Tina Talisa, Pray, BHD dan Teroris
15 May 2010 | 1:23 pm | Dilihat : 167
Semua nama yang dipakai dalam judul jelas berhubungan satu sama lainnya, walau pada akhirnya topik pembahasan ya tetap saja teroris. Pada Kamis malam (13/5) penulis diundang untuk yang ke empat kalinya oleh TV One sebagai narasumber pada acara Apa Kabar Indonesia Malam. Topik pembahasan adalah berita penyergapan teroris di Cawang, Cikampek dan Sukoharjo. Dalam talk show yang waktunya sangat sempit, karena ramainya iklan dan berita lainnya, memang terasa ruang diskusi menjadi sangat terbatas. Penulis diundang bersama Kombes Pol Zulkarnaen dari Dispenum Mabes Polri.
TV One mempunyai beberapa presenter andalan, dan kini tiga yang telah penulis kenal, Yenny Yusra, Rahma Sarita dan Tina Talisa. Masing-masing mempunyai kelebihan pastinya. Tina yang malam itu bajunya matching dengan penulis menanyakan tentang penyergapan di Cawang, Cikampek dan Sukoharjo, yang menurut kabar burung adanya rekayasa. Oleh Kombes Pol Zulkarnaen dijelaskan, bahwa itu adalah operasi Densus-88 yang dilakukan sebagai pengembangan lanjutan dari pengakuan tersangka pelarian dari Aceh. Jadi tidak ada rekayasa yang dilakukan oleh Polri.
Dalam hal ini penulis menjadi heran dengan berita yang beredar, tentang rekayasa yang katanya untuk mengalihkan kasus Susno. Sehebat dan seberani apapun kalau toh itu rekayasa, Polri tidak akan berani mengambil resikonya. Karena teror adalah ancaman nyata, dan bukan tidak mungkin si pembuat berita suatu saat bisa saja juga berada di daerah penyerangan. Apakah hanya untuk menutup kasus Susno harus ada orang yang dikorbankan dan ditembak mati? Mari kita berfikir lebih realistis dan logis.
Memang disisi lain wajar saja apabila ada tuduhan seperti itu. Dengan terjadinya pembongkaran Markus oleh Komjen Pol Susno yang membongkar aib di institusinya, berkait ke kantor pajak, maka kembali stigma negatif memukul institusi penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat ini. Dalam hal yang satu ini tugas Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri (BHD) memang sangat berat. Membersihkan institusi, menaikkan citra, menimbulkan kembali kepercayaan masyarakat jelas membutuhkan effort yang tidak sedikit dan harus didukung peneuh segenap anggota Polri. Apabila hal tersebut tidak cepat teratasi maka pameo lama yang berbunyi kalau lapor kehilangan ayam, justru akan kehilangan kambing akan menjadi kata-kata "pokoknya jangan lapor polisi kita selesaikan sendiri". Nah ini kan artinya rakyat sama sekali tidak percaya kepada polisi. Yang terjadi, di negara kita akan berlaku hukum rimba. Kita doakan semoga semuanya segera bisa diselesaikan.
Kembali ke topik talk show, saat Tina menanyakan bagaimana perkembangan teroris, penulis menyampaikan bahwa dari hasil beberapa penyergapan, terlihat akan ada perubahan pola serangan teroris. Mereka lebih berkonsentrasi mengumpulkan logistik berupa peluru dan senjata. Ribuan peluru, khususnya AK47 dan M16 ditemukan di Cikampek dan Sukoharjo. Pada teori intelijen, dalam menilai musuh, perlu diketahui order of battle (ORBAT) atau susunan bertempur musuh. Kita harus mengetahui, pertama kekuatan, ini menyangkut jumlah baik berapa kekuatan teroris maupun apa yang mereka miliki untuk melakukan penyerangan. Kedua, kemampuan, apa kemampuan teroris, mampu mengebom, menyandera, menculik, atau melakukan serangan senjata?. Ketiga Kerawanan, yaitu yang ada pada pihak teroris. Keempat Niat, apa niat mereka dalam melakukan serangan.
