Djoko Suyanto,The Blues, Yang Penulis Kenal

18 October 2009 | 9:49 am | Dilihat : 691

Hari Sabtu kemarin (17/10) hari tersibuk bagi Presiden SBY. Beliau memanggil 16 dari 34 calon menteri untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan di kediaman pribadinya Puri Cikeas. Salah seorang diantaranya yang dipanggil adalah Marsekal TNI (Pur) Djoko Suyanto,S.Ip, mantan Panglima TNI yang diproyeksikan akan  menjadi Menko Polhukam. "The Blues" demikian sebuah panggilan dikalangan perwira TNI AU terhadap sesama perwira karena seragamnya yang biru-biru, mirip panggilan team sepakbola terkenal Inggris Chelsea yang juga berseragam biru. Nah, salah satu member of the blues ini kini merupakan icon kebanggaan baik mereka yang masih aktif ataupun yang sudah purna di TNI AU. Agar publik lebih mengenal siapa salah satu pemimpin yang akan ikut mengurus negara ini, penulis mencoba menuliskan latar belakang kandidat Menko Polhukam tersebut, dari sisi sebuah pribadi yang penulis kenal.

Marsekal TNI (Pur) Djoko Suyanto, yang dilahirkan di Madiun pada 2 Desember 1950 ini adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara. Menyelesaikan SMA juga di kota madiun. Di masa mudanya, Djoko dikenal sangat disiplin. Dia juga selalu bersahaja dan tidak suka macam-macam. Sikap disiplinnya diwarisi dari sang ayah, Suparno, yang juga anggota TNI Angkatan Udara berpangkat Letnan Satu (Lettu). Setamat SMA Djoko masuk menjadi "karbol" atau taruna dan lulus menjadi Letnan Dua pada tahun 1973. Di Akabri, Djoko satu angkatan kelulusan dengan Presiden SBY dan Jenderal Pol (Purn) Soetanto.

Perjalanan karirnya di TNI AU sejalan dengan profesinya, yaitu Komandan Skadron Udara 14 (F-5E Tiger II), Madiun (1990), Komandan Lanud Jayapura (1992), Kepala Staf Koopsau I, Jakarta (2000), Panglima Koopsau II, Makassar (2001), Komandan Kodikau, Jakarta (2002), Asisten Operasi KSAU, Jakarta (2003), KSAU (2005). Kemudian karena dinilai berhasil dalam masalah leadership, Marsekal Djoko dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Panglima TNI sejak 13 Februari 2006 hingga 28 Desember 2007.

Djoko Suyanto merupakan perwira TNI AU pertama yang berhasil menjadi Panglima TNI, yang selama ini dijabat oleh perwira TNI AD dan pernah sekali dijabat oleh perwira tinggi TNI AL, Laksamana Widodo AS yang kini menjabat sebagai Menko Polhukam.  Pendidikan Djoko melengkapi dan mengikuti perjalanan karirnya. Setamat dari AAU 1973, pendidikan yang ditempuhnya  yaitu Sekolah Penerbang XX/Lulusan Terbaik (1975), Seskoau (1990), RAAF Flying Instructor Course, Australia (1980), Test Pilot Course F-5, USA (1982), F-5 Fighter Weapon Instructor Course, USA (1983), Joint Services Staff College, Australia (1995) dan KRA XXXII Lemhanas (1999).

Sejak berpangkat perwira pertama, penulis telah mengenal cukup dekat Djoko, sebagai salah satu pribadi yang menarik. Pengenalan penulis paling dekat adalah saat mengikuti pendidikan Sekolah Staf dan Komando TNI AU Angkatan-26 di Lembang Bandung. Penulis selama sebelas bulan  selalu bersama didalam satu sindikat. Disitulah penulis mempunyai kesempatan mengamatinya dan mengenal segala sesuatunya. Djoko yang saat mengikuti pendidikan berpangkat Mayor, oleh 101 orang siswa yang umumnya berpangkat Mayor hingga Letkol kemudian dipercaya menjadi Ketua Senat Siswa. Kepemimpinannya, kesederhanaan, disiplin, kecerdasaan serta cara pendekatan dan caranya menghargai orang lain telah membuat dirinya menonjol dan disukai dikalangan siswa. Penulis sejak itu dengan bekal ilmu "intelligence spotting" telah mengamati, dan bahkan memperkirakan, perwira ini mempunyai potensi menjadi salah satu calon pemimpin tertinggi pada "the blues corps."

Djoko, yang beristerikan Ratna Sinar Sari mempunyai dua anak, yaitu Yona Didya Febrian (Alm) dan Kania Devi Restya. Putra pertamanya meninggal diusia muda karena sakit dan putri keduanya telah menikah dengan salah satu the blues muda yang juga penerbang di Lanud Halim. Dalam mengikuti pendidikan, terlihat Djoko selalu berprestasi, ditunjukannya, sebagai lulusan terbaik sekolah penerbang TNI AU. Dia pernah mengikuti pendidikan sekolah  USAF Fighter Weapon Instructor School di Pangkalan Udara Nellis, Las Vegas, Nevada. Sekolah ini adalah standard pendidikan tertinggi penerbang tempur di USAF (United States Air Force). Pendidikan dengan persyaratan berat karena tidak semua penerbang tempur di Amerika-pun bisa lolos dan masuk dalam pendidikan tersebut. Dengan disiplin yang tinggi, fisik prima dan kecerdasan diatas rata-rata, Djoko berhasil lulus, bersama-sama Letkol Pnb Suprihadi. Suprihadi yang purnawirawan TNI AU dengan pangkat Marsekal Madya, yang mantan Sekjen Dephan tersebut adalah adik ipar penulis.

