Hendro, Strategi SBY Dan Kabinet

14 October 2009 | 10:16 pm | Dilihat : 113

Pagi ini penulis tertarik membaca sebuah wawancara terhadap Jenderal TNI (purn) DR.AM.Hendropriyono, yang mantan Kepala Badan Intelijen Negara disebuah surat kabar ibukota. Judulnya menarik, Hendro mengatakan "Saya Keliru Menilai SBY." Sebuah pernyataan orang sepenting Pak Hendro rasanya sayang untuk dilewatkan bukan? Nah, penulis mencoba sedikit membuat opini terhadap pernyataan senior yang penulis kenal ini, khususnya menyangkut strategi SBY, sedikit pembahasan masalah terorisme dan penyusunan kabinet. Pak Hendro jelas bukan tokoh sembarangan, beliau purnawirawan TNI berpangkat Jenderal, pernah bertugas sebagai salah satu Direktur di Bais TNI, pernah menjabat sebagai Menteri, mengakhiri karier sebagai Kepala Badan Intelijen Negara pada era pemerintahan Megawati. Terakhir beliau yang sudah demikian banyak memiliki gelar, berhasil meraih gelar Doktor pada Universitas Gajah Mada.

Ada empat hal yang disoroti Pak Hendro, yaitu keputusan dari Presiden SBY dalam penyelesaian kemelut Aceh yang tidak kunjung usai, masalah nasionalisme Pancasila, terorisme dan penyusunan kabinet. Keputusan SBY yang membawa kasus GAM dengan melibatkan masyarakat internasional, pada awalnya intelijen berpandangan akan menyebabkan terjadinya efek domino, disintegrasi periperal, mengakibatkan lepasnya daerah-daerah lain. Ternyata keputusan itu tepat, terbukti kalau komitment dan strategi SBY dalam menyelamatkan NKRI secara praksis sudah terealisir. Kini, kita tidak bisa menyelesaikan persoalan disintegrasi pakai tentara, katanya. Dulu kita berfikir, untuk apa menginternasionalisasikan urusan dalam negeri? Oleh karena itu yang akan berkibar adalah panji-panji nasionalisme, ini akan mencegah tumbuhnya neoliberalisme.

Partai Demokrat dari sisi nasionalisme yang dibidani SBY mampu menyatukan kekuatan nasionalis di parlemen. Terbukti Taufik Kiemas terpilih menjadi Ketua MPR atas partisipasi Demokrat. Hendro menilai SBY adalah seorang Pancasilais sejati, dimana dasar berfikirnya dari hakikat Pancasila yaitu kedaulatan Rakyat. Bukan kedaulatan dalam hakikat demokrasi liberal. Menilai oposisi, dinilainya lebih cenderung kepada oposisi profesional, bukan oposisi politik. Karena Pancasila tidak mengenal oposisi seperti itu. Oposisi politik tidak memperbaiki keadaan, tetapi cenderung mengkritik pemerintah agar terlihat jelek. Oposisi profesional menegur pemerintah secara profesional, demi kebaikan. Menurut Hendro, ancaman pada lima tahun kedepan masih berkisar soal terorisme dan perbatasan.  Kita tidak bisa hanya dengan menyelesaikan kasus perkasus, tetapi akan optimal apabila kebijakan politik sudah ditangan pemerintah.

Teroris pengebom tidak akan berhenti, hanya cuma daun, rontok, dan akan ada lagi. Tidak bisa diatasi "case by case", ketemu tembak mati. Untung Presiden SBY punya komitment untuk menumpas terorisme sampai ke akar-akarnya. Kasus penolakan warga atas pemakaman pelaku teror yang tewas, merupakan tanda yang baik. Jika ini terus berlanjut, maka tanah yang menjadi habitat akan terus menolak tumbuhnya akar teroris yaitu ideologi transnasional. Menarik bukan?. Penulis melihat bahwa sejak Pak SBY memerintah sejak 2004, kehati-hatian yang diperlihatkannya yang kadang di nilai orang sebagai pemimpin yang peragu, ternyata mengandung kekuatan tersendiri dikemudian hari. Terlihat dari empat hal yang disoroti Pak Hendro, baik soal Aceh, Pancasila, masalah terorisme serta pemilihan anggota kabinet, nampak kesamaan cara pandang nasionalis yang mendarah daging sebagai sesama purnawirawan TNI terhadap keutuhan NKRI.

Dalam alam demokrasi masa kini, penulis melihat ada tiga sisi dari Pak SBY yang  memengaruhinya   dalam pengambilan keputusan. Yaitu, pertama sisi beliau sebagai seorang Jenderal, kedua sisi seorang yang teguh memegang prinsip demokratisasi, dan ketiga sisi beliau sebagai seorang ilmuwan yang mengedepankan profesionalisme. Ketegasan ala militer nampaknya menjadi pertimbangan kemudian, yang dikedepankan adalah pertimbangan demokratisasi dan keilmuan. Sisi militer berpengaruh terhadap cara berfikir sistematis rentang kendali, loyalitas terhadap NKRI dan penguasaan medan juang.

