Prediksi Intelijen, Paslon Nomor Dua Lebih Berpeluang Menang
13 April 2017 | 9:54 am | Dilihat : 2009
Debat Putaran Dua Pilkada DKI Jakarta 12 April 2017 (Foto : Liputan6)
Tadi malam penulis melihat debat dua paslon (pasangan calon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang akan dipilih oleh warga Jakarta pada 19 April 2017. Paslon -2, Ahok-Jarot berhadapan dengan Paslon-3, Anies-Sandi dalam debat yang coba diadakan oleh KPUD DKI. Debat terlihat lebih mirip diskusi baik-baik tanpa emosi, dan yang semangat justru moderatornya Ira Kusno yang tetap menjadi bintang, walau agak tegang.
Nah, muncul pertanyaan, apakah debat tersebut akan memengaruhi elektabilitas masing-masing paslon? Penulis mencoba menganalisis dengan sudut pandang ilmu intelijen, yang mengutamakan basic intelligence atau dasar intelijen yang terdiri dari the "basic descriptive element, current reporting dan estimates of the speculative evaluative element." Inilah perkiraan unsur evaluatif spekulatif yang penulis susun dengan fakta dan data sebagai hasil pulbaket terbuka. Dalam analisis ini penulis hanya menganalisis fakta dan data yang penulis percaya baik sumber ataupun isi informasinya, dan penulis tetap berada pada jalur independen.
Sebuah fakta menarik disampaikan SMRC yang melakukan survei pada 31 Maret-5 April 2017, dimana dukungan terhadap pasangan petahana (paslon-2) Ahok-Djarot tercatat 46,9 persen, sedang pasangan calon (paslon-3) Anies-Sandi 47,9 persen, mereka yang belum menentukan pilihan sekitar 5,2 persen. Berangkat dari hasil survei ini penulis mencoba menganalisis fakta masa lalu dikaitkan masa kini untuk menghasilkan sebuah estimasi (the future) dari Pilkada DKI Jakarta.
Basic descriptive element, and Current reporting
Dalam sebuah pemilihan langsung Kepala Daerah, yang paling penting adalah kepercayaan konstituen kepada calon yang akan dipilihnya. Setelah melalui upaya pembentukan koalisi pendukung, kampanye dan kini KPU mempertontonkan debat melalui media elektronik (TV). Terlepas dari penyelenggaraan, mekanisme debat, ternyata debat tadi malam menurut penulis besar sekali pengaruhnya bagi kedua paslon untuk menang. Semakin positif evaluasi pemilih terhadap calon dalam debat, semakin besar peluang calon bersangkutan untuk dipilih, begitu juga sebaliknya.
Hasil resmi KPUD DKI Pilkada DKI Putaran Pertama. Kini sebanyak 7.218.254 warga Ibu Kota ditetapkan sebagai DPT yang diperkenankan ikut mencoblos di putaran kedua.
Dari debat tiga paslon pada putaran pertama, pada 13 Januari 2017 , survei SMRC menemukan mayoritas warga (62 persen) mengaku menonton debat publik yang diselenggarakan secara resmi oleh KPUD. Penonton menyimpulkan pasangan Ahok-Djarot dinilai lebih baik dari pasangan Anies-Sandi dan Agus-Sylvi. Sekitar 44 persen persen penonton menyatakan Ahok-Djarot lebih baik, Anies-Sandi lebih baik 27 persen dan yang berpendapat Agus-Sylvi lebih baik hanya 17 persen. Dalam kondisi tersebut, nampak Pak SBY masuk ke killing ground, terjebak dalam polemik yang dilemparkan oleh Antasari Ashar. Karena itu paslon-1 AHY-Syly hanya mampu meraih 17 persen.
Hasil analisis perbedaan dalam predicted probabilities pasca regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa penilaian terhadap debat punya dampak elektoral yang kuat dan sangat signifikan meskipun dikontrol oleh sejumlah faktor lain. Karena unggul di debat, elektabilitas Ahok-Djarot unggul atau meningkat. Dibanding Desember 2016, dukungan Ahok-Djarot dalam survei pasca debat ini naik sekitar 6%, Agus-Sylvi turun 8.3%, dan Anies-Sandi naik 2%.
Anies-Sandi Masuk ke Killing Ground
Pada survei antara 31 Maret-5 April 2017, Ahok-Djarot mendapat dukungan sekitar 46,9%, sementara pasangan Anies-Sandi 47,9%. Yang belum tahu sekitar 5.2%. Selisih dukungan antara kedua pasangan hanya sekitar 1%. Ini tidak signifikan secara statistik. Namun begitu, yang perlu diperhatikan, trend dukungan pada masing-masing calon berbeda. Dalam sebulan terakhir, dukungan kepada Ahok-Djarot naik 3,1 persen, sementara Anies-Sandi turun 2,8 persen.
