Cagub Ahok Mulai Mengarah Ke Kelumpuhan Politik
13 November 2016 | 6:10 pm | Dilihat : 2908
Cagub Ahok saat berkampanye di Rawabelong ditolak warga (Foto :Cnnindonesia)
Saat ini bangsa Indonesia, khususnya warga Jakarta sedang terlibat dalam kemelut politik yang menggelisahkan. Banyak yang khawatir akan terjadi konflik horizontal dan bisa ke vertikal terkait dengan demo Aksi Bela Islam. Persoalan pokoknya, cagub petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) menjadi sasaran tembak utama elemen-elemen Islam karena dituduh melakukan penistaan agama Islam, Ulama dan Al Quran. Inilah awal dari kemelut.
Aksi turun ke jalan dengan penjuru FPI (Front Pembela Islam) dan kemudian di perluas dalam organisasi GNPF-MUI (Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI) telah melakukan dua kali demo, tanggal 14 Oktober dan 4 November 2016. Pola gerakan sama, massa dikumpulkan saat sholat Jumat di masjid Istiqlal Jakarta, kemudian pada aksi pertama melakukan long march ke Balaikota DKI, pada aksi kedua Istana Negara.
Tuntutan pendemo adalah ditangkapnya Ahok dan ditetapkan sebagai tersangka. Demo pertama dengan nama Aksi Bela Islam-I, jumlahnya sekitar 50.000 orang dengan sasaran Balaikota DKI, sementara demo kedua (Aksi Bela Islam-II), diperkirakan sekitar 2 juta orang dengan sasaran Istana Presiden. Pengunjuk rasa sedag menyiapkan Aksi Bela Islam-III yang disebutnya berkekuatan 5 juta orang.
Ahok Mulai Ditolak Berkampanye
Terkait ancaman keras dari GNPF serta elemen lainnya, nampaknya kegiatan kampanye Ahok-Djarot di kelurahan Jakarta mulai ada yang mengganggu, sementara kampanye dua pasangan lainnya, Agus-Sylvia dan Anis-Uno berjalan lancar.
Penolakan warga terhadap Ahok muncul pertama kali terjadi pada hari Rabu (2/11/2016), saat melakukan kampanye den mengunjungi Kelurahan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. untuk berdialog dengan warga, selain akan memantau proses normalisasi kali Sekretaris. Sekitar jam 16.15 WIB, sejumlah warga yang melakukan aksi sempat mengejar Ahok dengan membawa spanduk bertuliskan kata-kata tuduhan dan kecaman terhadap Ahok.
Calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mendapat penolakan dari puluhan warga ketika melakukan blusukan kampanye di Kelurahan Kebon Jeruk (Foto : Arah)
"Kita nggak terima kampung kita dimasuk penista agama. Kita nggak mau cari ribut tolong pak polisi bisa usir Ahok. Takbir," kata Habib Idrus Al-Ashi di Jalan Ayub. Ahok kemudian diamankan oleh tim suksesnya dengan menaiki mikrolet ke Polsek Kebon Jeruk.
Penolakan kampanye kedua pasangan cagub-cawagub Ahok-Djarot terjadi hari Rabu (9/11/2016), saat akan melakukan kampanye di Kedoya Utara. Dimana saat Ahok sampai di lokasi, nampak penggelaran sekitar 200 polisi sudah berjaga-jaga, mereka membawa tameng dan memakai pelindung badan. Dua mobil water canon juga siaga. Akan tetapi di sisi lainnya, ada massa yang membawa spanduk penolakan. Pada akhirnya, Ahok memutuskan tidak jadi datang ke lokasi itu
Tim suksesnya mendatangi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI untuk melakukan klarifikasi serta laporan baru terkait aksi penolakan terhadap pasangan Ahok-Djarot tersebut. Demo dirasa sudah meresahkan.
Elektabilitas Ahok Terus Merosot
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengeluarkan hasil survei ketiga pasangan calon (paslon) Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017. Hasil survei LSI menunjukkan bila pilgub DKI dilakukan pada bulan November 2016, maka pasangan Ahok-Djarot masih unggul. Hal itu disampaikan peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby di kantor LSI Denny JA di Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (10/11).
Lembaga Survei LSI (Lingkaran Survei Indonesia) melihat kemerosotan elektabilitas Ahok menyebabkan dia potensial kalah? Menurut penulis peluangnya walau tipis masih ada, apabila Ahok maju masih berpeluang ke dua putaran (Foto: indonesiasatu)
Pasangan Ahok-Djarot memperoleh dukungan 24,6 persen, diikuti pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, 20,9 persen, dan di tempat ketiga, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno 20,0 persen. Mereka yang menyatakan rahasia, tidak menjawab, dan belum memutuskan sebesar 34,5 persen. Pada bulan Maret 2016 elektabilitas Ahok masih 59,3 persen, pada survey Juli 2016, turun ke 49,1 persen. Pada bulan Oktober 2016 elektabilitasnya kembali turun ke 31,4 persen, pada bulan November 2016, elektabilitas Ahok kembali merosot sebesar 6,8 persen menjadi 24,6 persen.
Survei LSI ini dilakukan antara tanggal 31 Oktober-5 November 2016 di Jakarta. Survei dilakukan secara tatap muka terhadap 440 responden. Responden dipilih dengan menggunakan metode multistage random sampling. Margin of Error survei ini adalah plus-minus 4,8 persen. Dengan demikian maka dapat dikatakan ketiga pasangan calon elektabilitasnya berimbang.
Penulis dalam artikel terdahulu mengamati gempuran demi gempuran terhadap pasangan nomor dua, khususnya Ahok, penulis menyusun artikel (baca : mampukah ahok menghadapi gelombang gempuran terstruktur). Pengaruh besar yang penulis amati adalah besarnya pengaruh sosial media dalam rangka cipta kondisi, black campaign (robot), pembentukan opini serta efisiensi dan efektivitas sarana komunikasi.
Paparan Lembaga Survei Indonesia terhadap elektabilitas cagub Ahok (Foto : wartakota)
Dalam pengamatan penulis terhadap lima lembaga survey (tanpa melihat lembaganya) yang melakukan survey antara tanggal 25 September - 11 November 2016, pasangan Ahok-Djarot berada pada rentang angka terendah 24,6 persen dan tertinggi 45,5 persen. Sementara Agus-Sylvi dalam waktu yang sama elektabilitasnya berkisar antara terendah 15,8 persen dan tertinggi 22,4 persen. Untuk pasangan Anies-Sandi terendah 18,8 persen dan tertinggi 25,4 persen. Dengan demikian kini posisi elektabilitas ke tiga pasangan dapat dikatakan hampir sama. Terlihat dalam dua bulan berjalan, Ahok berada pada posisi elektabilitasnya rata-rata terendah, sementara dua pasangan lainnya posisinya naik cukup tinggi.
Peluang Ahok dan Pertimbangan Presiden Jokowi
Dengan bertubi-tubinya tuduhan penistaan agama Islam oleh Ahok dari elemen-elemen Muslim, munculnya tuntutan hukum ke Polri, aksi demo oleh GNPF, serta ancaman demo besar 25 November 2016 serta adanya aksi penolakan terhadap pasangan Ahok – Djarot saat berkampanye di beberapa wilayah, nampaknya fakta-fakta tersebut membuktikan tergerusnya elektabilitas pasangan ini semakin deras.
Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Ahok merupakan teman dekat, lebih seperti sahabat. Wajar saja karena pernah bersama-sama berjuang saat Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, Mungkinkah Ahok dimundurkan? (Foto : megapolitan)
Peluang Ahok secara umum hanya berada pada harapan strong voter-nya yang cukup kuat dan kecil kemungkinannya akan berubah, mereka kini menyembunyikan dalam hati dan akan muncul di bilik suara. Pemilih Jakarta adalah rasionalitas, tidak peduli dengan kasus yang ada, mereka lebih memilih siapa tokohnya. Responden Jakarta dalam survei mengapresiasi kinerja Pemprov DKI (75 persen) dalam kinerja Ahok-Djarot menangani banjir, sampah, dan yakin dengan program beasiswa untuk keluarga miskin. Sementara dua calon lainnya belum memiliki catatan kinerja sebagai pejabat wilayah, kecuali Sylviana.
Nah, salah satu kunci Ahok-Djarot untuk dapat terus maju pada pilkada 15 Februari 2017 kini berada di tangan Presiden Jokowi. Karena Jokowi berada di lingkaran PDIP yang mengusung Ahok, dan kini Ketua Umum PDIP Megawati menyatakan Ahok terus maju jangan mundur, posisi presiden menjadi dilematis. Ini ujian politik berat bagi presiden, yang nampaknya akan diselesaikan melalui sebuah kompromi, barulah akan tercapai win-win-solution.
