Mengulas Turunnya Kepuasan Kinerja Presiden SBY
30 June 2011 | 12:32 am | Dilihat : 709
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) antara tanggal 1-7 Juni 2011 melakukan survei terhadap tingkat kepuasan atas kinerja Presiden SBY. Survei dilakukan di 33 provinsi, dengan 1200 responden, menggunakan teknik wawancara tatap muka dan tingkat kesalahannya 2,9 persen.
Menurut Direktur Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LSKP)/Peneliti Senior LSI, Sunarto, penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden SBY mencapai 9,5 persen, yaitu dari tingkat kepuasaan 56,7 persen pada Januari 2011 turun menjadi menjadi 47,2 persen pada Juni 2011.
Seperti kita ketahui, survei serupa mulai dikenal sejak pemilu tahun 2004, sejak bangsa Indonesia sepakat melakukan pemilu dan pilpres secara langsung. Pada awalnya banyak yang tidak percaya akan hasil survei tersebut. Bagaimana mungkin hanya dengan responden 1200-2500 orang saja bisa mewakili pendapat puluhan juta orang. Survei Kebijakan Publik hanyalah menghasilkan sebuah persepsi publik. Tetapi apabila dilakukan dengan metodologi yang benar, dengan kejujuran sebagai sebuah ilmu, maka persepsi tersebut bisa menggambarkan kondisi aktual yang sedang terjadi.
Penulis sangat mempercayai sebuah hasil survei. Dari sekian banyaknya lembaga survei, penulis pada pilpres 2004 dan 2009 hanya mempercayai kira-kira empat lembaga saja yang penulis nilai kredibel. Ternyata dari hasil ke empat lembaga tersebut, penulis beberapa bulan sebelum pelaksanaan pilpres bisa memberikan ramalan apa yang akan terjadi, faktanya demikian. Mohon membaca beberapa ramalan atau ulasan tentang kemenangan Partai Demokrat, bertandingnya SBY-Mega pada putaran kedua pilpres 2004, pilpres 2009 yang hanya satu putaran. Itulah sebuah fakta yang dalam ilmu intelijen disebut informasi yang sudah dinilai, dikonfirmasikan dan kemudian menjadi intelijen atau sebuah intelligence estimate.
Masyarakat dan para elit politik harus ekstra hati-hati dalam membaca sebuah hasil survei, karena survei bisa menjadi pesanan, untuk black campaign, menjatuhkan citra, mempengaruhi atau mengangkat diri agar orang lain percaya. Mudah melihatnya survei model seperti ini, biasanya hasilnya menyolok dibandingkan hasil lembaga lainnya.
Nah mari kita coba membahas survei LSI ini. Yang terpenting, penulis mempercayai dahulu hasil survei ini dan LSI sudah melaksanakan dengan kejujuran. Tanpa kejujuran, maka ulasan penulis otomatis juga akan gugur. Didalam ilmu intelijen yang dibaca adalah Siabidibame. Kita ulas 'bame' saja (bagaimana dan mengapanya) ini bagian tersulit, harus dengan sense of intelligence. Survei terhadap kinerja Presiden SBY yang hasilnya negatif menurut penulis justru menjadi informasi yang baik bagi Partai Demokrat. Karena inilah data intelijen the present, berguna untuk masa depannya, jadi jangan terus marah atau menyatakan tidak percaya, sikapi saja dengan positif thinking.
"Tingkat kepuasan kinerja Presiden SBY secara umum turun, angkanya 47,2 persen. Tetapi kepuasan pemilih atas kinerja SBY di di desa mencapai 52,5 persen atau lebih tinggi dibanding responden di kota yang hanya 38,9 persen." Ini berarti pengaruh sikon yang berlaku lebih banyak berpengaruh di kota, calon konstituen di desa masih bisa diharapkan. Sasarannya, garap daerah kota, jelas pengaruh media besar di kota, counter rumors harus dilakukan dengan cerdas dan silent.
"Tingkat kepuasan atas kinerja SBY di kalangan responden yang berlatar belakang pendidikan tinggi (39,5 persen), SLTA (44,1 persen), SLTP (50,3 persen) dan SD (54,0 persen)." Untuk pemilu dan pilpres 2014, fokus ke SLTA dan perguruan tinggi, terlihat makin tinggi pendidikan makin rendah kepercayaannya. Nah, disikapi dengan strategi menjual suatu yang realistis dan logic. Sasaran atau target calon konstituen ini sudah berfikir dari perut keatas kepala.
"Tingkat kepuasan publik atas kinerja SBY di bidang ekonomi, pada Juni 2011 mencapai 35,7 persen, di bidang politik (33,9 persen), di bidang penegakan hukum nasional (33,1 persen) dan di bidang keamanan nasional ( 14,9 persen)." Angka kepuasan bidang ekonomi, politik dan penegakan hukum rata, sekitar 33-35 persen, fokus terlemah terlihat berada pada soal keamanan nasional.
