Implikasi Kekalahan Ahok Bisa Melebar Ke Pejabat Politik Hingga Menteri

22 April 2017 | 9:59 pm | Dilihat : 2171

ahok anies

Ahok dan Anies maju bersaing di Pilkada DKI Jakarta. Selamat kepada Anies yang menang, kita hargai jasa-jasa Ahok sebagai petahana yang kalah(foto : Redaksi Indonesia)

Pilkada DKI Jakarta 2017 mungkin menjadi pilkada yang paling heboh di Indonesia dibanding pilkada daerah lainnya. Menurut penulis wajar, karena Jakarta adalah ibukota Indonesia dan selalu menjadi barometer negara. Saat putaran pertama persaingan sengit terjadi antara kubu Ahok-Djarot VS Agus-Sylvy, dua seteru lama mantan Presiden SBY dan Megawati muncul, sementara kubu Anies-Sandi lebih banyak diam, walau Prabowo mulai tampil, nampak pada awalnya belum percaya diri.

Nah, setelah Agus yang didukung SBY tumbang pada putaran pertama, persaingan menjadi sengit, karena fokus hanya dua kubu, Paslon-2 dan 3 mulai memperebutkan konstituen yang ada di kubu Cikeas. Nampaknya strategi kubu paslon-2 gagal hitung,  memilih Anies-Sandi sebagai lawan pada putaran kedua, justru menjadi bumerang. Bagi parpol kubu paslon-2 , khususnya PDIP yakin jagonya akan menang apabila menghadapi Anies-Sandi, tetapi dilain sisi, kalaupun kalah bukan jago Cikeas yang menguasai ibukota. Kini Pilkada DKI sudah selesai, semoga semua kembali berdamai, walau tidak bisa dihindari masih adanya residu rasa kecewa dan tidak puas.

Hasil Pilkada DKI Jakarta Versi KPUD

Berdasarkan hasil perhitungan  KPUD DKI  pada putaran kedua, pasangan Paslon-3,  Anies Baswedan- Sandiaga Uno kini memenangi Pilkada DKI 2017, dan mengalahkan pasangan Paslon-2 dengan cukup  telak.  Hasil final real count KPU DKI Jakarta, Anies-Sandi memperoleh 57,95 persen suara atau dipilih 3.239.668 suara sah pemilih, sementara itu, Ahok- Djarot meraih 42,05 persen atau didukung 2.350.887 suara sah.

anies_sandiaga

Ilustrasi Anies dan Sandi nampak gembira karena menang (foto : Megapolitan)

Berdasarkan hasil perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta,  pada putaran pertama, pasangan Ahok-Djarot  meraih suara terbanyak dengan perolehan  2.364.577 suara atau 42,99 persen. Sementara diurutan kedua, pasangan Anies-Sandiaga memperoleh suara 2.197.333 atau 39,95 persen. Pasangan  Agus -Sylvi memperoleh  937.955 suara atau 17.07 persen.

"Putaran pertama tingkat partisipasi pemilih 75,75 persen," kata Anggota KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos di kantornya, Jalan Salemba Raya, Senen, Jakarta Pusat, Jumat 21 April 2017. Pada putaran pertama terdapat 7.108.589 orang  terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kemudian Tempat Pemungutan Suara (TPS) berjumlah 13.023. Dalam putaran kedua, tercatat 7.218.280 orang yang terdaftar dalam DPT. Sementara TPS-nya berjumlah 13.034. "Putaran kedua, berdasarkan hasil Situng, 78 persen. Jadi terjadi peningkatan. Artinya golput menurun (golput)" ujar Betty. Tercatat golput  putaran kedua sebanyak 1.583.737 pemilih.

Pada Pilkada DKI putaran pertama, sebanyak 22,9 persen warga Jakarta tidak menggunakan hak suaranya. Angka golput tersebut sudah jauh menurun dibandingkan Pilkada DKI 2012 dengan angka golput 32 persen. KPUD mencatat partisipasi Pilkada DKI 2017 putaran pertama mencapai 77,1 persen. Angka ini merupakan rekor tertinggi selama Pilkada DKI Jakarta.

deddy-mizwar-dan-ridwan-kamil-ucapkan-selamat-buat-anies-sandi

Paslon-3 dengan Prabowo, dan Harry Tanoe (foto : Merdeka)

Dari data KPUD DKI tersebut, terlihat bahwa konstituen yang memilih pasangan Ahok-Djarot pada putaran pertama dan kedua jumlahnya relatif tetap, sementara Anies-Sandi melonjak pada putaran kedua hingga 18 persen.  Pada putaran pertama Paslon-2 (Ahok-Djarot) memperoleh  2.364.577 suara (42,99 persen) dan pada putaran kedua  2.350.887 suara (42,05 persen). Untuk Paslon-3,  Anies-Sandi, peraihan putaran pertama  2.197.333 suara (39,95 persen), putaran kedua 3.239.668 suara (57,95 persen). Disini terlihat pendukung Ahok-Djarot sejak awal hanyalah  strong voters di angka 40 persen. Anies-Sandi mendapat limpahan suara dari pengondisian massif yang sukses dengan pendekatan solidaritas..