Nah, bagaimana dengan karir selanjutnya? Pengalamannya sebagai Panglima Koops, Kepala Staf TNI AU dan Panglima TNI adalah merupakan sebuah bekal yang dimilikinya, melengkapi disiplin, serta kecerdasan dalam berfikir cepat serta memutuskan sesuatu dalam kondisi kritis. Pengalaman sebagai penerbang tempur yang harus berfikir cepat dalam hitungan detik telah melatihnya selama bertahun-tahun. Sedikit saja kesalahan yang dibuat seorang penerbang tempur pada pendidikan tertinggi di USAF tersebut, taruhannya adalah nyawa. Karena memang demikian doktrinnya, mirip dan bahkan lebih tinggi dari yang terlihat di film "top gun." Djoko, telah teruji baik sebagai Kasau ataupun Panglima TNI, dan dinilai presiden sukses dalam kepemimpinannya.

Kini tugas baru sebagai Menko Polhukam menantinya, tugas yang tidak kalah beratnya. Setelah mengikuti proses di Cikeas, Djoko mengatakan kepada pers, "Saya diminta untuk menjaga bagaimana integritas, kepatuhan, dan hukum dapat dijalankan dengan baik.  Kementerian Koordinator yang akan dipimpinnya ini sering kali berubah nama. Pada era Orde Baru diberi nama Menko Polkam (Politik dan Keamanan). Pada era pemerintahan BJ Habibie (Kabinet Reformasi Pembangunan) tetap Menko Polkam. Pada pemerintahan Abdurrahman Wahid (Kabinet Persatuan Nasional) berubah nama menjadi Menko Polsoskam (Politik Sosial dan Keamanan). Para era pemerintahan Megawati Soekarnoputri (kabinet Gotong Royong) dikembalikan menjadi Menko Polkam. Kemudian pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (Kabinet Indonesia Bersatu) berubah nama lagi menjadi Menko Polhukam (Politik, Hukum dan Keamanan).

Pada periode 2004-2009, saat  Laksamana TNI Widodo AS dipercaya Presiden SBY memegang pos Menko Polkam , prioritasnya adalah menangani masalah konflik dan terorisme. Prioritas lainnya, menyelamatkan sumber daya alam, komoditi hutan dan laut, dari pencurian. Untuk meningkatkan koordinasi penanganan dan pemberantasan terorisme, Widodo membentuk sebuah badan tingkat domestik yang akan mengatur langkah-langkah operasional, termasuk payung hukum dan pendayagunaan aparat intelijen. Khusus  masalah terorisme, Widodo mengakui, kini teror menjadi ancaman nyata dan aktif. Modusnya berkembang dengan aksi bunuh diri. Targetnya juga tidak lagi spesifik, tetapi acak. Lokasi yang dipilih juga termasuk ruang publik dan terbuka. Karena itu, harus ada kebijakan strategi dan langkah profesional untuk mengantisipasi secara dini dan mengatasinya, katanya.

Dari apa yang disampaikan oleh Djoko Suyanto, calon Menko Polhukam ini, terhadap arahan dan penekanan presiden yang intinya menjaga integritas, kepatuhan dan hukum dapat berjalan dengan baik, Tugas, wewenang dan tanggung jawabnya diperluas ke berbagai bidang lainnya. Misalnya menjaga integritas. Integritas (Integrity), pengertiannya  adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, satunya kata dengan perbuatan. Nampaknya presiden menginginkan agar para pejabat dinegara ini benar-benar berdedikasi dalam melaksanakan tugasnya, yang mungkin dari pengalaman periode 2004-2009, ada yang NATO ("No action talk only"). Ini yang beliau tidak sukai.

Karena itu Pak Djoko mendapat tugas mengingatkan dan mengarahkan para pejabat yang berada dibawah kordinasinya. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain. Sementara arah dari kepatuhan (dalam bahasa Inggris compliance) berarti kita harus mengikuti suatu spesifikasi, standar, atau hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi yang berwenang dalam suatu bidang tertentu. Bisa menyangkut badan eksekutif, legislatif ataupun yudikatif. Dengan demikian nampaknya walau intinya tugas dan tanggung jawab hanya berkisar kepada tiga kata, apabila diurai maka akan menjadi tugas yang demikian luas dan berat.

Demikian sedikit informasi tentang salah satu calon pembantu presiden yang akan membantunya selama lima tahun kedepan. Selamat bertugas Pak Djoko, kami dari "the blues corps" merasa bangga dengan kepercayaan pimpinan nasional terhadap anda. Semuanya di dunia ini tidak ada yang kebetulan, yang nampaknya itu sebenarnya adalah ridho Allah. Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan  kepada anda dalam mengemban tugas mulia tersebut, Amin.

Tugas mengordinasikan masalah politik, hukum dan keamanan adalah bagian awal dan terpenting bagi negara ini. Dengan stabilitas yang mantap dan berjalannya dengan benar ketiga bidang tersebut, maka baru kemudian negara akan bisa mewujudkan perbaikan ekonomi dan yang akan mensejahterakan rakyatnya. Inilah sebuah tugas mulia tetapi juga sangat berat. Selamat bertugas.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana, The Blues.

Sumber: http://politik.kompasiana.com/2009/10/18/djoko-suyantothe-blues-yang-saya-kenal/ (Dibaca: 3767 kali)

This entry was posted in Umum. Bookmark the permalink.