SBY Masih Kuat, Tapi PKS Khawatir
27 May 2009 | 9:07 am | Dilihat : 105
Pilpres masih sekitar 40 hari lagi, Belanda masih jauh...itulah ungkapan yang biasa dikatakan dinegeri ini. Akan tetapi bagi para capres dan cawapres yang menurut KPU belum resmi menjadi calon, merasakannya ada rasa gemetar yang menakutkan, semuanya belum jelas, bisa menang dan masih bisa kalah. Yang terlihat, ketiga pasang calon kini berlomba-lomba menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka sangat memperhatikan nasib rakyat. Gerakan belanja kepasar menjadi pemandangan sehari-hari, di ekspose di media massa. Kelihatannya kunci kemenangan adalah siapa yang bisa mengambil hati rakyat, memperjuangkan nasib rakyat, memperbaiki kehidupan rakyat, artinya ya ekonomi rakyat itu.
Yang menonjol dan banyak diperdebatkan kini adalah istilah ekonomi kerakyatan dan ekonomi yang katanya neoliberal. Menurut dosen FISIP UPH Audy WMR Wuisang, sebenarnya, ketiga pasangan mengungkapkan konsep mereka sama, ya ekonomi kerakyatan itu. Pasangan SBY-Boediono membantah sebagai penganut neo liberal, menyebut konsep ekonominya pro-ekonomi nasional. Pasangan ini menonjolkan keberhasilan pemerintahan selama hampir 5 tahun dengan tema konsistensi. Pasangan JK-Wiranto menyebutnya "fair trade" bukan "free trade", dimana pasar tradisional dikatakannya jauh lebih penting dibandingkan dengan pasar dunia. JK mencoba menawarkan perubahan gaya kepemimpinan dengan tema kecepatan dalam mengatasi tantangan. Mega-Prabowo jelas-jelas menyampaikan konsep ekonomi kerakyatan, pasangan ini menawarkan perubahan terutama bagaimana upayanya untuk lebih mensejahterakan rakyat. Itulah jualan ketiga pasangan yang coba disentuhkan kehati rakyat. Apa yang dilakukan para calon dinilai sudah lebih baik, karena yang ditonjolkan kini adalah konsep, bukan hanya figur belaka. Berbeda dengan pemilu 2004 dimana figur menjadi pokok kemenangan.
Setelah melihat jualan ketiga pasangan tadi, bagaimana menilai tingkat keberhasilan mereka. Penilaian yang paling valid adalah dari hasil survei yang independen, tidak membohongi rakyat dan kita semua. Akan tetapi kini penulispun menjadi harus lebih hati-hati dengan beberapa hasil dari lembaga survei yang dirilis ke publik. Sebagai contoh, Denny J.A sebagai salah satu tokoh survei di Indonesia telah memberikan dukungan secara terbuka ("political endorsement") kepada pasangan SBY-Boediono, dengan mendirikan Lembaga Studi Demokrasi. Alasannya bahwa pemilu presiden bukan hanya milik parpol tapi juga milik civil society, LSD adalah bagian dari civil society tadi. Memang boleh saja dan hak dari seseorang untuk mendukung pasangan capres yang manapun, akan lebih baik lagi apabila tokoh dan lembaga survei tetap saja berada diwilayah netral.
Yang kini mengejutkan, adanya ungkapan dari Wakil Sekjen DPP PKS Zulkiefliemansyah dalam sebuah diskusi di Jakarta Senin (25/5), yang mengatakan bahwa PKS khawatir kalau SBY kalah. Pernyataannya tersebut didasarkan dari hasil survei internal PKS, dimana jarak ketiga pasangan masih dekat. Selisih yang paling tinggi dengan yang paling rendah hanya 10%. Keberanian pernyataan wakil PKS tersebut oleh sementara pihak dinilai bertentangan dengan hasil survei yang dirilis oleh Lembaga Survei Nasional pertengahan Mei, yang menyatakan bahwa 67,1% responden akan memilih pasangan SBY-Boediono, 11,8% akan memilih Mega-Prabowo dan 6,7% akan memilih JK-Wiranto. Akan tetapi pernyataan Zulkifliemansyah agak mirip dengan hasil survei Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial dan Politik FISIP UI akhir April yang menyebutkan SBY-Boediono didukung responden 32,1%, JK-Wiranto 27,3% dan Mega-Prabowo 20,2%.
Selanjutnya, Zulkifliemansyah memprediksikan bahwa pemilihan presiden akan berlangsung dalam dua putaran, dan pada putaran kedua SBY-Boediono akan berhadapan dengan duet JK-Win. Dikatakannya juga bahwa hati sebahagian kader PKS berpihak kepada pasangan JK-Win meskipun keputusan formal PKS memutuskan berkoalisi dengan Demokrat. "Sebagian besar hati kader PKS ada di JK-Wiranto karena istri mereka beljilbab" kata Zulkifliemansyah. Entah kemana arah tujuan pernyataan elit PKS ini, bisa merupakan pernyataan jujur, atau merupakan pernyataan yang melatar belakangi suatu maksud.
Itulah perkembangan situasi dan kondisi dunia perpolitikan dinegeri ini, secara umum gambarannya adalah masih kuatnya posisi pasangan SBY-Boediono, masih mengandalkan citra SBY yang demikian populer dan kharismatik. Sementara Boediono mulai ikut bergerilya diantaranya dengan mendekati para ilmuwan, netters dan blogger, menonjolkan kesederhanaan dan kejujuran. Walaupun kuat, ternyata PKS sebagai mitra koalisinya justru menunjukkan rasa khawatir akan kalah. Dilain sisi Pasangan JK-Wiranto terlihat lebih aktif dan sesuai dengan motonya "cepat", dalam mendekati ulama, para mantan petinggi TNI, ilmuwan dan rakyat dipasar, dan kini mulai muncul kembali di Kompasiana. Untuk Mega-Prabowo membuktikan diri dengan mendekati rakyatnya ("wong cilik"), mendeklarasikan pasangan di Bantar Gebang dan aktif berkunjung kepasar-pasar tradisional. Kejujuran Prabowo yang mengungkapkan seluruh harta kekayaannya yang demikian fantastis, justru ada yang mendukung, karena rakyat ada yang mulai berfikir lebih baik memilih capres/cawapres yang kaya saja dari pada memilih calon yang tidak kaya. Apakah mungkin begitu?.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana
Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/05/27/sby-masih-kuat-tapi-pks-khawatir/ (Dibaca: 1328 kali)