Ahok berada di pusaran PDIP sebagai Cagub DKI, sementara Jokowi yang kini presiden juga kader partai yang menjadi presiden lewat jalur politik PDIP, nampaknya yang akan terjadi adalah kompromi politik (Foto : tempo)
Jokowi kini bisa memutuskan berbeda dengan Megawati soal Ahok atau berbeda dengan tuntutan para pengunjuk rasa. Akan tetapi yang perlu diingat, Jokowi adalah Presiden RI yang mempunyai hak prerogatif dan perangkat lengkap. Sebagai contoh, dalam dua kasus kecelakaan politik terdahulu dalam kasus Komjen Budi Gunawan (BG) saat diajukan sebagai calon Kapolri, akhirnya BG karena catatan KPK (dengan ringan) digantikan Komjen Badrodin. Kini kita ketahui BG menjadi Kabin dengan pangkat Jenderal yang sama dengan Kapolri. Yang meributkan hanya satu minggu saja.
Demikian juga dengan kasus Arcandra yang dilantik sebagai Menteri ESDM, karena kekeliruan data berpaspor ganda, dalam empat hari dicopot, kemudian beberapa waktu berlalu kembali dilantik menjadi Wakil Menteri ESDM, toh tidak ada yang ribut. Keputusan ini dikenal dengan judul win-win solution. Every body happy.
Presiden Jokowi mengunjungi anggota Brimob di Mako Brimob, Depok. Presiden Joko Widodo menerangkan, kedatangannya ke Mako Brimob dimaksudkan untuk meninjau kesiapan jajaran Korps Brimob dalam memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat, “Hari ini momentum penting bagi kita korps Brimob hadir pimpinan tertinggi Polri. Kapolri pimpinan tertinggi di internal Polri, panglima tertinggi di TNI dan Polri adalah Bapak Presiden.Untuk itulah kami loyal kepada rakyat” kata Tito di halaman Mako Brimob, Kelapa Dua, Cimanggis Depok, Jumat (11/11/2016).
Nah, apakah dalam kasus Ahok juga akan diambil langkah atau pola serupa? Bisa saja Ahok akan dibatalkan untuk terus maju sebagai cagub dengan alasan yang tidak melanggar aturan/perundang-undangan pemilu. Nanti saja kalau badai sudah reda, baru Ahok dipikirkan, kira-kira begitu. Pertanyaannya kemana nanti konstituen Ahok?Maka kemungkinan besar konstituen Ahok akan digelontorkan ke pasangan Anis-Uno. Indikasinya presiden ke Prabowo serta marahnya Pak SBY jelas mengindikasikan posisi masing-masing koalisi? Apabila pola ini yang dipakai, maka Anis-Uno memiliki peluang yang lebih besar untuk menang.
Apakah dengan demikian maka persoalan di DKI Jakarta serta kemungkinan geliat negatif di daerah-daerah lain akan reda? Bisa iya dan bisa tidak. Apabila tuntutan pengunjuk rasa hanya agar Ahok diperiksa Polri kemungkinan gerakan akan berhenti, tetapi apabila dibelakang ini semua terdapat niat lain yang jauh lebih besar tujuannya, maka demo 25 November 2016 akan dijadikan kisruh. Dalam kondisi bisa menjadi darurat sipil dan bahkan darurat militer seperti pernah diindikasikan mantan Kepala BIN Hendropriyono.
Presiden Jokowi memberikan sambutan dari atas sebuah tank amfibi BMP-3F bertulisan "Indonesia 1" menjadi podium untuk presiden sekaligus kendaraan inspeksi pasukan. Presiden meminta prajurit Marinir menjadi perekat kemajemukan masyarakat Indonesia. "Kita ingin yang mayoritas melindungi yang minoritas. Yang minoritas menghormati mayoritas,"tegasnya. (Foto : jawapos)
Oleh karena itu langkah taktis Presiden Jokowi melakukan road show diantaranya ke Mabesad, Kopassus, Brimob dan Marinir untuk meyakinkan soliditas TNI serta Polri tetap under control. Selain itu presiden juga mengundang ulama serta elemen agama Islam moderat untuk mendinginkan suasana akan banyak memengaruhi pendemo yang hanya terdiri dari ormas garis keras dan konservatif.
Berarti seperti yang penulis pernah sampaikan terdahulu, kedatangan Direktur CIA John Brennan ke Jakarta bulan lalu yang hanya satu malam, mengindikasikan bahwa CIA saja sudah mengetahui akan adanya potensi bahaya perpecahan di Indonesia, karena mereka monitor day by day setiap tokoh baik key formal maupun key informal individual di sini. Ini yang perlu kita sadari bersama, semoga saja mereka tidak ikut bermain.
Kesimpulannya Cagub DKI Jakarta Ahok menurut penulis mulai lebih terlihat mengarah ke kelumpuhan politik. Artikel ini memperkuat artikel penulis sebelumnya, intelijen ahok menyentuh titik rawan bisa lumpuh permanen . Semoga bermanfaat dan tidak kisruh, ini akan diselesaikan Pak Jokowi, kira-kira begitu.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net