Bentuk Koalisi Menurut Versi SBY
12 April 2009 | 11:10 am | Dilihat : 50
Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang masih menjabat sebagai Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono Jumat (10/4) memberikan pernyataan kepada pers dikediaman pribadinya Puri Cikeas mengenai perkembangan politik terkini. Dijelaskannya bahwa Partai Demokrat akan membangun koalisi yang dilandasi dengan sebuah kontrak politik. Kontrak politik harus dibuat dan dimaksudkan agar kerja sama politik antara partai yang berkoalisi jelas dan beretika. ”Kami mengajak bersama-sama untuk membangun koalisi ini dan tentu saja belajar dari pengalaman koalisi yang sekarang, utamanya di parlemen juga. Di pemerintahan memang koalisi yang akan datang harus betul-betul rules based,” katanya.
Kontrak politik haruslah tertulis dalam kesepakatan koalisi, jelas dan diumumkan kepada masyarakat, agar rakyatpun dapat ikut mengontrol bentuk kesepakatan. SBY mengatakan bahwa melihat jalannya koalisi selama empat setengah tahun, terlihat telah terjadi banyak kejadian atau guncangan dan akhirnya arah dinamika koalisi menjadi banyak dipertanyakan. Selanjutnya SBY menyatakan, ”Pada akhirnya kebijakan yang kita kembangkan, undang-undang yang kita ingin hadirkan, dan semua upaya untuk mengelola jalannya pemerintahan, mengelola kehidupan bernegara itu juga berjalan dengan baik. Itu sangat dipengaruhi oleh koalisi, format dan etika,serta aturan-aturannya.” Dikatakannya juga ”Demokrat terbuka dan siap berkomunikasi dengan siapa pun yang sebetulnya sebelum pemungutan suara dengan beberapa parpol, misalnya PKS, PAN, PKPI, PDP, PBB juga sudah kita bicarakan. Oleh karena itu, tepat jika sekarang kita intensifkan.”
Langkah selanjutnya setelah koalisi terbentuk dan disepakati, maka baru akan dipikirkan dan ditetapkan siapa cawapres yang akan mendampinginya. "Ada Pak JK, ada yang bukan Pak JK, saya kira banyak peluang,” tambahnya. SBY juga mengatakan telah mendapat ucapan selamat atas kemenangan sementara Partai Demokrat dari Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla. Ini sebuah budaya yang baik, untuk melanjutkan komunikasi politik dalam format koalisi yang akan datang.
Kini kita menjadi lebih jelas atas pernyataan politik SBY tersebut. Kontrak politik adalah sebuah bentuk pernyataan kesiapan, ketaatan, kesetiaan, pertanggung jawaban bagi mereka yang akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Kelihatannya SBY telah belajar banyak selama 4,5 tahun dalam memimpin bangsa ini. SBY mengungkapan kekecewaannya terhadap kelakuan elit parpol yang bergabung dalam Kabinetnya. Ada yang dinilainya telah menghianati kesepakatan serta kontrak politik antara SBY dengan personal perwakilan kader partai yang dibuat pada 2004. Koalisi pada periode 2004-2009 dinilainya banyak yang tidak pas karena tidak adanya format yang disepakati dengan baik. Ditegaskannya, "Misalnya, apa tepat seorang menteri berangkat dari koalisi menghantami kebijakan pemerintah yang dia juga masih ada dalam pemerintah. Di negara mana pun, mestinya he must be out". Walaupun dengan hak prerogatif bisa saja pembantunya itu dilepas, tetapi nampaknya SBY masih menghitung resiko politiknya. Dengan demikian maka apabila memenangkan persaingan dalam pilpres Juli nanti, SBY telah lebih mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih matang.
Jadi bagaimana dengan partner koalisinya? Dalam pilpres nanti, parpol yang dapat mengajukan capres terutama akan dimotori oleh tiga parpol besar Partai Demokrat, PDIP dan Golkar. Ketiganya kini sedang melakukan penjajakan koalisi. Koalisi akan terbentuk jelas berdasarkan perolehan hasil suara pemilu legislatif. Hasil final quick count LP3ES sementara ini menyampaikan prediksi tiga partai memimpin perolehan suara di lapis atas yakni Partai Demokrat (19,6%), Golkar (14,9%), dan PDIP (14,5%). Untuk papan tengah dihuni oleh enam partai lain yang melampaui parliamentary threshold sebesar 2,5% yakni PKS (7,6%), PAN (5,7%), PKB ( 5,5%), PPP (5,2%), Gerindra (4,5%),dan Hanura (3,7%). Sementara itu tercatat 29 partai politik dengan perolehan suara kurang dari 2,5% dan kemungkinan tidak akan dapat menempatkan wakilnya di DPR. Posisi parpol papan atas (PDIP dan Golkar) dan papan tengah masih memungkinkan terjadi pergeseran, karena selisihnya yang sangat dekat dan berada dalam toleransi batas kesalahan sekitar 1%. Tentu saja hasil yang paling ideal adalah hasil resmi KPU di kemudian hari.
