Presiden Jokowi Butuh Menunjuk Tokoh Penyelamat Bangsa
11 May 2017 | 5:49 pm | Dilihat : 2876
Ahok bersama Penasihat hukum setelah putusan pengadilan (foto : Antara)
Apa yang menonjol diberitakan dalam waktu-waktu terakhir ini? Pertama, pemberitaan kasus korupsi e-KTP, kedua, pembubaran HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Total kerugian negara akibat korupsi e-KTP pada 2016 menurut KPK sebesar Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun. Kemudian sebanyak Rp 250 miliar uang hasil korupsi dikembalikan kepada negara oleh 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Beberapa tokoh politik dan pejabat pemerintah dinyatakan terlibat.
Berita kedua yang juga besar, Menko Polhukam Wiranto pada hari Senin (8/5/2017), mengumumkan niat pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 serta telah menciptakan benturan di masyarakat. Masyarakat disuguhi pemberitaan media bahwa HTI pengaruhnya telah demikian luas memengaruhi umat Muslim tentang khilafah (negara Islam). Pengaruh radikal dan intoleran dinilai sudah semakin berbahaya.
Nah, kedua berita tersebut kini tertutup dengan vonis terhadap Ahok yang masih menjadi Gubernur DKI hingga Oktober 2017, walaupun dalam Pilkada DKI lalu kalah. Pada sidang hari Selasa (9/5/2017), Ketua Majelis Hakim PN Jakut Dwiarso Budi Santiarto membacakan putusan, "Menyatakan terdakwa (Ahok) terbukti secara sah meyakinkan bersalah menodai agama, menjatuhlan pidana dengan pidana penjara dua tahun, terdakwa ditahan, mengajukan barbuk dan membebankan biaya perkara 5 ribu kepada terdakwa," demikian bunyi amar putusan.
Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni setahun dengan dua tahun masa percobaan. Pasal yang dikenakan juga sesuai isi dakwaan yakni Pasal 156a tentang penodaan agama, bukan alternatif Pasal 156. Dengan begitu, Ahok langsung ditahan di LP Cipinang. Sebagai akibatnya muncul efek berantai dan posisi dua kubu, yang bukan mencair tetapi justru semakin mengkristal. Ini berbahaya menurut persepsi intelijen, potensi konflik horizontal cukup besar dan bukan tidak mungkin ada yang berfikir akan mengarahkannya menjadi konflik vertikal. Mari kita bahas.
Gelombang Dukungan Terhadap Ahok
Setelah pasangan Ahok-Djarot sebagai jago yang di usung parpol koalisi pendukung pemerintah dikalahkan pasangan Anies-Sandi dari kubu parpol oposisi (diluar pemerintah), sebuah fenomena mengejutkan timbul. Mendadak petahana mendapat kiriman bunga papan di Balaikota DKI dan jumlahnya fantastis menembus 5.000 buah. Ucapannya selain ucapan terima kasih, cinta, duka cita juga canda. Selain itu pendukung Ahok setiap pagi selalu berjejal di Balaikota mengelu-elukannya. Setelah bunga, kiriman berganti menjadi balon merah putih.
Nah, setelah Hakim memutuskan Ahok dihukum dua tahun dan ditahan, gelombang dukungan terhadapnya semakin menjadi-jadi. Di medsos berita penahanan menjadi viral, tercatat cuitan di twitter mencapai 324 juta, media terus menyiarkan breaking news. Para pendukung Ahok mendatangi LP Cipinang, Pengadilan Tinggi DKI hingga Mako Brimob Kelapa Dua. Mereka membuat acara menyanyikan lagu-lagu pahlawan dipimpin Adhi MS, mereka membuat acara doa di Tugu pahlawan. Anak Betawi bilang "seru nih!".
Efek pemberitaan vonis tersebut kemudian melebar tidak hanya di ibukota, tetapi meluas ke luar daerah dan bahkan diberitakan hingga luar negeri. Dukungan terhadap Ahok semakin menguat, para Ahok Lover itu mendatangi LP Cipinang, Pengadilan Tinggi DKI hingga Mako Brimob di Kelapa Dua twmpat Ahok ditahan. Sementara bunga tetap berdatangan hingga ke Rutan Brimob Depok, karena Ahok dipindahkan oleh polisi dengan pertimbangan keamanan.
Ilustrasi Presiden Jokowi setelah dilantik dikelilingi tokoh? (foto : duniaku)
Sementara para pejabat pemerintah dan para tokoh politik mengeluarkan pernyataan agar masyarakat menghormati putusan hukum. Pada saat kejadian Presiden Jokowi tetap menjalankan tugasnya dalam rangkaian pengecekan beberapa proyek infrastruktur, hingga mengendarai motor trail mengecek tujuh km jalan lintas Papua yang sedang dibangun.
Antara Ahok yang Dituduh Penista Agama dan Dianggap Pahlawan
Saat bertugas di BNPT sebagai kelompok ahli, penulis meneliti ungkapan, A terrorist in one side is a patriot on the other, dimana teroris sekejam apapun, sebagai kelompok pengebom, penembak, pemotong leher, dikatakan musuh biadab dan berbahaya, dia tetap dianggap patriot atau pahlawan di sisi lainnya. Inilah dua sisi yang selalu ada, seperti kanan-kiri, atas-bawah, depan-belakang. Dalam politik ada pendukung dan ada yang anti.
