Kenapa Nazaruddin Pasang Badan ?
19 August 2011 | 1:01 am | Dilihat : 787
Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat, Kamis (18/8) telah diperiksa oleh penyidik di kantor KPK, Rasuna Said. Dalam pemeriksaan dia didampingi pengacaranya, O.C Kaligis, yang mengatakan “Pemeriksaan benar profesional menurut hukum acara, dan benar-benar dilakukan. Saya senang terhadap ini,” kata Kaligis.
Nazar menyampaikan pernyatan dalam BAP, agar tidak di borgol, kemudian minta dipindahkan dari rumah tahanan Mako Brimob, agar nyaman berbicara. Selanjutnya Nazaruddin menulis surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Intinya, dia bersedia dihukum seberat-beratnya, asal istri dan anak saya jangan diganggu gugat karena mereka nggak tau apa-apa. Kebahagiaan terbesar, katanya, kumpul sama istri,” kata Kaligis mewakili Nazar.
Dari penjelasan Kaligis, Nazar menyatakan siap menjadi bemper, atau istilah lainnya siap memasang badan menerima hukuman tanpa melibatkan siapapun. Kini timbul pertanyaan, mengapa? Apakah hanya karena alasan keluarga? Berbeda dengan Nazar yang saat di media bersemangat, menunjukkan bukti-bukti di disc dan flash dish. Nah, dalam ilmu intelijen, dua bagian yang tersulit dan harus dijawab agent action adalah bagaimana dan mengapa, dari kelengkapan laporan intelijen siadibame.
Kita coba memotret Nazar ini. Nazar adalah politisi muda dan belum berpengalaman, dia masuk ke DPR langsung di posisi bendahara parpol papan atas dengan suara sangat kuat. Sebagai bendahara, tugasnya jelas berhubungan dengan keuangan, mengatur manajemen dan bahkan mencari uang. Berbeda dengan pemegang kas, yang wewenangnya hanya memegang uang saja dalam sebuah organisasi.
Dalam suasana eforia kekuasaan, Nazar berada di lingkungan kekuasaan legislatif, dimana berlaku pameo bahwa panglima di negara ini adalah politik. Politik yang mengatur penggelontoran uang ke Departemen. Nah, Nazar sebagai orang muda dengan kekuasaan yang begitu besar terlihat mampu memainkan perannya ke beberapa Departemen dan bahkan ke proyek-proyek lainnya. Jadilah Nazar seorang play maker di DPR. Ujung tombak penggempur agar kocek partai dan oknum terisi. Nah, pertanyaannya siapa King Maker-nya? Pada serangan di media, dia menyebut Anas Urbaningrum yang mengatur semua itu. Secara "bodon" publik otomatis akan mengiyakan.
Ketika masalah muncul, pada awalnya Nazar terlihat masih senyum-senyum di media, didampingi selebritis Demokrat. Tapi setelah masalah makin serius, dia kemudian terbang ke Singapura, satu hari sebelum perintah cekal keluar. Tidak mungkin apabila Nazar tidak mengetahui masalah cekal tersebut. Saat di luar negeri, yang menarik Nazar didampingi oleh warga negara Singapura, mungkin dialah "support agent" yang mengatur pergerakannya di luar.
Saat diluar, Nazar membuat beberapa pernyataan yang "bombastis" menyerang beberapa petinggi Demokrat dan panitia anggaran serta dua petinggi KPK. Nampak gagah berani dan hebat. Kemudian selanjutnya dia fokus hanya menyerang Anas Urbaningrum. Kembali timbul pertanyaan, nampaknya dia sakit hati atau dimainkan sebagai kartu hidup dan berbahaya. Semua dikerjakannya dengan tenang, karena dia belum mendapat tekanan, uangnya jelas banyak dan ada pendukung seperti orang Singapore, serta isteri dan seorang warga Indonesia. Bergerak bak Onasis, dengan menyewa pesawat kesana kemari.
Kondisi Nazar berbalik total setelah dia ditangkap di Cartagena, Colombia, ada simpang siur berita, bahkan ada berita dari polisi Colombia, dia ditangkap karena baru melakukan perjalanan dari Washington DC. Nazar tidak terbongkar menggunakan paspor asli tapi palsu. Disaat dia di borgol, diperlakukan bak tahanan gembong Narkoba (Cartagena terkenal sarang Mafia obat bius), mentalnya mulai jatuh. Dia terpaksa dipisah dengan inner circle-nya, terus di interogasi polisi Colombia. Rasa takut dan gamang terhadap keselamatan diri dan isterinya telah merontokkan keteguhan hati pria ini.
Yang lebih parah, setelah dia dijemput beberapa pejabat, dari Densus Polri, KPK dan Imigrasi, pasti diberlakukan SOP tahanan berat. Demi keamanan penerbangan, di pesawat dia jelas diperlakukan sebagai tahanan (kemungkinan di borgol). Penulis pernah bertugas sebagai security officer, bersama anggota Sat. Gultor Kopassus, mengembalikan 140 imigran gelap Cina dari Ranai ke Guang Zhou, dan semuanya di borgol dalam pesawat Hercules, mengingat beberapa diantaranya penjahat kelas berat.