Artinya masyarakat gundah dengan sikon keamanan, jadi perlu difokuskan penanganan masalah 'kamnas', diantaranya soal penanganan kerusuhan, ancaman teror. Diperlukan analisa yang lebih mendalam untuk mengantisipasinya. Pengaruh media sangat besar disini, Perlu diwaspadai perbedaannya jauh dari tiga bidang lainnya sekitar 18 persen. Pada awal pemerintahan Presiden Soeharto, yang di tekankan adalah stabilitas keamanan. Tanpa sikon keamanan yang lebih mantap, masyarakat akan makin tidak percaya.
Selain itu, Sunarto sebagai peneliti senior menyebutkan bahwa SBY dianggap tidak memiliki operator politik untuk membantunya menuntaskan masalah."Sebagai seorang presiden, SBY tentu berbicara pada level umum, sedangkan operator politiknya bertugas menuntaskan masalah secara mendetail," katanya.
Saran Sunarto jelas ada benarnya, kita lihat bagaimana para operator dari Partai Demokrat yang mewakili partai, apakah benar kredibel, bijak dan mumpuni. Contoh terbaik adalah Partai Golkar yang mampu menyalip PD pada survei terdahulu. Operator Golkar jauh lebih mapan dan tidak emosional, beberapa kartunya terlihat berpengalaman dan mampu dimainkan dalam beberapa peran. Sementara peran Bang Ical (Aburizal Bakrie) tampil flamboyan, simpatik, kaya dan confident dalam beberapa iklan Golkar. Citra Golkar naik karena peran Ketua umumnya lebih mapan dibandingkan pesaing lainnya. Dia mampu memegang penuh atas kontrol partainya, tidak ada pembantahan, semua mendukungnya.
Nah apakah operator Demokrat mampu mengimbanginya? Partai Demokrat terkesan semua terfokus pada Pak SBY. Penulis pernah menulis bahwa Pak SBY jauh lebih besar dibandingkan Partai Demokrat. Ini baik, dalam militer disebut jalur komando dan kendalinya satu, mirip kodal Pak Harto. Tetapi dalam penilaian fungsi pengamanan intelijen justru merupakan kerawanan utamanya. Kerawanan menurut intelijen adalah sebuah kelemahan yang apabila di eksploitir oleh pihak lawan atau pesaing akan menyebabkan kelumpuhan. Perolehan suara PD akan runtuh apabila citra Pak SBY runtuh. Karena itu DPP PD memang harus memainkan operator politik yang kredibel, matang, simpatik dan berpengalaman.
Menurut penulis, Anas sebagai Ketua Umum sebaiknya lebih muncul dan lebih 'firm', misalnya dalam menjelaskan kemelut Nazarudin. Jangan berikan kepada Bang Ruhut misalnya, level Ruhut masih dibawah Bang Ical. Ingat, konstituen pada era demokrasi kini lebih kritis dan cerdas dan berani. Pada survei bebrapa waktu lalu tercatat konstituen PD ada yang pindah ke Golkar. Ini signal bahaya awal bagi PD. Jadi jangan mainkan kartu angka, turunkan kartu Ace atau bahkan Joker.
Segera satukan pendapat, jangan diambangkan. Perlu kehati-hatian menangani kemelut berbau korupsi di partai, diperlukan ketegasan dari Anas sebagai Ketua Umum. Ketegasan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Partai Demokrat SBY untuk mengusut kasus Nazarudin sebaiknya di tonjolkan, dan dilakukan tanpa melakukan character assasination. Memang sulit nampaknya pembersihan masalah ini. Turunnya kredibilitas Pak SBY sebagai icon PD apabila dibiarkan, akan sangat berpengaruh terhadap konstituen PD dan lebih jauh lagi akan sangat berpengaruh terhadap perolehan suara PD pada pemilu 2014.
Demikian sedikit ulasan penulis terhadap hasil survei LSI. Fokus pemerintah kini sebaiknya lebih fokus terhadap masalah yang terkait dengan keamanan nasional, ini intinya yang perlu dituntaskan dan ditingkatkan. Pak SBY tidak perlu disibukkan dengan pemikiran meninggalkan kenangan seperti membuat monumen, membuat jembatan antar pulau ataupun candi seperti saran beberapa orang. Rakyat kini agak resah dalam ketenangan hidupnya, yang resah adalah rakyat perkotaan dan mereka-mereka yang terdidik. Penulis kira itulah inti hasil survei, semoga bermanfaat bagi para pembaca/netters. Terima kasih atas kesediaan dan kesetiaan membaca ulasan Old Soldier ini. Prayitno Ramelan.