Dari Pertemuan JK Dan Mega

13 March 2009 | 8:39 am | Dilihat : 57

Kamis siang jam 14.00 Jusuf Kalla Ketua Umum Partai Golkar melakukan pertemuan politik dengan Megawati Ketua Umum PDIP di Jl Imam Bonjol 66 Jakarta. Dalam pertemuan di guest house milik mantan penyanyi Ana Matovani tersebut JK  didampingi antara lain Ketua Dewan Penasihat Surya Paloh, Wakil Ketua Umum Agung Laksono, Sekjen Soemarsono, dan Ketua Bapilu Burhanudin Napitupulu. Sementara Megawati didampingi oleh antara lain Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) Taufik Kiemas, Sekjen Pramono Anung, dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu  Tjahjo Kumolo.

Pertemuan yang dilakukan secara singkat selama 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan makan siang menghasilkan lima buah kesepakatan dua parpol papan atas pada pemilu 1999 dan 2004. Kesepakatan yng ditandatangani oleh kedua tokoh tersebut adalah Pertama, membangun pemerintahan yang kuat untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Kedua, memperkuat sistem pemerintahan presidensial sesuai dengan amanat UUD 1945 yang memiliki basis dukungan yang kokoh di DPR.

Ketiga,memperkuat sistem ekonomi untuk melaksanakan program ekonomi yang berdaulat, mandiri, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Keempat,mempererat komunikasi politik PDIP dan Partai Golkar sebagai perwujudan tanggung jawab dua parpol terbesar pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004. Kelima, menyukseskan pelaksanaan Pemilu 2009 secara jujur, adil, langsung,umum, bebas,dan rahasia serta aman dan bermartabat.

Megawati menekankan,  dirinya sangat mengharapkan pertemuan dengan Kalla dapat menghasilkan sesuatu. Meski suasana pemilu nanti akan menghangat,  di penghujung 2009 nanti akan menghasilkan suatu proses demokrasi. JK mengatakan bahwa maksud dari pertemuan dan kesepakatan yang dihasilkan adalah semata-mata demi tujuan bangsa. Untuk mencapai bangsa yang besar, maju dan sejahtera, dibutuhkan pemerintahan yang kuat serta sistem pemilu adil, jujur,dan damai.

Setelah pertemuan , JK memberikan keterangan pers, dimana dikatakannya bahwa rencana pertemuan sudah dilaporkan kepada Presiden SBY. Ditegaskannya bahwa pertemuan merupakan silaturahmi biasa, dan JK menyampaikan walau banyak pihak berbeda dalam berpolitik, hubungan personal harus tetap dijaga dengan baik, agar kalau dikemudian hari terjadi masalah dapat mudah diselesaikan. JK juga menyampaikan bahwa dia tetap akan menjadi capres Golkar sesuai keputusan partai, tetapi juga tidak tertutup kemungkinan akan menjadi wapres apabila partai menghendaki demikian.

Pertemuan kedua pimpinan parpol papan atas tersebut merupakan realisasi dari keinginan faksi dari Surya Paloh, yang sejak awal menginginkan Golkar berkoalisi dengan PDIP. Kini, nampaknya JK melihat konstelasi politik mengharuskannya mengambil keputusan tersebut. Dari hasil survei yang dilaksanakan bulan Februari 2009, empat lembaga survei CSIS, LP3ES, LIPI, dan Puskapol UI  menyebutkan, Partai Demokrat menempati urutan teratas dengan 21,5%, PDIP 15,21 %, Partai Golkar 14,27%. Diikuti PPP dengan 4,15 %, PKS 4,07 %, PKB 3,25%, PAN 2,91 %, dan Gerindra 2,62%.

Selain itu, SBY masih menjadi capres terkuat dengan 46%, diikuti Megawati 17 %, Sri Sultan 4,7 %, Prabowo Subianto 4,6 %, Wiranto menempati urutan kelima dengan 3,6 %, Amien Rais 2,2 %, Hidayat Nur Wahid 2,1 %, dan Jusuf Kalla 1,9 %.

Dengan demikian maka JK dan Golkar dapat dipastikan berhitung kembali bahwa kekuatan PD dan SBY hanya dapat diatasi apabila Golkar berkoalisi dengan PDIP. Keuntungannya, pertama kedua partai tidak akan sulit dalam memenuhi persyaratan pengajuan capres sesuai dengan UU Pilpres. Kedua, Megawati adalah capres yang mempunyai peluang terbesar diantara capres lainnya dalam melawan elektabilitas SBY. Persoalan utamanya, DPP Golkar dan JK harus mampu meyakinkan DPD Tkt-I dan elit Golkar lainnya bahwa dalam berpolitik sebuah parpol tidak hanya mengikuti keinginan semu saja, tetapi harus dilandasi dengan sebuah perhitungan yang matang. Ini yang akan sulit dilakukan dan dimengerti oleh kadernya apabila JK kemudian terpaksa men "down grade" menjadi cawapres.

Oleh karena itu strategi Golkar yang telah mengadakan pendekatan dan pembicaraan dengan PDIP dan PKS belum lama ini dinilai merupakan langkah terbaiknya. Walau pertemuan belum menghasilkan sesuatu yang kongkrit dalam berkoalisi, tetapi paling tidak kedua parpol sudah memasang kuda-kuda dalam menghadapi situasi "emergency". Langkah tersebut dapat disebut sebagai "kecerdikan berpolitik". Kini, semuanya akan tergantung kepada hasil pemilu legislatif April nanti, Golkar sebagai partai senior papan atas akan tetap mampu berperan di eksekutif apabila mampu menjaga soliditas di internalnya. Peluangnya berkoalisi dengan PDIP adalah alternatif terbaiknya apabila Golkar sudah memutuskan "pisah ranjang" antara JK dengan SBY.

Dengan mendekatnya Golkar ke PDIP maka kemungkinan besar PKS akan kembali bergabung dengan Partai Demokrat. Inilah politik, masing-masing parpol menengah dan papan atas mulai lebih mampu membaca peta politik yang bergerak cepat dan harus disikapi dengan cerdik. Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat dan berat, ditambah penerapan UU yang juga berat, rata-rata parpol akan tertekan. Bagi parpol yang kurang mampu membaca situasi, kemungkinan besar  tidak akan kebagian "peran", dan hanya akan menjadi penonton, atau terpaksa menjadi oposisi yang tidak ada apa-apanya. Selamat berhitung kembali.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/03/13/dari-pertemuan-jk-dan-mega/ (Dibaca: 1569 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.