Dapat dibayangkan selama 36 jam perjalanan, dengan kondisi pikiran bertumpuk, tubuh lelah, letih, stress, belum lagi pasti ada pertanyaan tidak resmi dari team, semua menjadikan Nazar kemudian depresi. Setelah sampai di Halim, dia melihat betapa media demikian ramai meliputnya, dalam kondisi tertunduk lesu, tanpa harapan, makin hancurlah daya tahannya, rasa takut lebih menguasai dirinya.
Yang penulis khawatirkan adalah momen saat Nazar kemudian dikunjungi beberapa anggota DPR, entah apa pembicaraan mereka, dan meraka sempat bersitegang dengan KPK, memaksa bertemu Nazar. Justru yang datang adalah elit dari parpol lain dari Demokrat. Kemudian setelah bisa bertemu O.C. Kaligis, Nazar menyatakan akan menanggung semuanya. Jadi, baik langsung ataupun tidak, Nazar telah terkena "brain wash". Dalam kondisi labil, tanpa harapan dengan diberi sedikit stimulus yang berbau ancaman, khususnya anak dan isteri, maka jadilah Nazaruddin si penurut.
Nazar bukanlah pemain kelas berat, dia hanya pemain kelas teri tetapi diberi peran kelas kakap, begitu mendapat tekanan bertubi-tubi maka jadilah dia teri, bahkan teri asin. Berbeda dengan Gayus, yang nampak tegar dan berhati baja, nekat jalan-jalan ke luar negeri saat ditahan di Mako Brimob. Gayus faham dengan powernya, dan mampu memainkan uangnya, masih mampu nyogok kesana, kemari. Dan bukan tidak mungkin bungkamnya Gayus ada harganya.
Bagaimana selanjutnya?.Dari kisah Gayus, setelah pulang dari luar negeri, dia mampu membuat persoalan menjadi ruwet dan tidak jelas. Gayus mampu membuat ruwet justru akibat terungkapnya nilai kekayaannya yang melimpah mencapai Rp 25 miliar dan kemudian membengkak menjadi hampir Rp 80 miliar dalam keterangannya di pengadilan. Sampai saat ini, kejelasan keterlibatan Gayus, maupun 151 perusahaan yang katanya terlibat menjadi tidak jelas. Semuanya telah diredupkan. Pengakuan Gayus semakin aneh dan tidak ada yang bisa mengawasi bagaimana akhir kisah Gayus dalam kaitannya dengan ratusan perusahaan serta dugaan suap yang melibatkannya. Apakah ada yang mengatur, diperkirakan jelas ada.
Bagaimana dengan Nazar? Nazar yang childish, nampaknya akan lebih mudah di tata. Kenapa dia minta pindah dari Mako Brimob? Jelas ada yang mengatur agar lebih mudah dan bebas bertemu dengan banyak pihak. Di Mako Brimob, masih ada kewibawaan, semua terawasi termasuk dengan CCTV. Jadi nampaknya Nazar akan dimiripkan dengan Gayus, dibuat ruwet dan tidak jelas. Seperti pernah dikatakan Kaligis, apabila kasus yang terkait dengan Nazar dibongkar, maka negara ini akan runtuh. Dalam arti demikian banyak yang terlibat. Pintar memang Kaligis ini dalam mengondisikan pembelaan.
Hukum di Indonesia merupakan sebuah pegangan dan andalan, tapi justru hukum bisa dijadikan alat untuk melemahkan tuntutan jaksa. Memang tanpa bukti-bukti dari Nazaruddin, dan kesediaan akan tutup mulut, Nazar akan terselamatkan, di hukum tidak berat. Dia baru 33 tahun, kalau dihukum sepuluh tahun maka dengan segala remisi dan lain-lain diperkirakan dia akan keluar Cipinang sekitar 40 tahun. Kalau Nazar kini buka mulut, suatu saat nanti, hidupnya akan tidak tenteram dengan keluarganya. Jadi ya wajar kalau dia memilih bungkam. Pasang badan dihukum, sambil menunggu pembebasan nanti.
Kini semuanya berpulang kepada KPK, seberapa jauh sebagai badan yang independen mampu mengusut kasus Nazaruddin. Presiden mempersilahkan Nazaruddin untuk bisa mengungkapkan siapa pun, dan dari partai manapun, yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi tersebut demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Menurut Presiden SBY, keterangan Nazaruddin dipandang penting untuk meluruskan pandangan publik terkait kasusnya. Pernyatan ini yang membuat banyak pihak menjadi gemetar dan jelas berusaha menyelamatkan diri. Tidak hanya dari elit demokrat semata. Jadi, kita tidak heran kalau pada awal penyidikan saja kasus ini sudah mulai masuk angin.
Jelas dalam dunia wayang sikap Nazar itu bukan sikap kesatria. Dia tidak memikirkan arti patriot demi kebaikan bangsa, dia serta yang ngatur-ngatur itu kelasnya termasuk kelompok punakawan, "Petruk", dengan lakonnya "Petruk dadi ratu." Untuk kelas punakawan, aji mumpung itu bagian dari ambisinya. Mereka berfikir taktis, hidup hanya untuk dunia belaka. Tapi ada yang dilupakan petruk-petruk itu, apakah mereka tidak takut dengan akhirat nanti? Jelas tidak, karena rasanya belum ada yang meresmikan bahwa korupsi itu haram hukumnya, ataukah sudah ada? Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )