PKS Yang Tidak Biasa-Biasa

30 July 2009 | 12:19 am | Dilihat : 248

Pada saat pemilu legislatif, penulis bertanggung jawab terhadap kelangsungan pencontrengan tiga TPS di dalam kompleks tempat tinggal. Dalam pencontrengan tersebut, terdapat empat orang saksi parpol di masing-masing TPS. Setelah diamati, ada yang menarik perhatian, yaitu seorang saksi yang berasal dari PKS, seorang gadis muda berjilbab.

Bukan tertarik masalah kecantikannya, tetapi penulis  tertarik terhadap semangat dan kegigihannya saat bertugas. Dia betul-betul mengecek, mengikuti dan menghitung, saat terjadi perkiraan sedikit kekeliruan, dia adalah saksi yang minta dihitung dari awal, ketiga saksi lainnya dan anggota KPPS sampai ikut kesal, kok fanatik sekali sih kata mereka. Akhirnya Pak RT turun tangan mendamaikan, dihitung saja kertas suaranya, kan sama saja tidak ada yang hilang. Akhirnya semua hitungan beres dan kotak berisi kertas suara dikirim ke Kecamatan. Eh, ternyata si nona tadi ikut juga ke kecamatan, dia mengatakan akan jadi saksi juga di Kecamatan. Sedang waktu sudah menunjukkan pukul 23.45 tengah malam. Entah jam berapa dia akan pulang nanti.

Apa yang terlihat disitu, inilah contoh seorang kader PKS muda yang demikian gigih dan disiplin serta bertanggung jawab saat menjadi saksi, tanpa mengenal lelah. Sementara saksi dari parpol lainnya sudah ribut dan mau pulang saja. Apakah demikian itu gambaran kader PKS?. Nampaknya ya mungkin seperti itu, semangat dan militan. Mari kita lihat PKS ini. PKS atau Partai Keadilan Sejahtera sebenarnya berasal dari PK (Partai Keadilan) yang kemudian melebur diri, bergabung sejak tanggal 3 Juli 2003. Pada pemilu legislatif 1999, Partai Keadilan  hanya mendapat 1,36% suara (7 kursi di DPR-RI). Tercatat dan diketahui pada tanggal 3 Agustus 2000  Partai Keadilan dengan tujuh partai Islam lainnya (PPP, PBB, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PSII 1905) menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Mesjid Al Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945. Pada Pemilu 2004, PKS memperoleh suara sebanyak 7,34%  dari jumlah total dan mendapatkan 45 kursi dari total 550 kursi di DPR.

Pada bulan April 2009, sebuah buku bertajuk Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia diterbitkan oleh The Wahid Institute, Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, Maarif Institute, dan Libforall Foundation. Buku ini melukiskan PKS sebagai agen kelompok garis keras Islam transnasional. Dalam buku ini, PKS dilukiskan melakukan infiltrasi ke sekolah dan perguruan tinggi negeri dan berbagai institusi yang mencakup pemerintahan dan ormas Islam antara lain NU dan Muhammadiyah.

Dalam kiprah politiknya, terlihat PKS sangat mengandalkan mesin partai dan militansi dari kadernya. Partai ini tidak memiliki patron, pengurus sangat taat terhadap Dewan Syura yang memiliki kekuasaan tertinggi. Partai dikelola oleh para cerdik pandai, bahkan  pernah diberitakan diperkuat dengan 100 Doktor. Dalam geliat perpolitikan, dengan cerdik PKS pada pilpres 2004 memberikan dukungan terhadap capres SBY, yang memang kemudian menjadi pemenang dan dilantik menjadi presiden. Ketua Umum PKS Hidayat Nur Wahid akhirnya terpilih menjadi Ketua MPR.

Pada pemilu 2009, saat dilangsungkan kampanye pemilu legislatif, PKS dengan berani memunculkan kampanye kontroversinya, mengangkat nama Pak Harto, dan menyebut Mbak Tutut sebagai calon PKS. Kemudian juga menebut SBY sebagai Presidenku. Sementara dilain sisi, PKS telah mengumumkan delapan orang elitnya sebagai capres apabila perolehan suaranya mencapai 20%. Gaya kampanye PKS tersebut banyak menuai kritik, bahkan ada yang menyebutnya plin-plan. Walaupun terus diserang, PKS tetap teguh memegang tujuannya. Pola kampanye dilakukan dengan sistem door to door, mengetuk pintu. Ternyata pada pemilu legislatif, PKS mampu meraih 7,88% suara, naik 0,54% dibandingkan perolehan suara pada 1999. PKS menjadi parpol terunggul dibandingkan parpol Islam lainnya yang justru rata-rata mengalami penurunan.

