Antara Ical dan US Marine Corps
9 May 2010 | 12:00 pm | Dilihat : 150
Membaca situasi perpolitikan di negeri ini, dimana Golkar dan Aburizal Bakrie (Ical) mendadak berada diatas angin. Penulis teringat kepada US Marine Corps (USMC) atau Koprs Marinir Amerika Serikat yang sering diatas angin dalam menghadapi kerasnya pertempuran. Banyak musuh AS selalu bergetar apabila harus berhadapan dengan mereka. Motto Korps ini adalah Semper Fidelis, yang berarti selalu setia, setia kepada negaranya sampai mati. Tetapi yang menggiriskan musuh USMC adalah benderanya yang berwarna hitam dengan simbol tengkorak bertopi hijau dengan hiasan senjata M-16 bersilang. Yang lebih meyakinkan pasukan elit ini adalah kalimat yang tertulis si bendera itu "MESS WITH THE BEST, DIE LIKE THE REST," yang mempunyai arti sekaligus tekanan psikologis bagi lawannya, "Jika kamu berani bermain-main dengan kami yang terbaik ini, maka kamu akan mati seperti mereka terdahulu yang pernah mencoba bermain-main dengan kami."
Disini USMC menekankan kepada lawannya, jangan coba mengganggu dan bermain-main dengan Amerika, anda dipastikan akan mati seperti mereka yang terdahulu itu. Itulah kalimat kebanggaan dan kesombongan yang di tempakan pada dada setiap prajurit USMC dimanapun mereka berada. Karena kemampuan dan bukti yang mereka buktikan, maka USMC dipercaya bertugas sebagai pasukan penggempur dan pengaman seluruh kedutaan AS di dunia, terlibat disemua lini pertempuran, disamping pasukan special forces lainnya seperti Navy Seals, Air Force SOC, Green Berret.
Nah, kini kita lihat perkembangan politik terakhir di tanah air. Sebagai kelanjutan kemelut Century Gate, kita tahu bahwa pemerintah ditekan berat secara politis agar Wapres Budiono dan Menkeu Sri Mulyani untuk diperiksa secara hukum dan diminta mundur. Parpol penekan adalah PDIP sebagai oposan, Golkar dan PKS sebagai teman koalisi, yang anehnya hanya mengakui berkoalisi dengan Pak SBY, bukan Partai Demokrat. Partai Golkar adalah partai yang demikian kencang meminta khususnya Sri Mulyani untuk mundur. Kita semua pasti sudah faham bahwa antara Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan Menkeu Sri Mulyani ada sedikit masalah, khususnya yang menyangkut urusan pajak.
Mendadak Sri Mulyani memutuskan mengundurkan diri sebagai Menkeu, dan akan menjabat sebagai Direktur pelaksana Bank Dunia di Washington setelah mundur pada 1 Juni 2010. Permohonan pengunduran diri telah disetujui oleh Presiden SBY. Tak lama berselang tersiar berita, telah terbentuk sebuah Sekretariat Gabungan Partai Koalisi pendukung SBY-Boediono (Sekgab Koalisi), dimana SBY sebagai Ketua, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai ketua harian, dan Mekop dan UKM Syarief Hasan sebagai sekretaris. Ketua Fraksi Demokrat Anas Ubaningrum mengatakan bahwa partai-partai koalisi bersepakat untuk membina koalisi komprehensif di pemerintahan dan parlemen, tanpa kehilangan identitas dan eksistensi politik masing-masing. Juga disebutkannya bahwa Sekgab Koalisi akan membahas isu-isu dan agenda strategis yang akan dilaksanakan bersama oleh seluruh partai koalisi.
Aburizal menyatakan bahwa dia telah berbicara dengan Presiden SBY, tidak ada deal politik soal mundurnya Sri Mulyani. Ical menjelaskan hubungannya selama ini hanya sebatas sebatas memberi masukan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Ical menjelaskan bahwa sebagai bagian koalisi, sudah sepantasnya Golkar menjaga kabinet atau pemerintahan hingga 2014. Syarief Hasan mengatakan bahwa pembentukan Sekretariat atas arahan presiden, karena beliau sebagai pimpinan tertinggi koalisi parpol.