Nah, dari dari pengamatan selama ini, penulis lebih memperkirakan bahwa mereka akan merubah pola serangan. Nampaknya mereka sudah tidak lagi memiliki bahan pembuat bom dalam jumlah banyak. Disamping itu, beberapa ahli pembuat bom handal mereka telah tewas. Mereka kini melakukan penimbunan peluru, membangun tempat latihan di Aceh, membentuk kader dan melakukan latihan penggunaan dan pertempuran senjata. Pada tempat latihan di Aceh tercatat beberapa spesialis pertempuran lulusan pusat latihan militer camp Mindanao. Nah dari dasar tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kelompok Dulmatin ini jelas akan merubah pola serangan dengan serangan senjata, menggunakan senjata serbu AK47 dan M16. Dari pengungkapan di Jatiasih dan Medan didapat dokumen bahwa Presiden SBY akan dijadikan target. berkaitan dengan ini penulis menyarankan, pengamanan VIP dan VVIP perlu ditingkatkan. Mereka kemungkinan sedang merencanakan serangan ala Mumbai, kemungkinan besar tidak lagi dengan bom. Itulah substansi talk show malam itu. Hal ini juga pernah penulis ungkapkan pada artikel terdahulu.
Pada akhir talk show, penulis menyampaikan titipan pesan dari Menko Polhukam yang sempat berkomunikasi sebelumnya bahwa teroris bukan hanya musuh polisi, tetapi musuh seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu marilah kita bersama berperan memberantas teroris sesuai kapasitas masing-masing. Dalam program de-radikalisasi, diharapkan para tokoh masyarakat dan agama ikut berperan mensukseskannya.
Yang kemudian menarik, pada Jumat (14/5) Kapolri membuat pernyataan seputar penyergapan teroris. Konferensi pers juga di hadiri Menko Polhukam Marsekal TNI (Pur) Djoko Suyanto dan Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi. Kapolri mengungkapkan penemuan dokumen yang sangat mencengangkan dan menggiriskan. Disebutkan oleh BHD bahwa teroris sedang mempersiapkan pola serangan meniru teror di Mumbai, India bulan Maret lalu. Mereka akan menyerang pusat-pusat keramaian dan hotel-hotel yang banyak orang asing, khususnya Amerika Serikat. Lokasi assasination yang dipilih meliputi sejumlah daerah di Jawa dan di Jakarta. Teroris akan menyerang secara bergelombang, mereka mempersiapkan serangan yang diyakininya sebagai mati syahid.
Selanjutnya BHD menjelaskan bahwa mereka merencanakan akan melakukan penyerangan pada upacara 17 Agustus 2010. Serangan sudah mereka persiapkan dengan matang, dan terencana. Terbukti Densus berhasil menyita ratusan ribu amunisi, puluhan senjata laras panjang dan pendek, seragam dan perlengkapan militer lainnya. Mereka telah menugaskan Suhardi alias Usman alias Rusiken Nur ke Mindanao untuk mengambil 23 pucuk M16 dan launcher (rudal panggul). Sumber dana didapat dari beberapa pendukung pasif, yaitu Dr. Syarif Usman, Rp200 juta, Abdullah Haris Rp400 juta, Hariyadi Usman Rp150 juta, Ahmad Maulana Rp250 juta
Tanggal 17 Agustus yang bertepatan dengan 7 Ramadhan mereka nilai sebagai amaliyah Badar atau operasi tujuh Ramadhan, bulan terbaik untuk mati syahid. Para teroris terinspirasi perang Badar yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun 2 Hijriah. Presiden dan para pejabat akan dibunuh, kemudian mereka akan mengangkat Amir, mengganti NKRI menjadi Emirat Islam Indonesia. Langkah itu mereka sebut percepatan perubahan dari negara demokrasi menjadi negara syariat Islam. Selain mendeklarasikan NII, teroris akan menjadikan Indonesia sebagai basis Daulah Islam Asia Tenggara, Aceh dipilih sebagai wilayah Qoidah Aminah atau basis perjuangan. Mereka secara ideologis terhubung dengan gerakan radikal lainnya seperti Emirat Islam Afghanistan, Emirat Islam Irak, Emirat Islam Kaukasus Utara, dan As Sahab Somalia.