Mengapa Ahok-Djarot Kalah

Penulis sejak bulan Maret 2016 mulai aktif mencermati perkembangan Pilkada DKI Jakarta dengan membuat artikel, berupa analisis dari perspektif intelijen. Tulisan-tulisan tersebut dapat dibaca pada link dibawah ini :

Sebenarnya sejak awal, penulis menyampaikan bahwa Ahok sebagai petahana memiliki kerawanan, yaitu kerawanan yang apabila dieksploitir lawan politiknya akan dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kelumpuhan permanen. Kelemahan Ahok yaitu pengendalian diri dalam berbicara kurang baik. Selain itu, Ahok sebagai minoritas dan non Muslim telah menyentuh kepercayaan kaum Muslim. Kerawanan ini yang dieksploitir.  Inilah inti yang penulis sebut dalam artikel terdahulu bahwa Ahok dua kali menginjak ranjau.

ahok musuh islam

Tekanan citra politik terhadap Ahok sangat jelas, disebut musuh Islam, adanya pengondisian minoritas versus mayoritas, penulis menyebut Ahok menginjak ranjau (foto : okezone)

Pada putaran pertama Ahok masih unggul dibandingkan dua paslon lainnya, terutama lawan utamanya di putaran pertama, Agus Harimurti, si jagoan Cikeas. Ada hal yang kurang diwaspadai kubu Ahok, gempuran terstruktur GNPF, FPI yang  mampu menyentuh solidaritas umat Muslim terbentuk dengan pola 4-11, 2-12 misalnya. Demi menjaga netralitas, walaupun diragukan banyak pihak, Ahok akhirnya masuk ke persidangan, ini juga karena tekanan ormas Islam.

Pada akhirnya, pertempuran di DKI, penulis menyebutnya demikian, lebih banyak dikemas dalam isu berbau agama, ras dan antar golongan. Peran sosial media demikian besar sebagai sarana pembentukan opini. Secara perlahan, pendukung Anies dari kelompok Islam semakin menguat, sementara upaya kubu Ahok tidak memiliki sesuatu yang baru, kecuali strong voters yang terbentuk sejak lama.

Pendukung Anies-Sandi yang tergabung sebagai Relawan Keumatan semakin meluas dikalangan umat Muslim. Ini terlihat dari acara  tasyakuran Anis-Sandi di masjid Agung Sunda Kelapa Jumat (21/4/2017) malam. Diantaranya adalah Alumni Assafiiyah, Relawan Ulama, FAJ/RT-TW, FUHAB, Wanita Islam,  Haji Rhoma, Relawan Forum Pengurus Mushalah dan Masjid, Relawan Majelis Taklim/BKMT, PPP H Lulung, Parmusi, Relawan Muhamadiyah, Relawan NU, Muslimat NU, Relawan Pribumi/Laskar Bugis/Laskar Madura, Komunitas SIJUM (naSI JUMat), Gemura, Relawan Mahasiswa utk Pilkada DKI).

artis-pendukung-anies-sandi-meriahkan-video-klip-salawat-9mZMgsjGpm

Para artis pendukung paslon-3 Anies-Sandi, memeriahkan pesta demokrasi (foto : okezone)

Selain itu juga kolega Relawan AniesSandi yang bekerja sama dan berinteraksi langsung, antara lain : Relawan Jakarta FLY, Simpul Relawan Pendopo, Sohib Anies Sandi, BIMA, Jakpas,  ACTA, FKMM, Simpul Relawan Brobudur, Simpul Relawan Cicurug, ABDI Rakyat, Gerbang Jakarta, Romansa. Menurut informasi, relawan yang paling besar perannya dalam menyukseskan adalah Relawan Mjelis Taklim/BKMT yang memiliki jaringan luas.

Selain itu, nampaknya kubu Ahok-Djarot tidak mampu mengambil suara  parpol berbasis Islam (PKB, PPP dan  PAN) yang pada putaran pertama berada di kubu Agus-Sylvi. Walau pengurus PPP menyatakan resmi mendukung paslon-2, tetapi nampaknya akar rumput tidak mampu mereka kendalikan.

brt287585793

Tiga Parpol berbasis Islam koalisi pendukung pemerintah, tetapi lepas saat Pilkada DKI 2017, jelas akan di evaluasi pemerintah (foto : beritajatim) 

Dalam kondisi tersebut, penulis sebelum pencoblosan masih mempercayai beberapa hasil dari lembaga survei yang penulis nilai independen (terlihat dari hasilnya dengan perbedaan antara 0,8 s/d 2,5 persen). Penulis mempercayai SMRC, Charta Politika, Median dan Indikator politik yang perbedaan elektabilitas saling mendekati.  Dari empat lembaga survei kecuali Charta Politika, memang nampak Paslon-3 yang unggul, tetapi dengan perbedaan yang sangat kecil, peluang kedua paslon  fifty-fifty. Dari trend terakhir elektabilitas yang disampaikan lembaga survei, penulis menyampaikan agar paslon-3 sebaiknya waspada, paslon-2 menurut penulis  masih berpeluang kuat memenangkan persaingan. Tetapi dalam kenyataannya, hasil survei lembaga-lembaga tersebut meleset jauh. Ini harus menjadi perhatian para politisi untuk medan perang pada pilpres tahun 2019.