Nah, dari perkembangan situasi dan informasi tersebut, sebetulnya terlihat sebuah kesepakatan antara Partai Demokrat (Pak SBY) dengan Partai Golkar, dibuktikan dengan pembentukan Sekgab tersebut. Kesepakatan keduanya merupakan sebuah langkah wajar pada dunia politik, dimana antara Partai Demokrat dan Golkar dapat mengakhiri sebuah komplikasi politik yang demikian serius pada beberapa waktu sebelumnya. Kepiawaian SBY dan kehandalannya sebagai pengatur ritme politik patut diacungi jempol. Penarikan kubu Golkar untuk lebih merapat adalah sebagai bagian dalam mempertahankan mayoritas suara di parlemen setelah PDIP melalui Megawati menolak tawaran untuk bergabung. Memang tidak ada pilihan bagi SBY selain merangkul lebih erat Ical lengkap dengan Golkarnya. Dalam politik jelas dibelakang itu semua dapat dipastikan telah terjadi pembicaraan khusus. Semua diselesaikan SBY dengan win-win solution. Sri Mulyani mundur dengan diberi posisi yang tetap terhormat, Ical sebagai lawan politik ditarik dengan posisi yang juga terhormat.
Nah, kini bagaimana dengan kelanjutan pemerintahan, pemilihan pengganti Sri Mulyani? Dari berita yang berkembang, nampaknya yang agak kurang bisa merapat ke Demokrat adalah PKS. Tidak ada tanda-tanda PKS diberi posisi lebih pada saat ini. Memang basis Demokrat dan PKS berbeda, kalau dengan Golkar lebih nyaman karena sama-sama nasionalis. Menurut berita yang berkembang apabila pada bulan Juni akan dilakukan reshuffle, maka menteri Golkar akan bertambah, dan kemungkinan PKS akan dikurangi.
Dengan demikian maka, yang dapat dinilai pandai adalah pimpinan koalisi, yang mampu mengatur ritme politik. Golkar dibawah Aburizal Bakrie menunjukkan mampu mengambil posisi terbaik sebagai parpol yang berpengalaman. Yang untung adalah SBY dan Golkar. Walau kini Ical hanya berada diposisi pelaksana harian, dia tetap menunjukkan bahwa power yang dimilikinya demikian kuat. Aburizal Sabtu (8/5) menanggapi soal Century, "Sekarang proses di KPK sedang berjalan. Saya tegaskan, proses itu tidak bisa dihentikan karena koalisi. Sekarang sudah masuk proses hukum. Selesaikan kasus Century ini sampai tuntas."
Dengan demikian penulis berani mengatakan Ical ini mirip dengan US Marines, jangan main-main deh sama saya, siapapun akan terjungkir nanti. Bukti memang tidak terbuka, tetapi begitu Sri Mulyani mundur, tekanan Golkar mengendur, gambaran menjadi jelas bukan? Sasaran personal menjadi lebih nyata. Oleh karena itu nampaknya presiden perlu memperhitungkan dalam memilih pengganti Sri Mulyani. Akan lebih kuat apabila calon adalah seorang profesional yang menjadi bagian dari sebuah parpol, dimasa kini pejabat tetap butuh perlindungan politik. Jelas tidak mudah menduduki kursi Sri Mulyani yang hebat itu, dan kini dipercaya oleh sebuah badan internasional yang bernama Bank Dunia.
Selamat jalan dan semoga sukses Mbak Ani, masalah jangan dihindari, tetapi diselesaikan. Penulis pribadi ikut bangga ada wanita Indonesia menjadi pejabat tingi di dunia internasional. You are best of the best.
PRAYITNO RAMELAN, Pemerhati Intelijen, Penulis Buku Intelijen Bertawaf.
Sumber: http://politik.kompasiana.com/2010/05/09/antara-ical-dan-us-marines-corps/(Dibaca: 1358 kali)