Kapolri juga menjelaskan bahwa kelompok yang kini beroperasi punya struktur yang sangat rapi. Amir mereka Dulmatin (tewas), Bendahara Ubeid (tertangkap), Majelis Syuro Jaja (tewas), penanggung jawab logistik (senjata), Mahfud (tertangkap), penanggung jawab makan Yudi Zulfahri (tertangkap), Ardi (tertangkap), penanggung jawab pelatihan Mustaqim (tertangkap). Terkait penyergapan terbaru di Cikampek, Cawang dan Sukoharjo. Korban tewas teridentifikasi empat orang, yaitu Maulana alias Ahmad Zaki Maulana, Saptono alias Pak Tuo, Ujang Michrodin alias Abu Abi, Dani Ramdani, dan satu lainnya dengan label Mr.X. Yang tertangkap di Sukoharjo Solo adalah Erwin, Eko Purwanto dan Abdul Hamid. Dari 56 tersangka yang tertangkap hidup, mereka umumnya terkait dengan jaringan teroris JW Marriott 2009, Jaringan serangan Kedubes Australia 2004 dan Bom Bali-2 tahun 2005.
Nah, dari beberapa informasi tersebut, terbukti bahwa jaringan atau sel-sel teroris masih terus berkembang dan ternyata masih bisa eksis untuk melakukan aksinya. Menurut teori pelaku organisasi kelompok teroris, komposisi kelompok teror terdiri dari Ketua/pimpinan, kader aktif, pendukung aktif, pendukung pasif dan simpatisan. Dalam ketentuannya, apabila ketua pimpinan tidak aktif maka kader aktif langsung akan mengambil alih operasi. Dengan tewasnya Dulmatin, kelompok ini akan memilih pemimpin baru. Dari kader aktif yang masih belum tertangkap, tercatat beberapa nama yaitu Abdullah Sonata, Umar Patek dan Zulkarnain.
Target utama Densus menurut Kapolri adalah Sonata yang dikatakannya sangat militan dan berbahaya. Nampaknya Sonata adalah kader aktif yang akan naik peringkat menjadi pimpinan. Selain itu beberapa nama lain yang diungkap Kapolri adalah para kader aktif, dan pendukung aktif. Kader aktif yang disebutkan adalah tokoh penting dalam infra struktur teroris kelompok Dulmatin. Mereka menjabat sebagai penanggung jawab dalam elemen pendukung (supporting unit), Mahfud, Yudi, dan Ardi, kelompok pelatihan (training unit) Mustaqim. Nampaknya Maulana dan Saptono yang tewas termasuk dalam elemen militer (tactical Unit), termasuk yang disiapkan untuk melakukan penyerangan. Selain itu upaya rekrutmen yang dilakukan di Aceh memang kini jelas telah dipersiapkan untuk melaksanakan aksi teror bersenjata.
Dengan demikian, maka pengungkapan jaringan oleh Densus-88 kali ini merupakan sebuah informasi intelijen yang sangat penting dalam upaya Polri melakukan counter terorism. Kini data ORBAT semakin lengkap, baik kekuatan, kemampuan, kerawanan dan niat mereka lebih terbaca. Densus semakin mantap melakukan mapping, para pendukung pasif dan simpatisan juga makin terbaca. Seperti yang disampaikan oleh Menko Polhukam, teroris adalah musuh rakyat Indonesia, mohon kita berpartisipasi ikut memberantas sesuai kapasitas masing-masing. Semoga bermanfaat.
PRAYITNO RAMELAN, Mantan Penasehat Menhan Bidang Intelijen.
Foto dokumen pribadi.
Sumber: http://hankam.kompasiana.com/2010/05/15/tina-talisa-pray-bhd-dan-teroris/ (Dibaca: 1991 kali)