Debat di Metro TV antara Ahok head to head dengan Anies, Paslon-3 masuk kandang macan (Foto: Harian Terbit)
Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan dukungan adalah debat publik di Metro TV. Sekitar 45 persen warga menonton debat yang dilakukan pada 27 Maret 2017 dengan moderator Najwa Shihab. Di antara yang menonton, mayoritas (63 persen) menilai Ahok unggul dari Anies. Karena unggul di debat, elektabilitas Ahok mendapat apresiasi dan cenderung naik. Sebaliknya Anies, karena tidak unggul dalam debat, elektabilitasnya cenderung menurun. Debat menghasilkan keuntungan elektabilitas paslon-2 dengan total 5,9 persen. Anies terpancing agak emosi dan menampilkan strategi menyerang. Menurut penulis ini menunjukkan bahwa tim sukses Anis-Sandi kurang alert, jagonya tergiring ke kandang macan. Bukankah Metro identik dengan Partai NasDem? Selanjutnya Timses nampaknya sadar dan mereka menolak diundang debat ke Stasiun TV lain.
Bagaimana dengan debat resmi KPU tadi malam 12 April 2017? Penulis melihat dalam debat walau Anies tetap berada dijalur harus membuat perubahan dengan apa yang sudah dikerjakan oleh petahana. Ahok-Djarot dengan santai mengungkapkan realita apa yang sudah mereka kerjakan sebagai pengalaman birokrat di wilayah. Karena itu misalnya saat tanya jawab Djarot dengan Sandi, nampak Sandi terjebak dalam masalah perencanaan anggaran dari sisi sebagai pebisnis, dan tidak ada muatan politis demi kepentingan masyarakat.
Melihat kecerdasan masyarakat Jakarta, menurut survei SMRC, pilihan terhadap calon juga dipengaruhi oleh evaluasi atas kinerja incumbent, kualitas personal calon, dan isu penistaan agama. Mayoritas warga (76 persen) merasa puas dengan kinerja Ahok sebagai gubernur. Penilaian ini berdampak positif terhadap dukungan pada petahana. Dari sisi kualitas personal, Ahok dinilai unggul atas Anies dalam sifat-sifat kepemimpinan yang penting (jujur, perhatian, dan mampu memimpin). Ini juga ikut mendorong elektabilitas petahana.
Hasil Lembaga Survei Lain
Polmark Indonesia. Lembaga survei binaan Eep Saefulloh Fatah ini sebagai konsultan paslon-3 sudah menghitung head to head Ahok vs Anies lewat simulasi 2 pasangan calon di putaran kedua. Hasilnya, Ahok-Djarot (21,3%) dan Anies-Sandi (44,2%), dengan undecided voters masih tinggi (34,5%). Data itu diperoleh dari wawancara tatap muka pada 6-17 Januari 2017 terhadap 1.200 responden pemilih di DKI. Metode sample, multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Poltracking Indonesia. Lembaga binaan Hanta Yudha ini sudah melakukan simulasi dua kandidat dalam survei tanggal 24-29 Januari 2017. Poltracking turut memprediksi Ahok akan kalah dalam putaran kedua Pilgub DKI. Undecided voters dalam survei Poltracking ini relatif kecil 17,62 persen. Data diperoleh dari 800 responden pemilih di Jakarta yang diwawancarai secara tatap muka. Model sampling yang dipakai multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 3,46%.
LSI Denny JA ini tidak memprediksi Anies-Sandi di putaran kedua, karena sudah dianggap pasti gagal di putaran pertama. Sementara lembaga survei lain, seperti Charta Politika, Indikator, tidak melakukan simulasi dua pasangan dalam survei terakhir.
Isu Agama Bila Diteruskan Akan Merugikan Paslon-3
Dari sudut pandang intelijen, upaya sejak putaran pertama, operasi intelijen yang dimainkan oleh lawan petahana adalah memainkan isu-isu berbau keagamaan. Dengan memunculkan Habib Riziek untuk menyerang Ahok, terbentuklan solidaritas kaum Muslim sehingga menimbulkan gelombang kejut yang mampu menyentuh psikologis bawah sadar bahwa agama Islam dan Al-Qur'an telah dinistakan.