Langkah PKS yang menetapkan berkoalisi dengan Partai Demokrat dan sejak awal mengusung SBY dinilai sangat cerdik. Kemampuannya membaca peta sangat baik. Walaupun sudah berkoalisi, pada saat mereka melihat adanya upaya  menduetkan kembali SBY-JK, mereka melakukan protes keras dan coba menghalangi merapatnya Golkar. Demikian juga pada saat  SBY menetapkan Boediono menjadi cawapres, beberapa tokoh mudanya meradang. Bahkan dengan sangat berani mengeluarkan ancaman akan keluar dari koalisi. Timbul aksi bicara keras diantara elitnya, walau oleh beberapa kalangan dinilai hanya untuk menaikkan "bargaining position" saja. Sejak awal sangat terlihat bahwa PKS nampaknya sangat mengharapkan Hidayat Nur Wahid bisa menjadi cawapresnya SBY.

Nah, bagaimana kedepan? PKS seperti diketahui banyak diawaki oleh kader muda, salah satu yang menonjol dan agak nekat adalah Sekjen Partai Anis Mata. Anis yang dinilai cerdik ini selalu menyemangati kader dengan apa yang dikatakan oleh Umar ibn Khotthob, "Setiap saya menghadapi masalah yang rumit, saya panggil anak muda". Anis menggiring visi menuju tekad, dengan menekankan kejadian penting dalam ranah politik, bahwa pendiri Republik ini adalah anak muda, hanya saja pemuda yang memulai dan melaksanakan reformasi tidak memimpin reformasi. Karena partai ini adalah partai dakwah, kembali dia menekankan kader PKS untuk berpikir positif, me-reminder para kader dengan perjuangan Hasan al Banna ketika memulai dakwahnya di Mesir. Hampir seratus tahun kemudian, Ikwanul Muslimin menjadi jama'ah yang legendaris karena cita-citanya jauh mendahului langkah kakinya. Karena orang itu dipimpin bukan oleh seorang al Banna, tetapi oleh ide-ide besar.

PKS ditonjolkan dengan simbol dari ide-ide besar dan kinerja-kinerja besar, partai ini melihat beberapa kasus dengan kacamata cerdiknya. Soekarno mampu memimpin bangsa ini 20 tahun. Kenapa? Karena legendaris, berfikir tidak seperti orang lain berfikir, Soekarno memikirkan revolusi. Soeharto 32 tahun? Kenapa? Karena ide besar itu bernama pembangunan. Kenapa para Presiden republik ini yang menjabat setelah reformasi hanya bertahan 12-16 bulan? Karena mereka berfikiran pendek dan tak ada "narasi besar" dalam fikiran mereka.

Penafsiran tunggal bahwa reformasi adalah antitesis dari orde baru adalah kesalahan. Orde Lama dan baru memiliki kekurangan, sebagaimana mereka juga memiliki kebaikan. PKS adalah matchmaker karena PKS mensintesa kebaikan-kebaikan periode sebelum reformasi. Kita mensintesa demokrasi dan kesejahteraan. Demokrasi Orde Lama yang mengeliminsai kesejahteraan, dan kesejahteraan Orde Baru yang mengeliminasi demokrasi. Jika PKS bisa mewujudkan sintesa ini maka mereka mengatakan bahwa PKS adalah masa depan. Itulah salah satu yang sangat berpengaruh di kalangan kader dan simpatisannya.

Demikian sedikit gambaran tentang partai dakwah ini. Kekuatan partai, terutama dengan mengedepankan semangat meraih masa depan. PKS mencoba menggerilya kubu nasionalis yang menguasai panggung politik. Terbukti apa yang dikerjakan oleh elit PKS, baik dengan jalan yang wajar ataupun kontroversi, akhirnya membuahkan hasil. PKS adalah satu dari dua parpol yang berhasil meningkatkan perolehan suaranya dibanding pemilu 2004, jawaranya jelas Partai Demokrat. Hasil kedua parpol tersebut menarik perhatian dan patut diteliti. Keduanya adalah parpol yang lahir saat reformasi di gulirkan.

Setelah dua pemilu, PKS mampu bertahan, kini menjadi partai keempat yang memiliki perolehan suara terbanyak. Diperkirakan menjelang 2014 nanti mereka akan lebih aktif berusaha dan akan berusaha masuk kejajaran parpol papan atas.  PKS kini sudah kembali bersanding bersama pemenang pemilu 2009, Partai Demokrat dan Pak SBY. Maka kesempatannya akan menjadi lebih besar di 2014. Memang PKS ini partai yang tidak biasa-biasa. Boleh juga.....!

Sumber: http://politik.kompasiana.com/2009/07/30/pks-yang-tidak-biasa-biasa/ (Dibaca: 2118 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.