Terima Kasih TV One

18 March 2010 | 6:45 am | Dilihat : 159

TV One merupakan salah satu stasiun teve yang secara perlahan mulai menjadi salah satu teve berita yang diunggulkan, selain itu Metro TV adalah seniornya yang sudah duduk lebih dahulu dalam menayangkan berita-berita aktual. Dalam beberapa kesempatan, penulis telah diundang oleh TV One sebagai narasumber untuk ikut memberikan pendapat dan pandangan seputar masalah teroris yang akhir-akhir ini langsung menenggelamkan berita Century yang dalam beberapa bulan terakhir telah membuat bangsa ini bergetar. Pertama penulis diundang pada acara Apa Kabar Indonesia, Sabtu pagi (13/3), yang disiarkan live. Pada acara tersebut penulis yang diundang bersama Mas Wawan H.Purwanto, pengamat intelijen, diwawancarai oleh Yenny dan Mas Bagus. Acara pagi itu yang merupakan sebuah acara bedah buku kedua nara sumber telah penulis tuangkan dalam  artikel di Kompasiana dengan judul, TV One, Intelijen Bertawaf dan Terorisme.

Kesempatan kedua, Senin (16/3) penulis kembali diundang oleh TV One pada acara Jakarta Lawyers Club. Sebagai "host" pada acara tersebut adalah boss besar TV One, Bapak Karni Ilyas. Acara ini masuk sebagai salah satu nominasi dalam Panasonic Award. Sebagai narasumber, selain penulis juga hadir Irjen Pol (Purn) Ansyad Mbai, Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dan  Kombes Pol Dr.Petrus Reinhard Golose, dari Bareskrim Mabes Polri. Keduanya adalah tokoh yang sangat faham dan piawai, langsung menangani pemberantasan teror. Selain itu juga  diundang tokoh PKB, anggota DPR  Effendy Khoiri, dan Profesor Azyumari Azra Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dalam diskusi dengan para lawyer tersebut dibahas masalah terorisme, diantaranya penanganan teror, berita aktual kegiatan teror, masalah Dulmatin, penembakan pelaku, serta UU Nomor.15/2005 tentang Terorisme. Penulis menyampaikan pengertian teror serta strategi penyelesaiannya. Ada dua strategi yang harus di kerjakan yaitu strategi politik dan budaya, disamping strategi militer, dimana strategi budaya adalah bagian yang sangat penting dan baru sedikit di pikirkan. Karena keterbatasan waktu dan banyaknya narasumber, penjelasan yang penulis berikan terasa masih kurang lengkap.

Pada Rabu (17/3) malam penulis kembali diundang oleh TV One untuk memberikan pandangan dalam diskusi masalah perkembangan penanganan terorisme. Acara yang dikenal pemirsa dengan judul Kabar Indonesia Malam dimulai pukul 21.00 malam dengan durasi sekitar 45 menit. Malam itu penulis di wawancarai oleh Rahma Sarlita di studio TV One, Wisma Nusantara dan di Aceh terdapat Bapak Al Chaidar, pengamat Terorisme. Diskusi masih seputar perkembangan teror di Indonesia, pengejaran beberapa orang teroris yang masih melarikan diri serta ancaman lebih lanjut dari teroris.

Pada kesempatan itu, penulis menyampaikan pandangan dan penjelasan. Terorisme adalah suatu mazhab/aliran kepercayaan melalui pemaksaan kehendak untuk menyampaikan pesannya, dimana mereka melakukan tindakan yang menjurus kearah kekerasan dengan melakukan penculikan, pembunuhan dan pengeboman. Menurut ilmu intelijen, teror adalah salah satu sarana intelijen pengalangan (conditioning), dengan motif politik dan kriminal. Dari beberapa kasus bom bunuh diri sejak 2002 di Bali, sangat jelas terlihat motifnya adalah politik. Para teroris ini merasa menjadi instrumen pengadilan. Dari enam sasaran, maka pesan yang terbaca adalah sebuah tekanan dan ancaman terhadap fasilitas dan warga Amerika dan sekutunya di Indonesia.

Setelah perang dingin antara blok Timur dan Barat selesai, maka kini yang terjadi adalah peperangan antara AS disatu sisi dan Al-Qaeda dilain sisi. Osama Bin Laden, sebagai pimpinan Al-Qaeda mengatakan bahwa Amerika dan Inggris  "Telah membagi seluruh dunia ,menjadi dua wilayah, yang satu adalah wilayah iman, di mana tak ada kemunafikan, dan yang lainnya adalah kekufuran, yang semoga kita terlindung darinya," (Michael Scott Doran). Dijelaskannya bahwa AS dan sekutunya adalah penyembah berhala yang harus dimusuhi. Itulah fatwa yang disampaikannya dan kemudian dengan cepat bergulir keseluruh dunia. Fatwa tersebut demikian banyak mempengaruhi masyarakat muslim diseluruh dunia, terutama di negara-negara Arab.

