Iklan Politik Gerindra, Demokrat Dan PDIP
11 December 2008 | 10:08 pm | Dilihat : 162
Beberapa hari yang lalu penulis membuat artikel tentang gerilya PKS yang mengejutkan banyak pihak lewat iklan kontroversialnya "sang pahlawan" dan PKS Award. Kini, yang coba diangkat adalah trend iklan politik dari Partai Gerindra, Demokrat dan PDIP, dimana titik berat permasalahan yang diangkat berbeda satu sama lainnya. Prabowo Subianto hampir setiap hari muncul di layar kaca dengan slogan kemandirian, swasembada dan penguatan sektor pertanian, mencoba menarik minat masyarakat bergabung di Gerindra. Kemudian PDIP muncul dengan iklan sembakonya "Mana kita tahan ???" Megawati mencoba menarik perhatian konstituen memperjuangkan sembako murah. Dan yang terkini Partai Demokrat muncul lewat media elektronik dan media cetak, iklan dengan slogan "tidak", maksudnya katakan tidak pada korupsi, mencoba menarik simpati publik dengan menampilkan tokohnya "SBY" penggerak anti korupsi.
Gencarnya cara-cara berkampanye lewat jalur iklan di media massa menurut peneliti utama Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi menunjukkan bahwa peran media massa banyak menggantikan peran parpol dalam menjangkau calon pemilih. Munculnya media televisi sebagai media utama penyebaran informasi politik dan sebagai media persuasi paling masif membuat partai semakin kehilangan relevansi sebagai saluran sosialisasi politik. "Inilah silent revolution, revolusi diam-diam yang sedang terjadi dalam kompetisi antar partai di Indonesia,” terangnya.
Korban dari silent revolution ini, adalah partai yang tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk mengakses media massa, terutama televisi melalui slot iklan. Imbasnya, partai baru bukan saja tidak dipilih oleh publik, tapi juga tidak masuk dalam kategori partai yang dikenal.
Silent revolution ternyata membuktikan efektivitas beriklan tadi, hasilnya mulai nampak pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Nasional pada bulan November 2008 yang menyebutkan Partai Demokrat mendapat 9,6 % suara dari swing voter dan Gerindra berhasil memikat swing voter 3,7 %. Hingga kini LSN melansir bahwa swing voter baik positif maupun negatif merupakan mayoritas calon pemilih, prosentasenya mencapai 85 % dibandingkan mereka yang merupakan loyalis partai yang hanya 15 %. Inilah sebenarnya "real target" dan harus di kondisikan oleh para konsultan komunikasi masing-masing parpol untuk menaikkan perolehan suara.
Apa sebenarnya sasaran dari iklan-iklan tersebut?. Jelas yang diharapkan adalah terbentuknya opini positif, iklan harus mampu mencakup dua hal, memperkenalkan dan memasarkan calon serta menarik minat terhadap partai. Dari beberapa hasil survei, terdapat beberapa hal yang menjadi fokus konstituen. Ini yang penting harus diketahui para pemasang iklan, sebagai jawaban atas kebutuhan hakiki mereka. Yang menjadi fokus swing voter adalah masalah kejujuran, perekonomian rakyat dan kinerja pemerintah. Lebih jelas hasil survei Johan Polling Lembaga Riset Informasi (LRI) pada bulan mei 2008 menyampaikan bahwa responden sebagian besar menginginkan figur pemimpin yang jujur (84 %), ketegasan figur (71 %), dapat dipercaya (62 %), konsisten (44 %) dan integritas (28 %).
Lembaga Survei Indonesian Research and Development Institute (IRDI) pada bulan Oktober 2008 menyebutkan iklan yang dipandang baik oleh Responden adalah iklan partai Demokrat dan SBY (53,9%), Gerindra dan Prabowo Subianto (53,8%), Golkar dan JK (43,8%), Sutrisno Bachir (41,5%), Rizal Mallarangeng (33,7%). Sebanyak 69% responden memandang tidak baik terhadap iklan yang menonjolkan kelemahan tokoh dan partai lain, 50,1% memandang tidak baik iklan yang menonjolkan tokoh dan partai sendiri, dan 44,3% memandang tidak baik politik yang menggunakan orang miskin.
Partai Demokrat menjelang peringatan hari anti korupsi sedunia yg jatuh pada 9 Desember 2008 telah mengiklankan "katakan tidak pada korupsi", banyak yang mempertanyakan kenapa memasang iklan anti korupsi. Disini Demokrat mencoba memenuhi keinginan responden atas kebutuhan butuh figur jujur tadi. lklan ini merupakan sub sistem dari sistem lain yang mendukung keberhasilan pemerintahan SBY di beberapa bidang, seperti kesehatan, keamanan, pendidikan dan pertanian yang pertama kalinya surplus dalam 10 tahun terakhir. Namun hasil survei ada yang menyebutkan bahwa responden menyatakan tidak puas pada program pemerintah dalam pengendalian sembako, mengatasi pengangguran dan pengentasan kemiskinan.
