Membaca Suicide Bombing Kampung Melayu Dari Sudut Pandang Intelijen
25 May 2017 | 10:09 am | Dilihat : 2354
Lokasi di sekitar daerah ledakan (foto : detik)
Masyarakat Jakarta dikejutkan dengan terjadinya ledakan bom di terminal Kampung Melayu Rabu malam. Diketahui dua bom yang sementara diduga sebagai bom bunuh diri (suicide bombing) terjadi pada hari Rabu (24/5/2017) pukul 20.58 WIB dan pukul 21.00 WIB. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, sebanyak 15 orang menjadi korban ledakan. Lima di antaranya meninggal dunia, terdiri dari tiga anggota Polri dan dua orang patut diduga pelaku bom bunuh diri.
Selain itu, 10 orang menderita luka-luka dan mendapat perawatan di rumah sakit, terdiri dari ima orang anggota Polri dan lima lainnya warga sipil. Bom pertama diledakkan di toilet samping bus Trans Jakarta, yang kedua meledak sekitar 15 meter dari bom pertama. Ledakan cukup hebat karena pada jarak 50 meter diketemukan potongan tubuh manusia.
Dari ledakan tersebut, korban tewas terbanyak adalah anggota Polri dan dua warga sipil lainnya yang diperkirakan pelaku. Penulis mencoba menyusun analisis dari sudut pandang intelijen strategis melihat dari sudut yang lebih luas. Banyak yang kemudian menyimpulkan serangan ditujukan kepada Polri sebagai musuh teroris. Aksi teror bisa ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, bisa berupa pesan dan bisa upaya menunjukkan eksistensi. Jangan terlalu cepat menyimpulkan sebuah aksi teror. Karena kelompok teror kerap dimainkan juga dalam sebuah proxy war.
Setelah ledakan tiga anggota Polri Gugur dan lima mengalami luka-luka. Istana mengutuk ledakan bom tersebut (foto : PosKota)
Aksi Teror ISIS, Bom Kampung Melayu, Bom Manchester dan Pendudukan Marawi
Sebelum bom Kampung Melayu meledak, terjadi aksi serangan teror di Manchester Inggris dan Kota Marawi, Filipina.
Bom di Manchester, Inggris. Serangan bom di Inggris terjadi saat berlangsungnya konser Ariana Grande, di Kota Manchester, Inggris, Senin malam (22/5/2017) sekitar pukul 22.30 waktu setempat. Menurut Polisi Inggris, korban tewas mencapai 22 orang. Sementara 59 orang lainnya luka-luka. ISIS lewat media sosial menyatakan salah satu simpatisannya adalah pelaku serangan. Kepolisian Inggris pada Senin tengah malam menyebutkan tersangka pelaku serangan bom bernama Salman Abedi (22), seorang pria keturunan Libya yang lahir di kota Manchester. Kecepatan identifikasi yang mengegumkan.
Bom Bunuh diri di Manchester Inggris saat konser Ariana Grande (foto : Al-Jazeera)
Pendudukan Marawi, Filipina. Pada hari Selasa (23/5/2017) sekitar pukul 15.00 terjadi baku tembak antara kelompok bersenjata dengan personel Brigade Infantri ke-103 di Marawi City. Kota Marawi (populasi 200.000) terletak sekitar 200 km dari Davao City dimana walikotanya adalah Sara Duterte-Carpio, putri Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Tercatat tiga aparat tewas dan 12 lainnya terluka dalam baku tembak tersebut. Pertempuran pecah setelah militer menggerebek tempat persembunyian pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Hapilon (berba'iat kepada Abu Bakar al-Baghdadi, ISIS).
Militer menduga kelompok itu adalah Negara Islam Lanao atau dikenal juga dengan nama kelompok Maute yang dikabarkan mendapat dukungan ISIS. Kelompok ini terdiri dari mantan anggota Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan sejumlah warga negara asing. Nama kelompok ini diambil dari nama pendirinya, Abdullah Maute.
