empat jiwa, bapak, Ibu dan dua anak kecil. Untuk barang bawaan dipaksakan dengan tambahan papan dibelakang motor. Maka jadilah transportasi yang sangat tidak memenuhi syarat tersebut dipergunakan untuk perjalanan sekian ratus kilometer. Mulai 2010 sepeda motor tidak dibenarkan dinaiki lebih dari dua orang.
Kenapa masyarakat begitu menyukai mudik dengan sepeda motor? Dari sisi masyarakat, menurut Edo Rusyanto, Ketua Independent Bikers Club, terdapat lima alasan pemudik menggunakan sepeda motor. Pertama, dengan sepeda motor lebih hemat; kedua, efisien dalam menentukan waktu istirahat ; ketiga, jiwa manusia menentukan adrenalin khususnya anak muda; keempat, belum memadainya saran transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau; kelima, setiba di kampung halaman, sepeda motor bisa untuk beranjangsana.
Mari kita lihat data mudik dengan sepeda motor, kecelakaan dan terjadinya korban. Kemenhub (Dephub) mengeluarkan data jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor. Pada tahun 2003(0,71 juta), 2004(0,79juta), 2005(1,29juta), 2006(1,86 juta), 2007 (2,12 juta), 2008 (2,5 juta), 2009 (3,146 juta), 2010 (3,617 juta). Jumlah yang menggunakan sepeda motor pada tahun 2011 diperkirakan akan meningkat.
Jumlah kecelakaan dan jatuhnya korban tewas saat mudik Lebaran, tahun 2006 mencapai 961 kasus yang memakan korban tewas sebanyak 437 jiwa. Tahun 2007 mencapai 1.875 kasus yang memakan korban tewas sebanyak 798 jiwa. Jumlah kecelakaan pada arus mudik dan arus balik Lebaran tahun 2008 mencapai 2.573 kasus yang memakan korban tewas sebanyak 585 jiwa. Jumlah kecelakaan pada arus mudik dan arus balik Lebaran tahun 2009 mencapai 550 kasus yang memakan korban tewas sebanyak 373 jiwa. Pada 2010, jumlah kecelakaan mencapai 1.819 kasus, tercatat 436 orang meninggal dunia, 567 orang luka berat, dan sebanyak 1.132 orang luka ringan.
Dari beberapa data yang menurut penulis tidak terlalu akurat karena terdapat perbedaan sumber Dephub dan Polri, terlihat bahwa sepeda motor sebagai moda transportasi mudik lebaran tetap menjadi favorit masyarakat. Menurut pejabat di Kemenhub, dari survei yang dilakukan, alasan kuat yang tak bisa ditinggalkan pemudik motor untuk mengalihkan diri ke transportasi lain adalah sarana yang minim. Alasan mereka menggunakan motor, karena di daerahnya belum tersedia transportasi dengan baik. Dengan menggunakan motor, maka mobilitas mereka (pemudik) terjamin di daerahnya masing-masing.
Kemenhub juga menjelaskan ada tiga kendala yang dihadapi. Pertama, ketidakseimbangan kapasitas antara prasarana dan jumlah pemudik. Jadi, bukan karena faktor sarana yang tidak disediakan, tapi soal kapasitas jalan yang tidak didesain untuk mencukupi jumlah pemudik. Ini yang menimbulkan kemacetan di ruas-ruas jalan. Solusinya adalah menambah kapasitas ruas jalan. Kedua, soal keselamatan, tingginya persentase kecelakaan pada masa-masa mudik Lebaran menjadi tantangan tersendiri. Kendala ketiga, faktor ketidakdisiplinan para pemudik dalam menggunakan jalan.
"Keselamatan jalan adalah tanggung jawab kita bersama, karena bukan semata-mata masalah teknis, kendaraan bermotor atau infrastruktur jalan tetapi juga menyangkut manusia dengan segala tingkah lakunya," demikian dikatakan Direktur Keselamatan Angkutan Darat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hotma Simanjuntak. Pemudik rata-rata berada dijalan selama 16 jam, sehingga mengalami kelelahan, ini juga salah satu peluang terjadinya kecelakaan.
Kemenhub sebenarnya terus mencoba membatasi penggunaan sepeda motor untuk digunakan mudik jarak jauh, karena sepeda motor (terlebih jenis bebek) tidak dirancang untuk moda transportasi jarak jauh. Sehingga fisik pengendara amat berpengaruh terhadap keselamatan. Tapi sulit memang untuk menyadarkan masyarakat. Mereka telah menentukan sendiri bagaimana memenuhi kebutuhan akan kepuasan berkumpul keluarga saat Idul Fitri di kampungnya. Sejak tahun 2006 hingga 2010, memang terlihat penurunan jumlah korban tewas saat mudik. Sebuah prestasi yang cukup baik tetapi masih jauh dari nilai sangat baik.
Pemerintah, khususnya instansi yang terkait dengan acara eksodus rutin tahunan mudik, semestinya lebih fokus menyelesaikan masalah mudik ini. Masalah pokok sebetulnya sudah difahami, yang belum adalah fokus dan kecerdikan untuk penyelesaian masalah. Agak heran juga kita apabila setiap tahun selalu mendengar dan menonton berita adanya perbaikan jalur mudik disaat-saat mendekati lebaran, bahkan sampai diresmikan presiden. Belum lagi terlihat sangat memprihatinkan, masih adanya jalur utama eksodus mudik di Sulawesi dan Sumatera yang masih dipenuhi lumpur. Tersebar isu adanya pengaplingan proyek menjelang lebaran, tapi kini apakah masih ada yang berani main-main? KPK makin tegas dan keras memburu pejabat dan rekanan yang bermain dengan gaya api (baca korupsi).
Masalah mudik bukan sebuah tradisi yang baru saja dilakukan masyarakat. Acara mudik selalu terjadi, dan akan tetap berlangsung setiap tahun, hingga kapanpun, mungkin selama bangsa ini tetap ada di bumi pertiwi. Inilah nikmat masyarakat dari semua golongan pada hari Raya yang Fitri. Oleh karena itu, jangan dipandang enteng laporan meninggalnya pemudik di jalan raya, harus disikapi bersama. Yang jelas tradisi ini juga menjadi bagian tugas pejabat dalam menyelamatkan nyawa rakyatnya.
Memang beberapa tahun terakhir jumlah korban tewas terus turun. Tetapi melayangnya secara sia-sia masih sekian ratus nyawa saat mudik bukanlah hal yang biasa. Jumlah yang kita nilai masih sangat banyak dan harus diminimalisir. Sebagian tanggung jawab pada saatnya nanti, akan menjadi bagian yang akan dipertanyakan kepada para pemegang amanah tersebut. Itulah bahaya yang sering dilupakan bagi pejabat, mulai dari pejabat terendah hingga tertinggi di negara ini. Menakutkan memang kalau mengingat itu. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net ).