Ahok Memancing Risma Nyagub Ke Jakarta Untuk Menghindari Lawan Yang Paling Berbahaya
13 August 2016 | 12:48 am | Dilihat : 1290
Dua calon yang diperkirakan akan bertarung di DKI Jakarta (foto:metro.news.viva)
Jakarta adalah ibukota negara Indonesia, dimana kota terheboh dan termacet ini menjadi barometer Indonesia. Beberapa pemerintahan yang jatuh lebih kepada peran mereka yang berpolitik di Jakarta. Kini yang sedang ramai diberitakan, bagaimana melihat persaingan para calon Gubernur di DKI Jakarta? Penulis coba mencatat perkembangan situasi politik terkait dengan calon gubernur dan parpol pengusung dari sudut pandang intelijen.
Pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur akan dilaksanakan antara tanggal 19-21 September 2016 . Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Penetapan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur akan dilaksanakan pada 22 Oktober 2016 dan pengundian nomor urut dilaksanakan pada 23 Oktober 2016. Sedangkan pelaksanaan pencoblosan atau hari H Pilkada baru akan jatuh pada hari Rabu, (15/2/2017).
Sikon politik di DKI Jakarta menjelang satu bulan lebih sebelum pendaftaran calon mulai ramai dengan kemunculan para calon yang akan bertarung. Calon yang sudah diumumkan dan mendapat dukungan parpol sementara ini adalah incumbent Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) yang sementara ini sudah didukung Partai NasDem, Hanura dan partai Golkar. Sementara Sandiaga Uno menjadi calon yang diajukan oleh Partai Gerindra dan PKS.
Mengenai para calon dari jalur perorangan, menurut Ketua KPUD Jakarta Soemarno, selama masa pendaftaran di KPU antara tanggal 2-7 Agustus 2016, dari delapan pasangan calon yang mendaftarkan diri, tidak ada satupun pasangan calon yang memenuhi syarat sebagai calon independen. Salah satunya adalah pasangan Ichsanuddin Noorsy dan Achmad Daryoko yang mendaftar pada Minggu siang, 7 Agustus 2016.
Ketua KPU dan Komisioner (foto : cnnindonesia)
Para petugas KPU Jakarta di Jalan Salemba Raya, Jakarta Timur, itu hingga tengah malam langsung menghitung jumlah dukungan yang dibawa Ichsanuddin saat mendaftar. Hasilnya, pasangan Ichsanuddin Noorsy dan Achmad Daryoko hanya mampu menyerahkan 19.505 Kartu Tanda Penduduk dukungan. Sedangkan syarat untuk calon independen harus mengumpulkan 532 ribu KTP dukungan.
Persaingan Statement Antara Gubernur DKI Ahok dan Walikota Surabaya Risma
Pemberitaan media yang menarik adalah perang statement antara Gubernur DKI Jakarta Ahok dengan Walikota Surabaya Risma. Walikota Surabaya yang kader unggulan PDIP tersebut menyatakan tersinggung dengan pernyataan Ahok.
Risma mengingatkan Ahok agar tidak menyudutkan Kota Surabaya dengan meremehkan hasil pembangunanannya selama ini. Sebagai warga Surabaya, Risma mengaku tersinggung atas ucapan Ahok yang menilai trotoar di Kota Surabaya menjadi baik dan nyaman itu dibangun dengan waktu yang lama serta luas wilayah Surabaya tidak sebesar Jakarta. "Ini bukan persoalan pencalonan gubernur, tapi sudah harga diri warga Surabaya," tegas Risma di Balai Kota Surabaya, Kamis (11/8/2016) sore.
Sebelumnya DPC PDIP Surabaya sudah mengkritik pernyataan Ahok yang membandingkan Surabaya dengan Solo. Ahok dianggap seperti mengadu domba Jokowi dan Risma. Menanggapi itu, Ahok menyampaikan permohonan maaf. "Makanya saya bilang 'kalau nggak salah'. Saya minta maaf kalau salah ingat," kata Ahok Selasa (2/8/2017). Ahok menyebut Surabaya hanya setara dengan Jakarta Selatan.
Demikian pula untuk ukuran juga menurut Risma jangan meremehkan Surabaya. Jakarta memiliki luas 661.5 Km2 sedangkan Surabaya seluas 374,8 Km2. Untuk itu Risma marah ketika Surabaya dianggap seluas Jakarta Selatan. "Luas kami separuh Jakarta, Pak Ahok dibantu 5 walikota. Aku sendiri di Surabaya. Fakta ini harus kusampaikan. Itu orang sombong. Warga Surabaya bisa marah dihina begitu. Aku kalau ngomong ya berbasis data," jawab Risma.
Pada hari Senin (1/8/2016), Ahok memberikan tanggapan saat berada di Balai Kota Jakarta, "Seingat saya Bu Risma pernah ngomong, coba nanti dicek ya, kan Surabaya lebih besar dari pada Solo. Wali Kota Solo bisa jadi Presiden (Jokowi), masa Wali Kota Surabaya enggak bisa?"
Koalisi Kekeluargaan, masih belum solid , belum diresmikan oleh DPP (foto: tribunnews)
Perseteruan kalau dapat dikatakan demikian, antar Ahok dengan Risma, karena lebih gurih digoreng media yang menyukai dua tokoh yang dinilai parpol akan bertarung. Walau belum bulat, tujuh parpol DPW DKI Jakarta berkumpul dan menyatakan sebagai koalisi kekeluargaan yang akan mengusung calon untuk melawan Ahok sebagai incumbent. Ke tujuh parpol adalah PDIP, Partai Demokrat, PKB, PPP, PAN dan Gerindra. Koalisi ini menurut penulis masih belum solid, bahkan agak semu, akan sulit bersepakat menentukan siapa calon Gubernur dan siapa calon Wakil Gubernurnya.
Cara Berfikir Untuk Memenangkan Persaingan
Menurut penilaian intelijen, dalam memenangkan persaingan, terlebih persaingan dalam pemilihan umum secara langsung, sering elit politik terkecoh dengan fakta/data yang di kondisikan secara terencana dan merupakan bagian strategi pemenangan. Yang jelas team pendukung mesti faham dengan fakta intelijen yaitu K3I (Kekuatan, Kemampuan, Kerawanan serta Niat). Keempat fakta tersebut harus diukur dengan teknologi serta sistem yang ada.
Sementara ini, sarana terbaik mengukur strategi adalah dengan survei. Team pemenangan harus melakukan survei mengenai popularitas dan elektabilitas. Sebaiknya lembaga yang melakukan adalah lembaga independen apabila disampaikan secara terbuka. Dapat juga dipergunakan lembaga survei internal untuk mengukur jago masing-masing.
Selain survei, salah satu strategi yang masih valid dipergunakan adalah dasar ilmu berperang dari SunTzu (The Art of War) atau seni berperang. Ilmu klasik tetapi manjur. Cuplikan karya yang menarik dari Sun Tzu, diantaranya menyebutkan, barang siapa yang memiliki pengetahuan mendalam tentang dirinya sendiri dan musuh, dia ditakdirkan untuk memenangi pertempuran. Barang siapa memahami dirinya sendiri tetapi tidak memahami musuhnya, dia hanya memiliki peluang sama besar untuk menang. Barang siapa tidak memahami dirinya sendiri dan musuhnya, dia ditakdirkan untuk kalah dalam pertempuran.
The Art of War by Sun Tzu (Foto : youtube)
Ditegaskannya, "Kenalilah musuh Anda, kenalilah dirimu, dan kemenangan Anda tidak akan terancam."Panglima yang akan memenangi peperangan adalah panglima yang tekun menyusun dan menyiapkan siasat perang dengan cermat. Unsur ilmu perang pertama adalah pengukuran ruang berdasarkan sifat lapangan. Berdasarkan pengukuran ruang, dibuat perkiraan biaya sebagai langkah kedua. Langkah ketiga, dibuat perhitungan kekuatan. Berdasarkan perhitungan kekuatan, langkah keempat mempertimbangkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan. Atas dasar pertimbangan kemungkinan, langkah kelima dimulai berupa sebuah perencanaan kemenangan.
Nah, itulah dasar ilmu dalam pengambilan keputusan seorang ahli strategi. Dari sejarah Indonesia, SBY penulis nilai sangat faham dan mampu membuat 'mapping' politik serta kekuatan elit di Indonesia. Pengukuran ruang dan sifat lapangan politik telah dibuktikannya berhasil menaikkan perolehan suara Demokrat 300 persen, ruang sudah dikuasainya, perkiraan biaya pernah dipraktekannya dan sukses pada 2009.
Analisis Mengapa Ahok Memancing Emosi Risma
Nah, dari fakta-fakta tersebut diatas, kita pasti merasa heran, mengapa Ahok dengan gayanya yang khas bebas terbuka, kadang dinilai melanggar etika menyerang Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Kalau dari sisi intelijen, penulis melihat ini merupakan sebuah strategi untuk memenangkan pertempuran. Jelas Ahok sudah mengukur dan faham dengan beberapa hal terkait untuk memenangkan persaingan dengan Risma, yaitu ; Kekuatan (pendukung, pemilih masif, dukungan penguasa), Kemampuan (popularitas, elektabilitas), Kerawanan (kelemahan yang merupakan ancaman hingga tidak bisa maju) dan Niat (keinginan kuat dan ambisi menjadi Gubernur sebagai batu loncatan).