Militer Filipina mulai melakukan serbuan setelah Kota Marawi di duduki kelompok Maute (foto : Fajar)
Panglima AB Filipina, Jenderal Eduardo Año mengatakan hampir 50 orang bersenjata memasuki kota tersebut. Sementara itu, Walikota Marawi Majul Usman Gandamra mengatakan dalam sebuah wawancara dengan "Headstart" ANC bahwa menurutnya jumlahnya 100 sampai 200. Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan bahwa tidak ada kegagalan intelijen dalam situasi Marawi namun mengakui ada "kurangnya apresiasi" terhadap informasi. Militer Filipina kemudian mulai menyerang temasuk melakukan pengeboman melalui udara.
Bom Kampung Melayu, Jakarta. Hasil sementara olah tempat kejadian perkara ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, pelaku patut diduga dua orang. "Pelaku dua laki laki. Tadi saya nyatakan ada dua ledakan, diolah TKP memang ditemukan ada dua pelaku bom bunuh diri ini," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, di lokasi ledakan, Kamis (25/5/2017) dini hari. Sementara identitas hingga Kamis pagi belum diumumkan.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Setya Wasisto menjelaskan bom berbentuk panci (foto : CNN Indonesia)
Pihak Humas Polri (Kombes Pol Martinus) melalui media menyatakan bahwa pelaku adalah jaringan ISIS. Sementara Irjen Setyo mengatakan, bom bunuh diri yang meledak rupanya berbentuk panci yang diisi rangkaian bahan peledak serta ditambahkan paku dan gotri. Pelaku lalu memasukkan panci tersebut ke dalam tas ransel yang dia bawa."Jadi, kemungkinan hasil olah TKP, dua pelaku membawa panci di dalam tasnya. Di bom panci itu ditemukan (serpihan) paku dan gotri." Pihak kepolisian baru hanya memastikan satu bom panci dibawa di dalam ransel pelaku. Sementara satu bom lainnya belum bisa diungkap.
Analisis
Setiap aparat intelijen yang terdidik dan cukup berpengalaman faham bahwa terorisme adalah salah satu sarana intelijen penggalangan. Perlu dipelajari agar intelijen mampu melakukan counter dengan tepat. Fokus utama intelijen adalah melakukan identifikasi, analisis dan penilaian ancaman. Seperti yang diakui oleh praktisi intelijen, penilaian ancaman selalu tertinggal dibandingkan penilaian risiko.
Definisi ancaman yang saat ini disukai oleh badan intelijen terutama didasarkan pada entitas yang sifatnya mengancam saja. Akibatnya, penilaian ancaman secara khusus hanya berkaitan dengan pemahaman terhadap maksud dan kemampuan musuh yang teridentifikasi (Charles Vandepeer, University of Adelaide).
Pendekatan 'musuh-sentris' terhadap analisis intelijen baru-baru ini mendapat kritik. Secara khusus, kekurangan pendekatan saat ini menjadi jelas di mana fokus analisis intelijen dititik beratkan pada ancaman dari aktor-aktor sub-negara atau non-negara yang sulit dikenali. Nah, disitulah para pelaku teror berselancar. Mereka umumnya sukses melakukan aksinya karena inisiatif ditangan mereka dan nampaknya mereka mulai lebih mampu melakukan desepsi dengan cover serta berusaha melakukan perubahan variasi serangan.
Dalam aksi teror di Indonesia, penulis banyak menganalisis teror yang tujuannya bisa sebagai sebuah pesan, eksistensi, instrumen penghukuman ataupun dapat dibaca sebagai pemanfaatan teror untuk kepentingan proxy war. Apabila bom Kampung Melayu murni jaringan terorisme terkait Islamic State, kemungkinannya kodal berada di Suriah (Bahrum Naim), atau bisa juga ini lebih fokus merupakan aksi sel tidur di Indonesia, sama dengan jaringan Bandung yang pernah mencoba menyerang pos polisi di Purwakarta (tewas ditembak di Waduk Jatiluhur) masa lalu, kodalnya kemungkinan berada di Jawa Barat (jaringan simpatisan).