SBY menyatakan partai yang sudah mengadakan pembicaraan dengan Demokrat adalah PKS, PAN dan PKB. Sementara ini yang menunjukkan keseriusan bergabung adalah PKS dan PKB. Prediksi gabungan suara tiga partai PD, PKS dan PKB adalah 32,7%. Dengan demikian SBY adalah capres pertama yang dapat maju dalam pencalonan presiden. Masih ada kemungkinan PAN juga akan bergabung dalam Blok SBY ini, berarti jumlah suara akan mencapai 38,4%. Jumlah suara ini menurut hitungan SBY belumlah cukup untuk mengamankan pemerintah. Dalam sambutannya di Cikeas, berkaitan dengan parlemen, SBY berharap hubungan pemerintah dan parlemen dapat berjalan sehat dan tidak mengurangi daya kritis parlemen. SBY sangat faham bahwa pemerintahan yang kuat dalam sistem demokrasi masa kini bukan hanya karena diawaki pembantunya yang handal di kabinet, tetapi daya tangkalnya di parlemen harus kuat. Dengan demikian maka program-programnya akan berjalan lancar dan tidak mengalami banyak hambatan.
Ini artinya koalisi yang diinginkannya adalah "single majority". Kekuatan yang terkumpul harus diatas 51%. Maka pengumpulan suara yang 38,4% tadi jelas masih jauh dari harapan. Bagaimana mengatasinya? Kelihatannya tidak ada pilihan lainnya selain menggandeng kembali Partai Golkar sebagai bagian dari koalisi. Dengan masuknya Golkar, maka hitungan kotor gabungan prediksi suara akan menjadi 53,3%. Jumlah ini saja cukup ideal untuk mendukung pemerintah dalam menghadapi kemungkinan tekanan di DPR. Sejak awal SBY telah menyebutkan bahwa koalisi adalah bentuk "power sharing", artinya sumbangan masing-masing parpol akan dihitung dengan jumlah suara yang disumbangkan. SBY akan menempatkan wakil-wakil partai sebagai anggota kabinet atau jabatan lainnya, kontrak politik akan mengikat parpol dan kader yang dilekatkan ke pemerintahan SBY, sehingga akan lebih mudah dikontrol dan dikendalikannya.
Mestinya kita bertanya, siapa cawapres SBY?. Capres SBY kelihatannya akan diambil dari parpol anggota koalisi terbesar kedua. Apabila Golkar bergabung, maka cawapresnya akan diambil dari Golkar, apabila Golkar tidak bergabung maka cawapresnya kemungkinan dari PKS. Mesti kita bertanya lagi, siapa cawapres dari Golkar tersebut? SBY telah memberikan signal, ada Pak JK, ada yang bukan Pak JK. Artinya peluang JK sebagai cawapresnya SBY masih ada dan masih bisa diterimanya. Hanya SBY terlihat lebih hati-hati, karena ada tiga kemungkinan yang harus diwaspadainya. Pertama kemungkinan terjadinya perubahan situasi di internal Golkar, terjadi "mosi" tidak percaya terhadap JK, sehingga dalam Rapim Khusus Golkar yang akan digelar bulan depan, JK dilengserkan. Kedua, Partai Golkar tetap bersikukuh mencalonkan JK sebagai capres. Ketiga, JK menolak lamaran SBY.
Skenario apabila JK dilengserkan atau JK menolak, Golkar akan tetap dilamar oleh PD, maka disinilah akan muncul nama Agung Laksono sebagai cawapres SBY. Selama menjabat sebagai Ketua DPR, tidak ada friksi antara AL dengan SBY, ini merupakan salah satu point penting. Apabila Golkar menolak berkoalisi karena akan mengajukan capres sendiri, maka Golkar akan ditinggalkan. SBY tidak akan mengambil resiko menerima parpol yang berkoalisi karena kondisi terpaksa, ditengah jalan, terlebih tanpa kontrak politik. SBY telah merasakan pahit getirnya dihianati pembantunya para wakil parpol itu, maka dia tidak akan mau kasus serupa terulang kembali. Semua parpol peserta koalisi harus jelas aturannya didepan, dikunci dengan kontrak politik. Apabila terjadi "worst condition", maka bukan tidak mungkin SBY akan tetap maju dengan kekuatan terbatas tetapi efektif, efisien dan loyal.
Dalam menggandeng cawapres, SBY akan menghitung lebih teliti, kriteria esensialnya adalah masalah integritas, kemampuan dan memiliki dukungan kuat di parlemen. Surya Paloh jelas sudah mempunyai cap kawan baik Taufik Kiemas, Sri Sultan pernah mempunyai catatan dalam masalah loyalitas, Aburizal Bakri juga agak kecil kemungkinannya, Akbar Tanjung posisinya di Golkar dinilai kurang kuat. Maka Agung mempunyai peluang terbesar. Demikianlah sebuah gambaran koalisi menurut versi SBY, dari kacamata "blogger indie kompasiana" ini. Terus, bagaimana koalisi menurut blok lainnya? Penulis akan membahasnya pada kesempatan lain. Semoga topik sederhana ini bermanfaat bagi kita semua.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/04/12/bentuk-koalisi-menurut-versi-sby/ (Dibaca: 1775 kali)