Dua penampilan Ahok dan Risma, bisa sama-sama keras (foto: tempo)
Penulis justru menilai bahwa Ahok menginginkan lawan tandingnya bila hanya terdapat hanya dua calon adalah Risma. Mengapa? Jelas Risma sudah dia ukur akan dapat dikalahkannya. Namanya tidak terhalang dan akan berhasil menembus bilik suara. Disitulah Ahok yakin akan menghabisinya. Modal utama Ahok adalah posisi elektabilitasnya yang kini masih diatas 30 persen dibandingkan calon manapun termasuk Risma. (Baca artikel penulis ; mencermati pilkada dki jakarta 2017 pdip jangan membuat blunder). Dari pengamatan penulis, dalam waktu lima bulan untuk menaikkan elektabilitas diatas 20 persen akan sangat berat.
Risma yang nampak masih cinta dengan Surabaya, sejak awal menunjukkan keengganannya maju sebagai calon gubernur di DKI Jakarta. Dia faham betapa berat dan kurang nyamannya bertarung di wilayah yang karakter daerah dan budayanya berbeda dengan Surabaya. Masyarakatnya jauh lebih heterogen dibandingkan Surabaya.
Menurut Risma, masalah yang terpenting dari pemilihan kepala daerah adalah tokoh yang unggul dalam persaingan itu bisa membuat Jakarta sejahtera. Itu sebabnya, tingginya elektabilitas dirinya, menurut sejumlah survei, bukan yang terpenting (fakta yang perlu di cek ulang). Ia juga tak mau ambil pusing dengan Pilkada DKI Jakarta. Sebab, ia yakin jabatan adalah kehendak Yang Maha Kuasa, bukan kemauan dirinya. "Jadi itu sudah takdir," ucapnya.
Ibu Megawati Ketua Umum PDIP makin Akrab dengan Risma, dua wanita Hebat (Foto : kompasiana)
Risma menyatakan, "Pada saatnya nanti, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDIP akan menyampaikan langsung persoalan DKI Jakarta," tegasnya. Menurut Risma, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akan menyampaikan langsung kepadanya jika memang dia yang akan diajukan menjadi calon Gubernur DKI. "Nanti Ibu Mega pasti panggil langsung kalau, misalkan, saya diberi rekomendasi. Kalau tidak (mendapat rekomendasi), ya tidak," ucapnya.
Lantas, mengapa Ahok justru merangsang Risma untuk terjun ke Jakarta? PDIP sebagai parpol besar di DKI, kini dapat mengajukan cagub tanpa berkoalisi dengan parpol lainnya. Sementara apabila dilihat koalisi kekeluargaan tujuh parpol, apabila Risma menjadi Cagub, maka Cawagub kemungkinan besar adalah Sandiaga Uno sebagai jago Gerindra dan PKS. Disinilah nampaknya strategi pemenangan Ahok sudah dihitung (dengan dasar survei elektabilitas), berpasangan dengan siapapun dia akan menang.
Sebenarnya siapa yang ditakuti Ahok? Hanya satu calon yang mempunyai peluang dapat mengalahkannya yaitu Yusril Ihza Mahendra. Me (Mengapa)?Ini sebuah pertanyaan Siabidibame (Me dari intelijen). Yusril jelas sulit mengalahkan Ahok dari jumlah surat suara pada pencoblosan, tetapi Yusril dinilainya berbahaya dapat menggagalkannya maju sebagai calon resmi. Yusril kini berdiam diri tidak menyerang Ahok, karena kepentingan parpol tidak sejalan dengan kepentingannya. Berbeda apabila dia menjadi cagub/cawagub, maka dia akan melakukan upaya all out menjatuhkan/mengganjal Ahok dengan kemampuan ilmunya agar tidak dapat dicalonkan. Kita lihat saja betapa berbahayanya dia, berapa kali Yusril menang dalam berperkara, bahkan melawan pemerintah.
Tokoh yang diperhitungkan Ahok, Yusril Ihza Mahendra siap head to head melawan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di pemilihan calon gubernur Jakarta 2017 nanti (foto:infonitas)
Jadi kesimpulannya, bagi Ahok, jangan sampai Yusril menjadi calon, dia bisa terkena semacam suntiksn sianida dan akan lumpuh dan tidak bisa bersaing. Karena itu, walau tidak pantas dan dinilai melanggar etika, menyerang Risma dilakukannya, agar Risma panas dan menyatakan, "Sudah Bu Ketua, saya siap bersaing di Jakarta." Nah itulah yang dikehendaki Ahok. Believe it or not, seperti dikatakan juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest saat membantah Presiden Barack Obama, dikatakannya, "Analisis Intelijen adalah bisnis yang sulit, dan pada akhirnya, akan menjadi prediksi," inilah prediksi penulis yang bisa berbeda dengan pendapat pembaca.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen, www.ramalanintelijen.net