Teror Covid
19 April 2020 | 9:50 am | Dilihat : 245
Saat pendidikan conditioning course, menurut instruktur, teror adalah sarana penggalangan intelijen untuk penciptaan kondisi. Misalnya aksi teror ISIS untuk menciptakan kondisi rasa takut, penghukuman dan menjatuhkan kepercayaan pemerintah yang sah.
Tapi banyak yg tidak tahu bahwa ISIS hanya sarana "GAL" yang diperalat untuk menghancurkan musuh2 Israel, Edward Snowden mantan anggota NSA dan CIA membocorkan bahwa Mossad dibantu intelijen AS dan Inggris yg membuat ISIS. Pernah juga dahulu Israel melakukan operasi Babylon yg menyerang reaktor nuklir Irak di Osiraq.
Kini, setelah Suriah musuh utama Israel babak belur karena conditioning juga, Israel berhadapan dengan Iran. Keduanya punya nuklir. Perkembangan geopolitik, yang menentukan dunia, Amerika sudah menetapkan musuh utamanya China dan Rusia. AS mengedepankan instrumen intelijen dan militer, utk mempertahankan hegemoninya. China memainkan strategi untuk mencapai hegemoni melalui kekuatan ekonomi. Muncul teori dan praktek OBOR, BRI, serta Higher Road, dan Debt trab Diplomacy, Pay day loan theory. Ini semua setting intelijen demi kepentingan nasional masing2 negaranya.
Teror Covid yang Mengerikan dan Menghancurkan
Mengapa penulis menyebut Covid-19 sebagai teror? Ancaman Covid tidak main-main, mahluk lelembut (aslinya tidak kasat mata) ini kini menyerang 200 lebih negara, data tgl 18 April menginfeksi dunia 2,325,158, meninggal:160,446, sembuh 595,467.
Amerika kini menjadi negara terparah akibat teror Covid. Data statistik John Hopkins University mencatat jumlah kematian akibat virus corona (covid-19) di Amerika Serikat melonjak 1.891 pasien dalam 24 jam pada Sabtu (18/4). Angka kematian itu menjadi yang tertinggi di di dunia, total kematian akibat virus corona di AS mencapai 38.664 pasien.
Hingga Minggu (18/4), AS tercatat memiliki 732.197 kasus corona. Jumlah itu menjadikan AS sebagai negara dengan kasus covid-19 dan kematian tertinggi di dunia. Negara bagian New York, episenter Covid di AS dengan kasus corona terbanyak di AS, mencapai 222.284 kasus dengan 14.636 kematian.
Selain AS, tercatat ada enam negara lain yang masuk kelompok tujuh besar terparah setelah AS akibat Covid-19. Negara-negara tersebut lima dari Eropa dan satu Asia. Kelompok enam besar adalah :
Italia, Total Kasus (TK) 175.925, Total Meninggal (TM) 23.237, Satu Hari Meninggal (SHM) 483 jiwa. Spanyol, TK (191.726), TM (20.629), SHM (637). Perancis TK (251.793), TM (1.323), SHM (642). Jerman, TK (143.342), TM (4.459), SHM (107). Inggris, K (114.217), TM (15.464), SHM (888). China, TK (82.729), TM (4.632), SHM (zero).
Melihat data akibat gelombang berkembangnya Covid, ini adalah bentuk teror yang musuhnya ada tapi tidak nyata, tidak terlihat dan akhirnya banyak yang menyepelekan. Tidak terbayangkan ancaman dalam satu cluster, seorang yg terpapar bisa menularkan dan berkembang seperti deret ukur menjadi ratusan. Seorang yg positif di Singapura menyebabkan 483 positif dalam clusternya.
Amerika dan lima negara Eropa itu sebagai negara sangat maju modern, kini galau karena covid terus berkembang tanpa dapat terbendung. Mereka jelas memiliki kemampuan kesehatan yang baik. Tapi kenyataannya takluk dengan virus baru ini.
Anti virus, antibody, antigen, antibodi dalam plasma dan mencari obat yang tepat belum mereka temukan. Sementara China yang terus berusaha mencari anti virus, walaupun agak mengakui bohong yang dituduhkan CIA, setelah mengoreksi korban, secara umum bisa menanganinya dengan cara otoriter. Negara-negara Barat tidak dapat keras karena persoalan HAM.
Teror berlangsung karena perilaku warga yang cuek tidak mau mengikuti aturan yang dibuat pemerintahnya. Jumlah kasus adalah bagian pemerintah untuk menilai dan menurunkan tingkat kurva, tetapi jumlah kematian ini menurut penulis jauh lebih penting, nilai nyawa sangat penting yang harus dijaga pemerintah, bukankah demikian? Kini yang saling tuduh AS dengan China, mestinya stop dahulu, perangnya kini manusia versus Covid-19, kalau terus berkonflik, ya keduanya siap-siap "tumpes"
Teror Covid di Indonesia
Kita bahas apakah Covid juga teror di Indonesia? Banyak yang mengherankan bagaimana Indonesia dengan penduduk hampir 270 juta jiwa, dalam 50 hari sejak diumumkannya kasus pertama di Indonesia, angka yang terpapar maupun yg meninggal jauh sekali di bawah tujuh besar negara itu. Penduduk terbanyak dunia kini adalah China, India, AS dan Indonesia ke empat.
