Prabowo Akan Berduet Dengan Megawati?

5 April 2009 | 1:18 am | Dilihat : 44

Dalam beberapa artikel yang di buat, ada yang penulis selalu pertanyakan, kemana Prabowo dan Gerindra akan berkoalisi?. Seperti kita ketahui, sebelum pemilu legislatif ini telah ramai diberitakan rencana koalisi yang ditiupkan yaitu "Golden Triangle" dan "Golden Bridge". Golden triangle terdiri dari PDIP, Golkar dan PPP, sementara golden bridge terdiri dari Partai Demokrat, PKS, PKB dan PAN. Itu recana koalisi yang terbaca sementara ini. Setelah pileg, maka bangsa Indonesia akan melanjutkan kegiatannya dengan pemilihan presiden yang oleh sementara orang dinilai jauh lebih penting dan bergengsi, karena eksekutif dinilai jauh lebih "bermanfaat" dibandingkan dengan legislatif.

Dari hasil suvei pada akhir-akhir ini,  elektabilitas capres sementara ini masih dipegang SBY, kedua Megawati dan ketiga Prabowo. Satu hal yang sering penulis sampaikan, dengan "patern" parpol akhir-akhir ini, bagaimana dan kemana Prabowo akan masuk dan mengatasi hambatan pengajuan capres yang 25% itu. Nah, pertanyaan itu agak terjawab, walau masih belum seratus persen. Anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumoh Jumat (3/4) menyatakan, ada kemungkinan terjadi duet antara Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto pada pilpres bulan Juli nanti. "Tapi soal kapan dimulainya duet itu diumumkan belum saatnya disampaikan. Situasi bisa berubah dalam politik, kan enggak ada yang mustahil," kata Hashim.

Hashim mengatakan selama ini hubungan antara Prabowo dan Megawati serta Taufik Kiemas terjalin dengan baik, dimana Prabowo sangat menghormati keduanya. Selain itu terdapat lima parpol yang sudah merapat ke Gerindra, dan mereka sudah menyepakati beberapa hal terkait dengan koalisi. Selain itu Partai Gerindra juga mendapat dukungan dari sejumlah tokoh lintas agama yang tergabung dalam Persaudaraan Indonesia Raya (Persira). Ketua Dewan Agung Majelis Tao Indonesia, Taose Kusumo menyatakan bahwa pimpinan dan umat Tao di Indonesia mendukung Prabowo sebagai Presiden. Juga Aliansi Serikat Pekerja BUMN Anti Privatisasi (Alkatras) menyatakan dengan terus terang mendukung Prabowo sebagai capres.

Dari apa yang disampaikan Hashim yang dikenal sebagai "bandar" dari Prabowo, maka seperti yang pernah diutarakan penulis pada beberapa artikel yang lalu, strategi Prabowo kini lebih ditujukan meningkatkan perolehan suara Partai Gerindra dan kedua meningkatkan elektabilitasnya. Sementara ini menurut Puskaptis, Gerindra diperkirakan akan mampu menuai suara dan duduk sebagai partai papan tengah mendampingi PKS. Upaya mendulang suara merupakan kunci bagi Prabowo, tanpa perolehan suara yang paling tidak minimal 7-10% maka "bargaining position" Prabowo agak kurang kuat kepartai manapun. Setelah pemilu legislatif maka Prabowo akan meningkatkan terus elektabilitasnya, bersaing dengan SBY terutama dijalur iklan.

Disamping itu Gerindra akan memainkan terus kartu "dukungan" dari banyak pihak seperti kedua contoh diatas, yaitu dukungan beberapa partai, tokoh Lintas agama dan Alkatras. Prabowo kelihatannya sudah menentukan "target" atau pesaing utamanya adalah SBY. Oleh karena itu maka dukungan Alkatras yang merupakan salah satu organisasi didalam BUMN merupakan upaya pemecahan soliditas internal pasukan kawan SBY dan Demokrat. Apa yang akan didapat kubu Prabowo? Yang akan dituai adalah terbentuknya opini, bahwa banyak pihak baik perorangan ataupun  organisasi yang mendukungnya. Saat penulis bertemu dengan Roger Fisk( Direkur Kampanye dari Obama), dijelaskan bahwa dalam membentuk sebuah opini dimasyarakat, dibutuhkan kepercayaan publik bahwa seorang calon sudah demikian banyak pendukungnya. Dengan teori "bluffing" maka konstituen akan terpengaruh dan terseret opini yang terbentuk dengan bukti-bukti yang ditayangkan oleh media massa, lebih diutamakan media elektronik. Publik yang tadinya ragu-ragu akan terbawa ritme yang sengaja dibentuk. Bagi lawan politik yang kurang waspada atau tidak faham dengan teori "counter opini" akan menjadi panik dan bisa melakukan tindakan yang justru kurang simpatik dan merugikan opini pihak sendiri.

Salah satu contoh, saat kampanye, dengan cerdik PKS menyatakan "SBY adalah presiden pilihanku, PKS adalah partai pilihanku". Ini akan mempengaruhi mereka yang ragu-ragu kepada PKS, dibawa dengan ritme, kemudian diarahkan oleh elit PKS bahwa memilih PKS atau PD sama saja. Pemilih dipengaruhi bahwa tujuannya sama yaitu akan menjadikan SBY jadi presiden. PKS memanfaatkan elektabilitas SBY yang demikian tinggi. Langkah cerdik PKS ini menimbulkan kepanikan pada elit Partai Demokrat yang kemudian tergelincir dan menyatakan bahwa SBY adalah hanya milik atau aset Demokrat. Elit Demokrat dinilai kurang tepat memberikan komentar,  secara tidak sadar peran SBY dikecilkan, dari milik bangsa menjadi hanya milik mereka yang  tergabung dalam Partai Demokrat. Jadi memang para elit Partai Demokrat harusnya lebih waspada dan lebih cerdik membaca manuver-manuver politik yang berbahaya menjelang pileg dan pilpres.

Kini, dengan informasi dari Hashim, manuver Partai Gerindra dan Prabowo, mulai agak terbaca kemungkinan berduetnya Mega-Prabowo. Hanya dalam koalisi yang akan dibentuk nanti siapa yang jadi capres dan siapa yang jadi cawapres akan ditentukan dengan perolehan suara serta besaran elektabiltas antara Mega dan Prabowo serta kesepakatan antar keduanya. "King Maker" Taufik Kiemas nampaknya menyadari kecilnya peluang Megawati apabila "head to head" dengan SBY. Bagaimana peluangnya? Hingga bulan Maret peluang SBY tetap terbesar, tetapi setelah pemilu legislatif, pasangan Prabowo-Mega diperkirakan akan lebih menguat. Saat ini kubu SBY mungkin belum memandang kemungkinan manuver ini berbahaya, akan tetapi apabila nanti SBY kurang tepat memilih cawapres, Demokrat kurang cerdik menyikapi manuver, maka peluang  bisa saja akan berfihak pada lawan politiknya. Jadi mari kita lihat perkembangan selanjutnya. "Politics is the art of possibility"....Betul juga bukan?.

PRAYITNO RAMELAN, Guest BLogger Kompasiana

Sumber :http://umum.kompasiana.com/2009/04/05/prabowo-akan-berduet-dengan-megawati/ (Dibaca: 1840 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.