Nama Purnomo Yusgiantoro cukup dikenal sebagai salah satu orang pintar di Indonesia. Beliau adalah seorang ilmuwan dengan gelar dan nama lengkapnya Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro MSc., MA., Ph.D (58th). Belum lagi pengalaman penugasannya, pada Kabinet Indonesia Bersatu-I, Pak Purnomo menduduki jabatan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak 21 Oktober 2004 hingga 21 Oktober 2009. Nah, tanggal 22 Oktober Purnomo akan dilantik presiden menjadi Menteri Pertahanan menggantikan Prof Juwono Sudarsono (67 th). Dalam proses pembentukan kabinet, seperti dikatakan presiden yakin akan terjadi suara pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Tapi hal itu dinilainya sebagai hal yang wajar dalam demokrasi. Presiden menyatakan tidak mungkin gegabah dalam menyusun dan menetapkan menteri. "Selama 10 hari terakhir saya dibantu tim kecil bekerja untuk memastikan dengan benar (penyusunan kabinet),” tambahnya. Presiden berharap para menteri yang baru bisa menjalankan tugas dengan baik, efektif, sehingga keseluruhan program kerja kabinet lima tahun mendatang bisa dicapai dengan hasil baik.
Beberapa kalangan menilai penempatan Pak Purnomo sebagai kurang tepat, nama yang santer disebut selama ini adalah Prof Muladi, Gubernur Lemhannas dan Theo Sambuaga, Ketua Komisi-I DPR RI. Dengan pertimbangan tertentu Presiden SBY akhirnya memilih beliau sebagai Menhan. Pendapat negatif tersebut dibantah oleh bekas Menhan Juwono, yang mengatakan kepada salah satu surat kabar "Kebetulan salah satu bidang yang saya minati adalah masalah pertahanan. Begitu juga Pak Pur. Ia juga ahli dalam bidang keamanan energi dan pangan. Itu kaitannya dengan pertahanan erat sekali." Selanjutnya Juwono menjelaskan "Kalau rakyatnya tidak cukup pangan, maka pertahanannya akan lemah. Keamanan pangan dan energi itu bagian dari tugas umum Dephan. Jadi pertahanan dalam arti luas, bukan hanya militer." Menhan baru Purnomo, tercatat juga memiliki pengalaman dibidang pertahanan, sebagai wakil Gubernur Lemhannas.
"Sejak di Lemhannas, beliau sudah faham sekali soal pertahanan darat, laut dan udara. Karena seperti saya dulu di Lemhannas, kita berinteraksi lama dengan para perwira Angkatan Darat, Laut dan Udara. Jadi penglihatan beliau utuh" jelasnya. Tantangan kedepan bagi Dephan adalah bagaimana Dephan dalam jajaran Polhukam akan mengawal penugasan di jajaran ekonomi dan kesejahteraan rakyat dalam rangka pencapaian sasaran pemberantasan kemiskinan serta memelihara pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Nah, itulah sekedar informasi adanya kontroversi masuknya Pak Purnomo kedalam kantor penting di Merdeka Barat. Bagaimana sebenarnya posisi sipil yang dimasukkan kedalam kandang macan yang cukup menggentarkan tadi?. Mayoritas personil Dephan memang diawaki personil militer ketiga angkatan dan PNS yang juga bersumber dari angkatan. Penulis sempat bertugas sekitar empat tahun di Dephan sebagai Staf Ahli dan Penasihat Menhan pada era Menhan Matori Abdul Djalil (Alm). Seperti diketahui Juwono Sudarsono adalah Menteri Pertahanan pertama yang berasal dari kalangan sipil. Sebelum itu selama ± 40 tahun, dari tahun 1959 hingga 1999, Menteri Pertahanan selalu dijabat oleh kalangan militer, walaupun sebelum 1959 juga dijabat oleh sipil. Juwono menduduki jabatan Menhan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dipercaya sebagai Menteri Pertahanan (1999-2000), kemudian dia digantikan oleh Prof Mahfud MD.
Dalam lima tahun mendatang, kalau tidak ada aral melintang, Pak Purnomo akan memimpin Dephan, sebuah Departemen dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan pertahanan. Dephan merupakan salah satu dari tiga departemen (bersama Deplu dan Depdagri) yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945. Dephan tidak dapat diubah atau dibubarkan oleh presiden. Sejak reformasi Departemen Pertahanan Keamanan mereformasi diri dengan pemisahan TNI - Polri dan juga dilakukan pemisahan jabatan dimana Menteri Pertahanan sebagai jabatan politik, tidak lagi merangkap jabatan sebagai Panglima TNI.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, tugas Menteri Pertahanan diantaranya adalah, Membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara, Menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan Presiden, Menyusun Buku Putih Pertahanan serta menetapkan kebijakan kerjasama bilateral, regional, dan internasional di bidangnya, Merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya, Menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan komponen kekuatan pertahanan lainnya, Bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya serta menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.