Khusus untuk Indonesia, menurut Jubir Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto hingga Sabtu, 18 April 2020 pukul 12.00 WIB, Total Kasus positif 6.248 ada penambahan 325 kasus baru. Pasien sembuh dalam 24 jam, 24 orang, sehingga total yg sembuh 631 orang. Pasien meninggal dunia dlm 24 jam (SHM) 15 orang, total yang meninggal dunia (TM) 535 orang.
Coba kita bandingkan Indonesia dengan Amerika. Ahli genetika Amerika memperkirakan virus corona mulai menyebar di NYC dari Eropa pada Februari, sebelum kasus pertama dikonfirmasi di New York pada 1 Maret. Artinya penemuan kasus pertama di AS dan Indonesia hanya berselang sehari. Kini kasus positif di AS 732.197 di Indonesia 6.248. Sementara korban meninggal di Amerika 38.664, di Indonesia yang meninggal sejak 2 Maret 2020 ada 535.
Lantas, apakah ini teror bagi penduduk Indonesia ? Teror selalu mengandalkan, butuh media sebagai pendukung. Kalau kasus teror diberitakan keliru, akibatnya akan muncul rasa takut. Saat ini yg diberitakan positif, tetapi ada efek negatif saat pemakaman, keluarga tidak boleh mengantar karena bisa tertular. Akibatnya ada perawat meninggal di Ungaran ditolak saat akan dimakamkan. Nah, rasa takut ini perlu dibenahi.
Hal lain yang penulis nilai kurang sefaham adalah seperti statement Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dalam video akun YouTube resmi Sekretariat Presiden, yang diakses detikcom, Jumat (17/4). Angka kumulatif pada puncak wabah bakal mencapai 95 ribu kasus. Dia juga menyebut angka yang lebih dari 95 ribu kasus diprediksi terjadi pada Juni atau Juli. "Kasus terkonfirmasi secara kumulatif akan mencapai 106 ribu kasus," katanya.
Dalam kondisi saat ini apa pentingnya dipublikasi? Kalau untuk persiapan RS dan strategi misalnya, cukup internal saja.Masyarakat bisa takut dan panik dengan info2 yang mengerikan. Dari jumlah kasus dalam 50 hari sebanyak 6.248 disebut akan mencapai puncak wabah awal Mei hingga awal Juni menjadi 95.000 kasus. Berarti itu masih 42 hari lagi? Apa realistis?
Ini data jumlah orang Indonesia yang positif terinfeksi covid-19 (hasil test PCR) s/d 18 April 2020 rasanya tidak menyeramkan :
Tgl Positif Tambah
14. 4839 + 282 15. 5136. + 297 16. 5516. + 380 17 5923. + 407 18 6248. + 325
Sembuh 631 orang (+24) Meninggal 535 orang (+ 15) sekian hari itu yang positif angkanya tiap hari naik terus, kecuali hari ini, angkanya turun (407 ke 325). Angka yang sembuh sejak 18 April mulai lebih banyak dari angka yang meninggal.
Bukankan Gugus Tugas Percepatan itu bertugas selain mempercepat penanganan juga memberikan informasi menenteramkan masyarakat? Hindari memberikan informasi yg bombastis. Kesimpulannya, berikan saja fakta realistis dan bagaimana way outnya. Rakyat sudah mulai takut, bisa panik, butuh informasi yang segar tapi realistis, sama2 prediksi, tapi analisis ini lebih realistis bukan? https://www.tagar.id/diprediksi-covid19-selesai-sebelum-idul-fitri-2020 . Selain itu banyak muncul berita-berita Hoax yang menyesatkan, menambah stress dan tekanan psikologis lainnya.
Ini contoh statement menurut penulis bagus, dilansir dari LA Times, peraih hadiah Nobel, Prof. Michael Levitt meminta dunia jangan panik bila mendengar ada kenaikan jumlah pasien corona yang berlangsung begitu cepat. "Yang kita butuhkan adalah mengendalikan kepanikan, kita akan baik-baik saja," kata Michael Levitt, 23 Maret 2020.
Dalam arti setelah mengalami puncak maka akan mereda dengan sendiri, bahkan bisa dikatakan akan menurun secara signifikan meski tanpa melakukan lockdown seperti di Wuhan, Hubai China.
Penutup
Penulis jadi berfikir ulang setelah ada pejabat tinggi yg komunikasi ke Pray, "Masih pada heran mengapa kasus di sini rendah sedang penduduk 272 juta". Jadi faham dengan statement pakar diatas yang tanpa disadari bisa meneror kita dan membuat panik... Wis sak karepmu Mas. Pray Old Soldier.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net