Sisi lain yang menyebabkan Ahok-Djarot kalah, tercermin dari hasil survei Litbang Kompas 19 April 2017, yang selama ini dicurigai mendukung paslon-2. Inilah hasil surveinya :

survei libang Kompas

Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa pemilih yang berasal dari parpol berbasis Islam yang pada putaran pertama berada di kubu AHY-Sylvi pada putaran kedua memberikan suaranya ke pasangan Anies-Sandi (PKB 71 persen, PAN 95 persen, PPP 89 persen), selain itu terlihat 63 persen pemilih Hanura  juga lari ke Anies-Sandi, Partai Demokrat yang menyatakan  tidak memihak ternyata 85 persen suaranya juga ke Paslon-3. Untuk parpol-parpol utama (PDIP, Gerindra, PKS dan Golkar) umumnya tetap teguh dengan komitmentnya mendukung jago masing-masing. Dengan demikian memang wajar apabila Paslon-3 menang.

Implikasi Kekalahan Ahok-Djarot

Dalam sebuah pemilihan langsung, menang kalah adalah wajar dan menjadi hal yang sudah diperhitungkan. Dilihat dari kubu Paslon-3, nampak euphoria kemenangan dikaitkan dengan semangat keyakinan Prabowo maju ke pilpres 2019 menjadi semakin kuat. Memang Prabowo pernah mengisyaratkan pencalonannya pada 2019 nanti. "Saudara-saudara, kalau kalian ingin saya jadi presiden 2019, Anies-Sandi gubernur DKI, betul? Di 2019, kalian harus kerja keras, kalian juga harus kerja keras di Februari 2017, jangan di sini teriak-teriak," kata Prabowo dalam sambutannya.

Kekalahan Paslon-2 yang diusung oleh Ketua Umum PDIP Megawati, jelas kecewa dengan kekalahan ini.  Menarik yang disampaikan pengamat politik AS Hikam, bahwa kecurigaan atau sikap kritis terhadap keberpihakan Presiden dalam Pilkada DKI masih wajar jika Jokowi dikaitkan sebagai kader PDI Perjuangan. "Tanpa ada dukungan yang luar biasa dari Presiden dan aparat penegak hukum, maka tidak mungkin proses Pilkada demikian damai, sukses, tidak ada gejolak," kata mantan Menteri Riset dan Teknologi itu.

jokowi reshuffle

Walau tersenyum,  Presiden Jokowi kalau mau me-reshuffle menterinya, bisa mendadak. Penulis perkirakan dalam waktu tidak lama lagi akan dilakukannya (foto: kicaunews)

Lantas apa implikasi dari kekalahan tersebut. Koalisi parpol pemerintah nampak tidak se-erat yang dikatakan. PDIP sebagai pimpinan koalisi jelas akan melakukan evaluasi terhadap parpol berbasis Islam (PAN, PKB dan PBB) yang sejak putaran pertama lepas dari koalisi. Posisi Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan bisa sewaktu-waktu terancam. Demikian juga pemerintah bisa mengevaluasi kader PKB dan Hanura di pemerintahan.

Jawaban implikasi nampaknya akan lebih tergambarkan apabila Presiden melakukan reshuffle. Presiden Jokowi pada hari  Sabtu (22/4/2017) saat memberikan sambutan di acara Kongres Ekonomi Umat (KEU) 2017, di Hotel Grand Sahid, Jakarta kembali bicara soal kemungkinan mencopot menteri. Jokowi mengatakan tak segan mencopot menteri yang tak berhasil mencapai target.

Dikatakannya, "Saya kerja memang selalu pakai target, pak menteri tidak pernah tanya ke saya, pak ini targetnya terlalu besar, itu urusan menteri, target itu harus selesai, kalau tidak selesai, bisa diganti, bisa digeser, bisa dicopot dan lainnya, karena kalau tidak ada target konkret," kata presiden.

Nah, nampaknya implikasi bisa meluas kekalangan pejabat, karena ini urusan politik dan partai, PDIP mendukung Ahok-Djarot, kini kalah ya jelas para jenderal pemimpin pertempuran dinilai tidak mampu mencapai target. Resiko politik kadang lebih kejam dari resiko lainnya. Kita tunggu apa langkah pemerintah selanjutnya. Para penanggung jawab harus siap-siap terpingirkan atau tergeser. Kira-kira begitu.

Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.