Menteri Pertahanan dalam memimpin Departemen dibantu oleh Sekjen, Irjen, 5 orang Dirjen (Strahan, Rensishan,Pothan, Kuathan, Ranahan), 2 Badan (Litbang dan Diklat), 4 Pusat (Pusdatin, Pusku, Puskodifikasi dan Pusrehabcat). Para pejabat mayoritas berlatar belakang militer, walaupun ada Dirjen yang dijabat oleh sipil. Pejabat Sekjen dan Irjen adalah perwira tinggi TNI berbintang tiga, Dirjen bintang dua. Departemen Pertahanan adalah pemegang otoritas politik atas masalah-masalah dan kebijakan pertahanan. Sementara itu TNI mengelaborasi kebijakan pertahanan tersebut kedalam pengembangan postur TNI, doktrin, dan langkah-langkah lain yang berkaitan dengan pembinaan kekuatan dan tugas-tugas operasional. Dephan memegang akuntabilitas politik kebijakan, sedang Mabes TNI memegang akuntabilitas operasional.
Kedudukan TNI langsung di bawah presiden menurut ketetapan MPR Nomor VI dan VII/200, yang memberi arti bahwa Panglima TNI mempunyai kedudukan sejajar dengan Menhan. Dalam posisi ini berarti Panglima tunduk kepada presiden yang berkedudukan sebagai seorang panglima tertinggi. Hubungan TNI dengan presiden dan dengan Dephan seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan serta UU sebenarnya masih menempatkan TNI bukan sebagai bagian integral dari Dephan, itulah masalah internal yang mungkin perlu ditata dan dipikirkan lebih lanjut.
Selain itu suatu hal yang sangat prinsip, membangun militer yang kuat jelas melibatkan banyak faktor yang berpengaruh. Dimana anggaran kebutuhan bagi TNI yang berperan sebagai elemen terpenting kekuatan pertahanan negara tercatat masih sangat terbatas. Gambaran pelaksanaan pembangunan pertahanan terlihat dari Renstra 2005-2009, dengan visi mewujudkan pertahanan negara yang tangguh, berdaya tangkal, modern dan dinamis yang mampu menjaga dan melindungi eksistensi NKRI. Kebutuhan minimal anggaran anggaran dengan peningkatan bertahap dalam 5 tahun, mulai dari 1% PD, meningkat menjadi 2% hingga 2,5% pada akhir Renstra 2005-2009 sebesar Rp 418 Triliun. Anggaran Alutsista TNI sebesar US$3,702 M yang diajukan pada setiap tahun. Dalam kenyataannya, kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi sekitar 30-40% dari total kebutuhan.
Jatuhnya beberapa pesawat terbang militer yang merupakan alutsista, modernisasi pertahanan udara, semakin tuanya secara teknologi alutsista angkatan, merupakan masalah mendasar yang akan menjadi beban tangung jawab yang cukup berat bagi Menhan baru. Masalah penting lainnya yaitu pemisahan antara peran fungsi, tugas dan tanggung jawab bidang Pertahanan dan Keamanan, yang hingga kini belum secara penuh terselesaikan, masih banyak timbul masalah mendasar diantara keduanya. Sebagai contoh, penyatuan TNI-Polri dalam menangani ancaman bahaya terorisme saja sangat sulit terlaksana, terbentur dengan Undang-undang. Belum lagi masalah-masalah lain diantara keduanya.
Dari ketiga masalah pokok diatas, bagaimana dengan peran serta posisi Pak Purnomo. Walau selama lima tahun beliau bergelut dengan masalah energi dan sumber daya mineral, dengan bekal pendidikan dan terutama pengalamannya selama bertugas di Lemhannas, penulis yakin bahwa posisi beliau kini sebagai Menteri Pertahanan akan segera dikuasainya dengan baik. Masuknya Pak Purnomo jelas sebagai pejabat dengan kredibilitas tinggi, karena mantan Menhan Juwono sebagai salah satu seniornyapun memberikan apresiasi yang baik. Kebutuhan di Dephan adalah sebuah leadership, karena Dephan masih diawaki oleh demikian banyak perwira tinggi dan pemikir lainnya.
Bagian tersulit Pak Purnomo adalah bagaimana memperjuangkan apa yang disebut memenuhi anggaran kebutuhan minimal dari TNI tersebut. Tanpa anggaran pertahanan yang memadai, nampaknya kita tetap akan berada pada status quo konvensional, sementara negara-negara dikawasan sudah demikian jauh meningkat kemampuannya khususnya teknologi perangnya. Apabila ditinjau dari sisi "Order of Battle," kita jelas jauh tertinggal dengan tetangga. Yang kadang kita lupakan, kekuatan militer yang ampuh merupakan sebuah kekuatan diplomasi tersendiri. Hal ini nampaknya disadari oleh presiden dalam kondisi keterbatasan keuangan negara, seperti yang diungkapkannya saat pidato pelantikannya di MPR, " Indonesia kini dapat dengan leluasa menjalankan 'all direction foreign policy' dimana kita dapat mempunyai 'a million friends and zero enemy'."
Demikian sedikit informasi tentang Departemen Pertahanan serta Menhan yang baru. Selamat bertugas Pak Purnomo, semoga selalu mendapat perlindungan Tuhan YME dalam mengemban amanah yang amat mulia tersebut.
PRAYITNO RAMELAN
Sumber : http://politik.kompasiana.com/2009/10/22/dephan-dan-menhan-purnomo-yusgiantoro/ (Dibaca : 1067 kali)
This entry was posted in
Politik. Bookmark the
permalink.