MENGAPA AMERIKA TERUS MENGINCAR INDONESIA, SEBUAH ANALISIS INTELIJEN.
19 November 2021 | 9:34 pm | Dilihat : 943
USS Nimitz dalam latihan di Laut China Selatan (Foto : Republika)
Di negara manapun, kepentingan yang abadi adalah kepentingan nasional negara bersangkutan. Dalam beberapa tahun terakhir kita mengetahui bahwa di kawasan Asia Tenggara, khususnya Laut China Selatan terjadi persaingan antara Amerika Serikat dengan China (Tiongkok) terkait konsep hegemoni. China dengan konsep OBOR dan BRI, dilain sisi AS dengan konsep Indo Pacifik (High Road).
Current Affairs Indo Pasific, QUAD, AUKUS dan Grey Zone China
Setelah rebalancing pemerintahan di Era Presiden Obama pada tahun 2009, AS menemukan bukti dan impian China soal hegemoni, dimana kebangkitan ekonomi dan inisiatif global China ini menunjukkan bahwa China berupaya berperilaku layaknya kekuatan besar (great power) yang hidup berdampingan dengan superpower (AS) melalui kerja sama dan kompetisi (secara damai) di bidang ekonomi dan militer. Sejak 2007-2015 dan terus berlanjut, hingga kini.
China sudah menerapkan upaya penguasaan LCS, mengklaim sepihak dan membangun pulau karang Spratley dan Paracel, membangun 33.000 kapal ikan maritim dan kapal pengawal Coast Guard dalam persiapan penerapan grey zone war. China juga sudah mempersiapkan pembangunan kekuatan maritim tempur dengan kapal Induk dsn 350 kapal perang.
Konsep OBOR dan BRI merupakan langkah membangun kerjasama berupa instrumen prosperity, pinjaman hutang, dengan target penguasaan negara melalui debt trap. Di kawasan Asia Tenggara, dua negara utama yang mereka target yaitu Malaysia dan Indonesia, disamping negara-negara lain di jalur OBOR. PM Najib saat memerintah, sudah masuk dalam jaring China. Akhirnya jatuh dalam ops senyap, korupsinya di 1MDP dibongkar oleh FBI, Najib akhirnya kalah oleh Mahathir pada pemilu dan tragisnya, dia masuk penjara. Indonesia kemudian menjadi negara kedua yang diperebutkan oleh China dan AS. China melalui pinjaman hutang dan AS melalui konsep Indo Pacific, dan higher road.
AS memainkan peran CIA, kementerian luar negeri dan kekuatan militer, sebagai ujung tombak dalam membangun kerjasama internasional. Kawasan Asia Pasifik pada awalnya secara aktif ditangani Menlu Mike Pompeo yang mantan Direktur CIA. AS terus mencoba mendekati Indonesia hanya untuk menjadi mitranya yang jelas dalam konflik dengan China. AS banyak belajar, bahwa dalam operasi militer mereka butuh mitra negara lain. Kini AS harus mempersiapkan diri dalam kondisi terburuk apabila pecah perang dengan China.
Malaysia dan Indonesia merupakan dua negara yang ruang udara serta wilayah lautnya merupakan gerbang utama dari Laut China Selatan ke Selat Sunda dan Samudera Hindia. Di sinilah posisi geografis yang sangat penting dari Indonesia dan Malaysia terkait geopolitik dan geostrategi dan bahkan geo-ekonomi.
Data masa lalu menunjukkan dalam melaksanakan operasi militer di negara lain, ternyata AS tidak dapat berdiri sendiri. Selain membutuhkan dukungan negara-negara NATO, ternyata dalam operasi militer mengejar Al-Qaeda, dukungan internasional tidak terelakkan. AS butuh akses negara-negara lain untuk ijin penggunaan ruang udara, untuk mengejar Al-Qaeda, khususnya Osama bin Laden di pelosok dunia, AS butuh dukungan terus menerus negara lain. AS mendapat pelajaran tidak bisa melakukan operasi militer walau memiliki kekuatan nuklir untuk menghabisi Al-Qaeda. Kemudian disadari bahwa AS harus berubah dari kebijakan unilateral bergeser, kemudian membangun kerjasama internasional. Itulah data basic descriptive intelligence dari operasi intelijen dan militer AS.