Nah, Ahok kini walau menjadi pihak yang kalah, dikatakan dia pecundang, bukan hanya kalah dalam pilkada, tetapi dia kalah di persidangan dan ditahan. Tetapi dia tetap mendapat dukungan, pendukungnya mengajukan penangguhan tahanan. Apakah persoalan kemudian berhenti? Ternyata tidak, penulis melihat kebalikan dukungan, kelompok pemenang pendukung Anies-Sandi lebih banyak diam. GNPF tetap solid sementara pendukung Ahok terlihat mulai lebih menyatu dan tampil.
Di sini, penulis mengingatkan bahwa Ahok nampaknya telah menjadi semacam martir, orang yang dianggap teraniaya oleh pendukungnya dan makin diminati oleh warga Jakarta lainnya. Perlu diingat bahwa orang yang teraniaya cepat atau lambat umumnya justru mendapat dukungan luas. Pendukung Ahok terdiri dari beberapa lapisan masyarakat, tidak hanya kalangan menengah kebawah, dipastikan ada kelompok orang kaya terkait dengan ekonomi (hegemoni elit). Inilah yang kini sedang terjadi saat ini.
Penulis terus mengikuti rekam jejak Ahok ini, dan melakukan pulbaket terhadap dia dan pendukungnya. Sebenarnya apa hebatnya Ahok itu? Rakyat Indonesia kini dengan adanya medsos, menjadi lebih cerdas dan mudah menerima informasi. Ahok, walaupun mulutnya suka lepas kendali tetapi memiliki kekuatan sebagai orang yang berani, "nekat" melawan kebathilan dan korupsi. Rakyat sudah jenuh dengan makin meluasnya korupsi, disitulah kekuatannya.
Bahaya Bagi Kita Semua
Memang menurut pengamatan penulis masalah ini masih belum terlalu berbahaya saat ini, akan tetapi apabila fanatisme dan militansi kedua belah fihak tidak ditangani dengan pas, maka konflik fisik horizontal hanya menunggu waktu. Kondisi kedua belah fihak yang berhadapan, mudah dilihat. Kelompok pendukung dan pecinta Ahok kini berhadapan dengan kelompok yang ikut aksi 505 yang dipelopori GNPF-MUI, Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), Pemuda Arab Indonesia, dan Komunitas Alumni 212.
Intelijen sebaiknya mengawasi dengan ketat, karena disamping keduanya hanya saling dukung mendukung, informasi menyebutkan ada skenario lanjutan dibelakang itu. Menurut penulis ada dua konsep, pertama konsep taktis, merusak citra Presiden Jokowi, bisa juga kalau mungkin diturunkan sebelum 2018. Memang secara kasat mata, Jokowi jelas masih merupakan capres terkuat saat ini, belum ada lawannya. Lawan politiknya mudah untuk di petakan.
Calon yang mulai muncul, misalnya Prabowo baru hanya sebatas euphoria pendukungnya. Sementara Jokowi masih menjadi tokoh sentral dalam melaksanakan program-programnya. Dan Jokowi kini adalah presiden terpilih, penguasa dan memegang mandat rakyat, posisi politiknya sangat kuat saat ini.
Konsep strategis si perencana, pada pilpres 2019, calon lawan Jokowi harus mampu mengalahkannya. Pilkada DKI Jakarta adalah praktek uji coba bagaimana parpol nasionalis mampu menggandeng kelompok umat Islam aliran keras. Kesuksesan ini dijadikan pola baru dalam dunia politik di Indonesia. (baca : http://ramalanintelijen.net/aksi-505-dan-infrastruktur-revolusi-muslim-di-indonesia-menuju-2019/).
Nah, konsep yang sebaiknya diwaspadai oleh Presiden adalah konsep taktis (jangka pendek) yang ingin menjatuhkannya. Jalannya yaitu menciptakan chaos dan merusak perekonomian. Peluang menjatuhkan melalui jalan konstitusional jelas sulit, yang harus diwaspadai upaya jalur inkonstitusional pada tahun 2017 ini. Bibit-bibit tersebut sudah ada, masing-masing sudah menggunakan atribut dan warna yang khas. Merah dan putih. Semakin lama massa akan semakin beringas, tidak hanya di ibukota tetapi akan bisa diletupkan di daerah-daerah. Yang sakit hati cukup banyak.
Apabila terjadi chaos, maka polisi akan bertindak, apabila salah terapi maka konflik mirip Suriah sangat mungkin terjadi di sini, konflik bisa brgeser ke arah vertikal. Disamping itu ada hegemoni elit yang marah dan kesal kepada pemerintah karena tidak membela Ahok. Mereka dapat berbuat sesuatu mengingat Ramadhan sudah dekat.
Saran Penulis Kepada Presiden
Berdasarkan beberapa fakta diatas, penulis menyarankan kepada Presiden Jokowi, menunjuk seorang tokoh yang suaranya di dengar kelompok-kelompok massa yang kini semakin mengeras. Tokoh ini harus seseorang yang sangat dikenal luas, nasionalis tetapi juga taat dalam beragama, berani dan disegani, tidak cacat dalam pengabdian, track record-nya baik, jujur, tidak berpolitik dan mencintai negaranya sampai titik darah penghabisan.
Tugasi yang bersangkutan untuk meredakan situasi dan kondisi yang berlaku. Penulis percaya isu agama akan kembali ke posisi semula tidak dimainkan oleh politisi. Potensi konflik akan reda, Insha Allah. Salam hormat Pak Presiden, maaf memberikan saran karena sebagai insan intelijen penulis melihat dari sisi worse condition. Khawatir.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net