Pilpres Satu Putaran, Sebuah Strategi?

16 June 2009 | 5:27 pm | Dilihat : 85

Tiupan tentang pemilu satu putaran itu bukan saja hanya sebuah kesimpulan dari  hasil survei yang dilakukan oleh para intelektual itu.  Survei yang selama ini banyak diragukan, ternyata kini mengundang perhatian banyak pihak. Walaupun hingga kini masih saja ada elit politik yang  tetap ragu. Banyak yang tidak bisa mengerti kenapa hanya dengan responden yang sekitar 3000-an orang, sebuah lembaga survei bisa membuat prediksi terhadap keputusan sekitar 150 juta lebih manusia. Itulah kelebihan  lembaga survei yang mengadopsi sebuah ilmu dari negara maju hingga mampu menemukan persepsi tadi. Dan akhirnya banyak juga yang terjebak dengan hasil yang dilemparkan kemasyarakat, seakan-akan hasil survei itu adalah sebuah ramalan  yang sesungguhnya akan terjadi pada waktu mendatang. Yang jarang diketahui oleh masyarakat, hasil survei yang berupa persepsi publik itu hanya valid berlaku hingga kapan survei terakhir dilakukan. Oleh karena itu dalam merilis hasilnya, selalu dikatakan "Apabila pilpres dilaksanakan pada hari ini..."

Kini, yang ditulis oleh beberapa media arus utama, bahkan ada yang mengiklankan, apabila pilpres dilakukan satu putaran akan menghemat uang sekitar empat trilyun rupiah. Banyak lho uang segitu, artinya yang lebih jelas empat ribu milyar. Satu milyar saja itu seribu juta, jadi kalau empat ribu milyar itu ya empat ribu juta juta. Nah, dengan disampaikannya isu itu ketengah masyarakat, artinya pemilih yang katanya 60% tinggal didaerah atau di desa itu, akan terbengong-bengong membayangkannya. Namanya uang sejuta saja belum pernah megang, terlebih membayangkan sebegitunya. Akhirnya mereka manggut-manggut. Hidayat Nur Wahid mengatakan lebih praktis dan efisien pemilu satu putaran dilihat dari sisi apapun. Kalau dua putaran penyelenggaraan pemilu akan boros, waktu lebih lama.

Wakil Ketua Umum Achmad Mubarok mengatakan, bahwa pilpres satu putaran itu lebih cepat dan lebih efisien. Sutan Batoegana elit Demokrat mengatakan, pilpres dua putaran bisa menjenuhkan masyarakat, anggaran empat trilyun yang bisa dihemat bisa untuk membenahi jalan yang rusak dan infrastruktur yang lain. Sementara dalam kampanyenya di Palangkaraya, capres Megawati mengatakan ungkapan pemilu satu putaran adalah sombong karena ada tiga calon, dua putaran lebih demokratis. Sementara tim sukses JK-Wiranto Yuddhy Chrisnandi mengatakan bahwa pemilu satu putaran tidak realistis.

Dari beberapa informasi tersebut, nampaknya dari kubu capres SBY-Boediono meniupkan ke masyarakat bahwa pemilu satu putaran akan jauh lebih baik, istilahnya lebih "ngirit". Bahasa terpelajarnya "praktis dan efisien". Dilihat dari sudut pandang keuangan negara, hal tersebut wajar dan betul, buat apa membuang uang empat trilyun, begitu logikanya. Tetapi kini, masalahnya masyarakat tahu kalau posisi pasangan SBY-Boediono masih diatas angin, semua lembaga survei mengatakan elektabilitasnya diatas 60%, walaupun ada juga yang memprediksi sekitar 54%. Dengan demikian mereka berani mengatakan satu putaran, akan berbeda apabila hasilnya kurang dari 50%.

Para tim sukses mungkin agak lupa, bahwa pilpres masih tersisa sekitar tiga minggu lagi, sedang persepsi yang terakhir didapat dari hasil survei pada tanggal 5 Juni lalu. Dari hasil survei Lembaga Survei Nasional dan Sugeng Saryadi Syndicate, menyampaikan adanya kecenderungan penurunan elektabilitas SBY-Boediono. yang apabila tidak diantisipasi dengan betul akan dapat merugikan posisinya. Menurut Indra Piliang, salah satu tim sukses pasangan JK-Wiranto, UU Pilpres menyebutkan bahwa pemenang satu putaran harus memenuhi syarat selain meraih suara 50% plus satu juga memperoleh 20% suara di 17 provinsi. Selanjutnya dia menegaskan pada diskusi di Warung Daun kemarin (15/6), bahwa lembaga survei tidak mempunyai alat ukur apakah di 17 provinsi itu suara SBY-Boediono unggul dan tersebar.

Oleh karena itu, statement beberapa elit dari tim sukses SBY-Boediono sebaiknya agar dibatasi, tetap pergunakan hasil dari lembaga survei sebagai acuan. Jangan membuat alasan diluar konteks tersebut. Agar ada sebuah referensi yang dapat dipertanggung jawabkan. Rasa percaya diri yang berlebihan dan terlalu merendahkan pasangan lainnya justru bisa membawa dampak negatif, karena rakyat tidak suka dengan "arogansi." Atau, apakah ini mungkin sebuah strategi dengan sasaran "bandwagon effect?". Teori itu mungkin "Joss" disana, tetapi  belum tentu sukses apabila diterapkan disini. Yang jelas budaya kita berbeda dengan budaya AS. Perlu kehati-hatian dalam penerapan sebuah teori dari negara maju yang masyarakatnya sudah modern kedalam masyarakat tradisional. Bukan tidak mungkin akan muncul penyimpangan.  Penerapan taktis yang tidak tepat diwaktu kritis justru bisa merugikan pihak sendiri. Ini yang perlu dihitung.

Kelemahan Manohara yang konon kabarnya disiksa, kini  banyak menuai dukungan. Demikian juga dalam kasus Prita yang lemah dan disakiti bathiniahnya baik oleh RS Omni ataupun aparat hukum, akhirnya justru membalikkan situasi secara drastis, keduanya justru meraih dukungan. Hal-hal seperti ini bisa dijadikan contoh, dan inilah gambaran perilaku masyarakat yang juga sekaligus akan menjadi konstituen 8 Juli nanti. Kesimpulannya, kampanye sebaiknya dilakukan dengan semangat mempersatukan, arif, sabar, tidak arogan, kalau disakiti diterima saja dengan ikhlas.

Ada rumus dalam ilmu "conditioning" yaitu "Let them think, let them decide", biarkanlah rakyat itu berfikir dan biarkanlah mereka memutuskan. Hindari sikap takabur, rakyat kini hanya diam, tetapi mereka terus mengikuti perkembangan politik yang terjadi. Diakui bahwa posisi SBY-Boediono menurut beberapa survei kini masih yang teratas, itu saja yang dijaga, jangan sampai turun. Dalam perang di Kurusetra, Pandawa Lima menang dari Astina atau Kurawa hanya karena pengarang cerita suka dengan kebaikan, pembaca komik ternyata rata-rata juga suka dengan kebaikan. Oleh karena itu Kurawa kalah....Itulah gambaran masyarakat kita. Begitu bukan?

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber:http://umum.kompasiana.com/2009/06/16/pilpres-satu-putaran-sebuah-strategi/ (Dibaca: 1319 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.