Posisi Politik Luar Negeri Indonesia
Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.
Indonesia menganut politik luat negeri "bebas aktif", yaitu politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada satu kekuatan dunia. Indonesia juga turut aktif berpartisipasi dalam menyelesaikan konflik, sengketa, serta permasalahan dunia lainnya sebagai tujuan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Di dalam kasus konflik kepentingan AS versus China di jalur nadi (SLOC) LCS, China mendekati negara-negara di Asia Tenggara dengan langkah prosperity, beberapa negara termasuk Indonesia diberikan pinjaman. AS selalu mengingatkan besarnya pengaruh China apabila, ada negara masuk jebakan hutang (debt trap). AS menyiapkan dana US$400 miliar melalui high road, tetapi birokrasinya lebih sulit dari China. Selama ini pendekatan AS lebih kepada security. AS membentuk kekuatan intelijen dan militer di kawasan Asia Pasifik seperti kerjasama intelijen Five Eyes (AS, Inggris, Australia, Canada dan NZ), membentuk pakta AUKUS (Australia, Inggris dan AS)..
Menurut Pentagon AS, China tertarik mendirikan pangkalan militer tidak kurang di 12 negara lain. Untuk melawan kekuatan China yang semakin agresif, India bergerak mendekati AS, Jepang dan Australia, sebuah kelompok yang secara informal dikenal sebagai 'quad'. Jenderal Bipin Rawat, kepala staf pertahanan India, menggambarkan quad sebagai mekanisme yang baik untuk mencegah kawasan itu didominasi kekuatan yang bermusuhan.
AS serta Inggris sepakat akan mendukung Australia dalam pengadaan kapal selam nuklir, dimana Australia membatalkan rencana pengadaan kapal selam dari Perancis. Australia juga memutuskan modernisasi pesawat tempur dengan F-35 serta membeli drones tercanggih yang mampu terbang 23 jam, mampu mengamati 40.000 km.
Menyikapi perkembangan kawasan, Indonesia telah membuat keseimbangan kondisi geopolitik dan geostrategi kawasan, diantaranya dalam latihan militer gabungan terbesar antara TNI AD yang dipimpin Kasad, Jenderal Andika Perkasa dengan US Army Commanding General US Army Pacific (USARPAC), General Charles A. Flynn dengan sandi Garuda Shield 15/2021, ops Linud antar negara dari Guam ke spot di Indonesia. Spot strategis dalam sudut pandang AS adalah Amborawang Kalimantan Timur, Makalisung Kombi, Kabupaten Minahasa dan Baturaja, Lampung. Dalam latihan bersama itu tercatat total ada 2.161 prajurit TNI AD dan 1.547 tentara Amerika Serikat yang ikut dalam latihan. Selain itu, latma ini disebut sebagai yang terbesar sepanjang sejarah kerja sama militer RI dan AS selama ini.
Kesimpulan
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa posisi geografis Indonesia berada di center of gravity persaingan negara-negara besar, khususnya kubu Amerika Serikat dengan China (Tiongkok). Dalam kondisi damai, nampak persaingan pembangunan kekuatan tempur kedua kubu dengan tujuan dimasa depan adalah hegemoni kawasan yang dapat diperkirakan menjurus kepada konflik militer dalam skala kecil, menengah dan dapat besar.
Selama ini pihak AS memandang pendulum Indonesia lebih berat ke China sebagai pesaing yang dinilainya sebagai musuh. Garuda Shield adalah salah satu upaya menetralisir posisi politik Indonesia di kawasan. Nampak Indonesia mulai menemukan formula berada di posisi tepat agar tidak masuk sebagai negara yang dinilai sebagai ancaman atau gangguan masa depan bagi kepentingan Amerika apabila terjadi konflik militer dengan China. Kita perlu menyadari dengan tujuh instrumennya, pengaktifan instrumen khususnya intelijen dan militer dari AS apabila dimainkan ke sebuah negara akan sangat berbahaya,
Penutup
Demikian analisis ini dibuat sebagai masukan bagi pemerintah Indonesia, khususnya Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa yang baru dilantik Presiden Jokowi. Semoga bermanfaat, Pray Old Soldier.
Penulis : Marsda TNI Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen. http://www.ramalanintelijen.net