Inilah kelebihan seorang SBY yang tidak dimiliki pesaing lainnya saat pemilu dan pilpres lalu. Sebagai contoh, karena gembong teroris Noordin M Top sudah sedemikian lama  tidak juga tertangkap, maka saat presiden mendapat wing kehormatan Kopassus, beliau mengisyaratkan akan memainkan "kartu" pasukan anti teror TNI. Sebagai presiden, bisa saja perintah dikeluarkan dengan tegas hari itu ke Polri dan TNI. Tetapi gabungan kedua kekuatan yang ditunggu oleh masyarakat tidak juga dilaksanakan, karena hanya berupa imbauan. Disini presiden lebih mengedepankan aturan, UU dan profesionalisme. Dengan pemikiran seorang demokrat, tidak ada unsur pemaksaan sebagai pemegang kekuasaan terhadap institusi Polri, yang di berikannya adalah dukungan politik.

Dan ternyata, setelah dirangsang, dan mendapat dukungan politik, maka Polri lebih giat dalam  melakukan pengejaran, bahkan mampu melakukan  operasi ala militer. Teroris digempur tanpa ampun, siapa yang membantu akan dikejar, para pemain utama diserbu dan ditembak. Terbukti, dalam waktu yang tidak relatif lama, dengan pola "psy war" yaitu propaganda yang disertai tindakan, semua tirai penutup dan pelindung para tokoh teroris tadi langsung terbuka. Para tokoh yang telah dikejar bertahun-tahun yaitu Noordin M Top, serta tokoh berbahaya Syaifudin Zuhri dan M Syahrir dapat  dilumpuhkan dan tewas. Disini terlihat, bahwa beliau mengedepankan aturan, UU serta tugas dan kewajiban. Polisi bertanggung jawab terhadap keamanan, TNI bertanggung jawab dalam bidang pertahanan.

Khusus dalam pemilihan calon menteri, dan pembentukan kabinet, Hendro menyatakan dan menyarankan agar Presiden SBY jangan ada pertimbangan lain selain penjabaran atas keyakinannya atas Pancasila. Tetap berpegang pada strateginya dan tidak perlu ada kabinet pelangi, karena dimana-mana kabinet koalisi tidak ada yang kuat. Dalam hal ini, presiden sudah mengungkapkan bahwa sumber calon anggota kabinet sebagian berasal dari parpol koalisi, yang diberikan jatah sesuai perannya masing-masing. Selain itu presiden menyampaikan Rabu malam (14/10) bahwa presiden juga mempunyai calon tersendiri disamping yang diusulkan Pak Boediono. Pada intinya para calon adalah profesional, dan mereka akan diikat dengan pakta integritas, kontrak jabatan dengan target tertentu. Kinerja tiap anggota kabinet akan dievaluasi setiap tahun.  Presiden menekankan bahwa calon menteri dari parpol bukan hanya politisi, tetapi dia juga seorang yang dinilai profesional,  dinilai dari sisi integritas, kapabilitas dan kapasitas.

Oleh karena itu, nampaknya kabinet yang akan dibentuk bisa disebut sebagai  kabinet pelangi, mewadahi elit parpol partner koalisi, hanya perbedaannya mereka akan dipilih dari pertimbangan profesionalisme.  Dalam hal ini kembali ada sedikit perbedaan cara pandang Pak Hendro dengan Pak SBY, ataukah mungkin strategi Pak SBY kembali akan sukses?. Penulis optimis, karena dengan penerapan strateginya menggandeng Golkar dan PDIP, paling tidak 92% kekuatan di parlemen akan mendukungnya. Ini berarti para anggota kabinet pelangi tidak akan bisa bertindak seenaknya seperti yang lalu, mereka akan penuh dikontrol presiden dan wakil presiden. Mereka bisa saja diganti dan hanya menduduki jabatan menteri dalam waktu setahun. Yang perlu diingat, "Jabatan itu seperti pakaian, mudah dipakai, tetapi juga mudah dilepas."

Kita lihat saja nanti, para menteri bisa seperti agen asuransi, diberi target, kalau tidak memenuhi target yang ditetapkan, ya siap-siap angkat kaki. Mungkin ada rasa senang dan bangga bila terpilih, tetapi kalau di copot dalam setahun bisa malu. Presiden makin piawai dan "power full," jelas akan semakin galak lho pak. Yang benar apa kata Pak Hendro itu, saya sudah tua, tidak siap bekerja dari jam delapan pagi sampai malam, sudah sakit-sakitan. Kalau sudah tua ya nyantai deh pak, serahkan yang muda-muda saja. Banyak beribadah, dan berdoa selain demi kejayaan negara ini, juga kalau meninggal nanti khusnul khotimah, Amin.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber: http://politik.kompasiana.com/2009/10/14/hendro-strategi-sby-dan-kabinet/ (Dibaca: 1298 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.