Ketidak puasan responden ini dijawab oleh PDIP bersama Megawati dengan iklannya "Mana kita tahan ???" perjuangkan sembako murah. Sebenarnya iklan ini mencoba menjawab rasa tidak puas masyarakat terhadap pemerintah, mungkin iklan PDIP akan lebih berbobot dengan mengiklankan konsep bagaimana menangani masalah yang lebih luas selain sembako seperti mengatasi masalah pengangguran, menciptakan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan.
Sementara Iklan Prabowo dinilai mengandung pesan-pesan simpatik mewakili masyarakat petani, nelayan, dan pedagang pasar tradisional. Dalam iklannya itu bisa terbaca bahwa Prabowo mempunyai visi yang prorakyat. Dinilai agak berbeda dengan Sutrisno Bachir yang juga gencar beriklan, tetapi tidak menolong dalam menaikkan elektabilitasnya, karena pesan iklannya kurang menyentuh kebutuhan hati konstituen.
Nah, kalau ada iklan positif, apakah ada iklan negatif ?. Keributan masalah kenaikan BBM yang ditayangkan media elektronik adalah salah satu contoh iklan negatif bagi pemerintah. Langsung tanpa dapat ditahan popularitas SBY jatuh dan berada dibawah Megawati pada bulan Juni 2008 lalu. Kini, dengan masih berlangsungnya krisis di dunia, yang juga berimbas di Indonesia, kemungkinan yang akan terjadi adalah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh beberapa perusahaan. Kalau kurang hati-hati masalah pengangguran ini bisa menjadi iklan negatif bagi SBY dan Partai Demokrat, karena merupakan salah satu fokus responden disamping sembako dan kemiskinan.
Jadi itulah sedikit gambaran seni iklan mengiklan politik di media massa yang kini ternyata memegang peran sangat penting dalam membangun citra dan opini. Yang perlu diingat para elit politik jangan terpikir membuat iklan yang menonjolkan kelemahan tokoh dan partai lain, karena ini bagian yang tidak disukai oleh 69 % responden. Prabowo kelihatannya juga harus mulai mengatur kemunculannya sebagai tokoh menonjol karena 50,1 % responden memandangnya kurang baik terlalu menonjolkan diri.
Kemasan seperti iklan Demokrat di televisi mungkin lebih "pas" dimana SBY hanya muncul terakhir dan itupun berupa fotonya saja, diam memandang dengan pandangan tajam, inilah tokoh anti korupsi, tokoh kejujuran itulah kira-kira inti pesannya. Yang aktif hanya Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum dan bekas Ratu Indonesia yang cantik itu. Sementara Partai Hanura yang pernah mengangkat tema kemiskinan juga sebaiknya meninggalkan tema ini karena 44,3 % responden berpendapat tidak baik politik yang menggunakan orang miskin, yang diangkat seharusnya bagaimana mengurangi kemiskinan.
Jadi bagaimana dengan Parpol yang dananya terbatas?. Beberapa parpol papan tengah masih yakin dengan pemilih tradisionalnya, tetapi secara "silent" para swing voter mulai dituai oleh Partai Demokrat, Gerindra, PDIP, Golkar dan PKS. Banyak partai baru kelihatannya akan gigit jari apabila masih menggunakan pola berfikir dengan paradigma lama, tidak menyadari telah terjadi perubahan selain perilaku pemilih juga pola penyampaian pesan. Partai-partai Islam sebaiknya menggunakan pendekatan yang lebih rasional, karena para pemilih kini lebih menggunakan cara berfikir rasional, mengalahkan perintah agama.
Bagi yang dananya kurang mungkin dapat belajar dari "campaign coordinator" PKS tentang ilmu "nekat", kontroversi. Kalau mencoba membuat cara kontroversi sendiri dan salah, para swing voter yang semakin pintar akan tertawa dan bahkan meninggalkan mereka. Terlihat pada pemilu 2009 akan semakin sulit bagi partai baru untuk mencapai batas ambang yang ditetapkan, pilihannya kini hanya dua "nyerah" atau "nekat". Kelihatannya nekat yang dipilih...siapa tahu kan, namanya juga usaha dijaman krisis ini. Selamat berjuang pak, semoga informasi ini bermanfaat. Pray
Sumber : http://umum.kompasiana.com/2008/12/11/iklan-politik-gerindra-demokrat-dan-pdip/ (Dibaca: 1799 kali)