Tanpa disadari, cukup banyak warga Indonesia yang terkontaminasi pengaruh kebencian terhadap AS tersebut. Terorisme bukanlah sesuatu yang di dewakan, mereka hanyalah menyalakan fanatisme yang sudah ada di hati umat. Inilah sebetulnya ancaman yang paling berbahaya, dimana fanatisme kemudian dibentuk menjadi sebuah fanatisme sempit dan akan berubah dan membentuk orang menjadi radikal. Di dalam ilmu intelijen, pengaruh fatwa Osama terhadap masyarakat disebut sebagai upaya pengkondisian atau juga dikenal sebagai "intelligence conditioning." Inilah sebetulnya salah satu akar permasalahan terbentuknya teroris di Indonesia.

Bagaimana upaya menyelesaikan masalah? Seperti yang dilakukan negara-negara besar dalam menangani terorisme, dilakukan tiga strategi yaitu militer, politik dan budaya. Pengertian negara-negara Barat di sektor militer adalah tindakan atau operasi tertutup untuk menghancurkan teror. Mereka yang merencanakan dan membantu operasi teroris harus mengerti mereka akan diburu dan dihukum. Untuk Indonesia, penanganan teroris selama ini terkesan lebih dibebankan hanya kepada Polisi. Penanganan Polri sudah demikian bagus, berhasil melumpuhkan sel-sel teroris, dan menyebabkan beberapa tokoh besar tertembak mati. Kondisi di lapangan sering memaksa polisi terpaksa harus melakukan penembakan terhadap teroris yang bersenjata dan juga diketahui mempunyai bom.

Dalam strategi politik, yang penulis maksud adalah penataan sistem politik, adanya sebuah konsensus nasional, bahwa teror adalah tindak illegal yang sangat berbahaya dan melanggar UU. Dalam membahas masalah terorisme, maka diharapkan para elit politik sepakat dan satu suara. Beberapa saran dari Kepala Desk Anti Teror untuk merevisi UU Nomor.15/2003 sebaiknya dipikirkan dan disikapi oleh DPR, karena penanganan teror di lapangan jelas berdasarkan Undang-Undang. Strategi Budaya, adalah sebuah tindakan preventif, bagaimana kita bersama harus meluruskan cara pandang dan cara berfikir yang salah, khususnya tentang masalah jihad dan mati syahid. Strategi sebaiknya dilakukan oleh beberapa instansi terkait seperti Departemen Agama, Sosial dan Pendidikan, dengan melibatkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Kita sebaiknya memahami semesta simbolis untuk melemahkan pengaruh dari fatwa dan ideologi Osama Bin Laden, dimana beberapa dari  masyarakat kita telah diseret masuk kedalam peperangan yang kini sebenarnya tengah berlangsung nun jauh disana.

Tindakan dalam teror dengan motif politik yang kini terjadi adalah implementasi dari sebuah operasi intelijen yang  sedang berlangsung di Indonesia. Kita tidak bisa terus menunda dalam menyelesaikan masalah berat ini. Awal dari semuanya menyangkut serangan keyakinan, karena itu pemerintah harus merebut hati dan pikiran mereka yang terpengaruh. Penanganan teror harus tegas, cerdas dan bijaksana, karena yang terkontaminasi adalah warga negara kita tanpa mereka sadari.

Penyelesaian dengan kekerasan hanyalah memangkas daun dan ranting dari teror, sementara akar dari pohon tetap kokoh bertahan dan sewaktu-waktu mereka akan dapat tumbuh dan bersemai kembali. Selamat bertugas bagi mereka yang masih mengemban amanah. Yang perlu diingat bahwa masalah teror bukan hanya masalah  Polri semata, ini adalah tanggung jawab kita bersama, termasuk juga tanggung jawab media yang ada. Terima kasih TV One yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyampaikan pandangan kepada masyarakat, tentang bahaya dan saran penyelesaian masalah terorisme.

PRAYITNO RAMELAN. Mantan Penasihat Menhan Bidang Intelijen yang kini bangga sebagai teman para Kompasianer.

Sumber: http://hankam.kompasiana.com/2010/03/18/terima-kasih-tv-one/

(Dibaca: 1109 kali)

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.