Umat Muslim Terangsang dengan Tuduhan Penistaan Agama Islam oleh Ahok, melakukan beberapa aksi demo, awalnya menghancurkan elektabilitas pertahana (Foto : pojok.satu)
Isu penistaan agama tersebut pada awalnya berdampak negatif terhadap elektabilitas petahana. Sebagai contoh, antara survei tanggal 9 Oktober-17 November, dimana saat itu terjadi serangan psikologis dan pressure sosial dan hukum terhadap Ahok, terlihat dampaknya demikian menghancurkan, elektabilitasnya runtuh mengalami penurunan sebesar 23,4 persen. Sementara Agus-Sylvi menuai keuntungan, elektabilitasnya naik 4,89 persen, sementara Anis-Sandi hanya menuai kenaikan 0,28 persen. Mereka yang menyatakan ragu belum memilih mengalami kenaikan sebesar 18,06 persen. Disini terlihat saai itu pemilih Ahok hanya sedikit yang bergeser memilih Agus-Sylvi, tidak ke Anies-Sandi. Jelas terlihat sebahagian besar menarik diri menunda melihat kondisi perkembangan kasus hukum dan perkembangan dari Ahok
Menurut ilmu intelijen dimana operasi pengondisian (penggalangan) yang telah dijalankan tidak dibenarkan terus menerus dilakukan. Ada suatu titik dimana setelah target terkondisikan, operasi dikurangi dan bahkan diberhentikan. Target akan jenuh dan mencari pembanding serta pembenaran, dan bahkan bisa berfikir negatif terhadap pengondisi. Penggalangan tersebut sudah dilakukan sejak Oktober 2016 dan bahkan hingga kini. Dalam hal ini, konstituen sebagai target bisa berpendapat bahwa mereka hanya dimanfaatkan. Ini perlu difahami dalam waktu-waktu kritis satu minggu menjelang pencoblosan. Mereka bisa bergeser ke paslon-2, karena warga Jakarta itu heterogen dan umumnya tidak fanatis, banyak Islam abangan di Jakarta. Disinilah, Anies-Sandi harus waspada.
Ahok-Djarot bertemu Ketua PBNU, "Seorang pemimpin harus santun. Berbicara hati hati, mulutmu harimaumu," tegas Said Aqil di kantor PBNU (Foto : Merdeka)
Apa yang negatif dari operasi pendukung Anies-Sandi? Kini posisi mereka yang dahulu menyerang Ahok dalam kasus penistaan agama terlihat di foto sudah bergabung dalam kelompok paslon-3. Habib Riziek sebagai imam besar FPI dikenal sebagai kelompok Islam garis keras, bergabung dengan PKS dan kini mulai nampak PAN. Sementara parpol (PPP, PKB) dan organisasi Islam moderat (NU) nampak merapat ke parpol koalisi pemerintah (PDIP, Golkar, NasDem, Hanura) dalam mendukung petahana.
Kesimpulan
Setelah membahas baik fakta-fakta masa lalu serta fakta yang berlaku, terlihat sementara ini kedua paslon nampak masih berimbang, peluangnya secara umum terlihat masih fifty-fifty. Tetapi ada sisi kelebihan dari petahana yang yang penulis lihat akan mampu menuai dan menaikkan elektabilitasnya karena kesalahan strategi dan langkah taktis dari paslon-3.
Eep Saefulloh Fatah (duduk kedua dari kiri), Zaitun Rasmin, bersama Anies Baswedan, Sandiaga Uno dan Bakhtiar Nasir (GNPF-MUI), Al-Khaththath, Sekjen FUI (Foto :Gerilya Politik)
Penulis menyarankan kepada paslon-3, jangan diteruskan isu agama dalam kegiatan berpolitik praktis untuk memenangkan putaran kedua, bisa menjadi anti klimaks. Anies dalam debat tadi malam nampaknya mulai menyadari hal tersebut dengan memunculkan kata-kata pluralisme, ke-bhineka-an, tidak sentris sebagai cagub yang hanya mewakili umat Islam. Banyak yang tidak menyadari bahwa pada awal putaran pertama sebelum munculnya kasus al-Maidah, terdapat 82 persen konstituen di DKI yang Muslim menurut survei justru mendukung Ahok. Penduduk Jakarta itu realistis, kelompok nasionalis lebih kuat, sebagai bukti PDIP adalah juara pemilu di Jakarta.
Oleh karena itu dalam seminggu terakhir, estimates of the speculative evaluative element dari penulis sementara ini menempatkan paslon-2 mempunyai peluang yang lebih besar memenangkan persaingan. Paslon tiga mungkin juga menang, analisa intelijen akhirnya merupakan sebuah prediksi (tetapi jelas dengan fakta pendukung). Kira-kira begitu. Sebagai keturunan Betawi penulis menyampaikan " Sale-sale kate, maafin ane Bang!." PRAY.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net