Kemampuan membuat bom panci nampaknya telah ditingkatkan daya hancurnya. Kemungkinan besar pelaku adalah jaringan luar Jakarta yang terindoktrinasi dengan virus 'jihad.' Virus jenis ini sulit disembuhkan, istilahnya dengan obat kimia (deradikalisasi, bantuan ekonomi, termasuk reedukasi dengan mendatangkan ulama Yaman sekalipun, mereka tidak goyah).
Mereka yang terkontaminasi akan berperang karena kematian merupakan tujuan yang diidamkan. Memang diketahui sejak 2009 pihak kepolisian terus dijadikan target utamanya. Melihat korban tewas tiga dari aparat kepolisian nampaknya premis mendukung.
Oleh karena itu membaca serangan pemboman, sebaiknya tidak langsung dikaitkan dengan berita khilafah yang sedang tenar. Berbeda-beda mereka yang melakukan klaim khilafah. Ada Khilafah Islamic State (ISIS) dibawah Abu Bakr al-Baghdadi, Khilafah Al-Qaeda, Khilafatul Muslimin, Khilafah Hizbut Tahrir. Mereka berbeda jalan tetapi nanti pada akhirnya akan berebut membentuk negara Islam sesuai konsep masing-masing, dan jelas mengganti dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Caranya yang berbeda.
Pemboman bunuh diri jaringan ISIS ini saja konsep jihadnya berbeda dengan Al-Qaeda yang sama-sama kelompok terorisme. Misalnya, ISIS atau Islamic State akan mencapai tujuan khilafah dengan berperang, Al-Qaeda dengan jihadul khalimah (menyatukan umat dengan dengan mengesampingkan furuiyah). Al-Qaeda di Indonesia (JAS, JI, MM) kini lebih mengemukakan langkah berjamaah untuk mencapai tujuan dan bahkan memprediksi ISIS akan kalah.
Dua hal lain yang penulis amati, seperti perintah orang kedua ISIS Muhammad al-Adnani (Alm), agar simpatisan tidak perlu ke Suriah untuk berjihad, cukup di negara-masing-masing atau berkonsentrasi di Filipina Selatan. Nah, bom Manchester bisa saja menginspirasi sel simpatisan di Indonesia, sementara pendudukan Marawi oleh kelompok Maute jelas merangsang mereka menjadi lebih berani. Diketahui ada beberapa orang Indonesia yang pergi datang ke Filipina Selatan, termasuk juga untuk membeli senjata. Tetapi menurut penulis, kedua kasus tersebut yang masing-masing yang berbeda hanya satu hari dilakukan berdiri sendiri-sendiri.
Dilain sisi, pemanfaatan aksi teror untuk proxy war masih memungkinkan walaupun dalam kasus ini agak kecil side effect dan kemungkinannya. Ada sementara kecurigaan intelijen terhadap bom Kampung Melayu untuk menurunkan derajat keamanan. Karena bom tersebut dilakukan dengan fokus ke anggota polisi yang sedang bertugas. Akan tetapi kemungkinan keterkaitan proxy war tidak lebih besar dibandingkan aksi ini lebih murni ke aksi teror Islamic State (dahulu ISIS) untuk menyerang polisi. Walaupun imbas politiknya jelas ada.
Kita tunggu pengumuman aparat intelijen dan kepolisian tentang siapa pelaku dan dari jaringan mana. Masyarakat dimanapun selalu tidak nyaman terhadap sesuatu yang tidak jelas, oleh karena itu polisi Inggris segera mengumumkan pelaku bom Manchester hanya beberapa jam setelah ledakan. Penulis yakin pihak BIN dan Densus sudah memiliki mapping kasus bom Kampung Melayu ini. Pak Tito sebagai Kapolri sebagai mantan Kadensus dan Kepala BNPT jelas sudah mafhum menghadapi dinamika teror semacam ini.
Hanya demi keamanan, sebaiknya aparat kepolisian lebih meningkatkan pengamanan pribadi, informasi, kegiatan dan material (kantor dan pospol). Mereka mulai menggeliat dan pintar memanfaatkan setiap kelengahan.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net