Mengapa Abu Sayyaf Lebih Unggul Dari Infanteri Filipina di Basilan?

12 April 2016 | 2:30 pm | Dilihat : 5610

Basilan_security_profile

Peta Situasi konflik di Basilan, disposisi Militer Filipina, MILF dan Abu Sayyaf  (Foto : Wikipedia)

Pada hari Sabtu (9/4/2016) terjadi bentrok antara pasukan pemerintah Filipina dengan kelompok Abu Sayyaf di Pulau Basilan. Dalam bentrokan sengit tersebut dilaporkan 18 anggota pasukan dari Batalyon infanteri ke-44 telah tewas, serta 53 lainnya mengalami luka-luka. Sementara dari pihak Abu Sayyaf lima orang tewas diantaranya Maroko (ahli pembuat bom dan pengelola IT), anak dari pimpinan Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon serta 20 lainnya mengalami luka-luka.

Dalam sebuah laporan dan analisis intelijen (Siabidibame), bagian terpenting adalah 'me' (mengapa), karena intelijen yang menganalisis informasi menjadi bahan intelijen setelah mampu menjawab 'me' tersebut. Nah, dalam bentrokan yang memakan waktu antara 9-10 jam di Pulau Basilan tersebut, penulis mencoba menganalisis kegagalan pasukan Filipina dari penyerang menjadi pihak yang diserang.

Sisi Rawan Pasukan Filipina

Juru bicara Phillipines Army Western Mindanao Command, Mayor Filemon Tan mengungkapkan faktor kemungkinan yang  menyebabkan tewasnya  18 prajurit dalam pertempuran selama 10 jam di Basilan pada hari Sabtu (09/04/2016) antara pasukan Filipina dan kelompok Abu Sayyaf. Kepada Radio dzMM, Filipina, Tan menyatakan keadaan cuaca dan operasi hujan buatan membuat kemampuan dukungan udara tidak dapat dikerahkan maksimal kepada pasukan di lapangan, Selain itu keadaan alam juga menyulitkan operasi di darat.

Untitled4

Pasukan infanteri Filipina (Foto :themaharlikan)

Mayor  Tan mengatakan  bahwa militer Filipina tengah mengikuti rencana yang sudah dipersiapkan dengan matang, sementara pasukan cadangan juga berjaga-jaga untuk evakuasi darurat dan dukungan udara. Beberapa informasi mengatakan bahwa dalam perjalanan menuju ke target yang telah ditentukan, satu Kompi (70 orang plus) pasukan AD Filipina 44th Infantry (Agile and Stable) Battalion yang merupakan kekuatan 101st (three Red Arrows) Brigade/First Infantry Division telah disergap di sebuah medan killing ground, dikepung dari ketinggian oleh sekitar 120 personil Abu Sayyaf bersenjata campuran.

Dalam kontak senjata tersebut dilaporkan 18 tentara Filipina tewas (beberapa mengalami luka bacok/bukan dipenggal), dan 53 luka-luka. Kepala Angkatan Darat Letnan Jenderal Eduardo Ano mengatakan tujuan utama militer, "Pada akhirnya akan  menghancurkan Abu Sayyaf, terutama sekarang bahwa kita telah menemukan lokasi yang tepat dari kelompok." Sementara Menhan Voltaire Gazmin dalam kunjungan ke 53 tentara yang terluka di rumah sakit militer di Zamboanga, pulau Mindanao, Filipina selatan menyatakan, "Setelah kami berduka untuk tentara kita, kita akan melanjutkan pertarungan," tegasnya  dalam sebuah pernyataan bersama.

Nah, pertanyaannya, mengapa justru pasukan AD Filipina tersebut yang dikepung dan disergap oleh kelompok Abu Sayyaf? Jawabannya hanya satu, yaitu masalah intelijen. Nampaknya kemampuan atau dukungan intelijen penyerang dapat dinilai lemah dan justru kelompok Abu Sayyaf lebih lengkap data intelijennya.

11_visit

Kepala Staf Angkatan Bersenjata  Filipina, Jenderal Hernando Iriberri memberikan pin medali pada salah satu tentara yang terluka, yang selamat saat pertempuran senjata antara militer dan kelompok  Abu Sayyaf di Tipo-Tipo, Basilan, lalu Sabtu (9/4/2016) di Rumah Sakit Navarro General Camp di Mindanao Barat, Zamboanga City. (Foto : mb)

Menurut ketentuan baku pasukan infanteri, dukungan intelijen akan mewujudkan kemampuan satuan Infanteri dalam bermanuver di setiap medan operasi untuk mendapatkan keterangan dengan titik berat pada suhu, angin, cuaca dan endapan serta 5 (lima) aspek medan serta keterangan tentang musuh. Intelijen akan mewujudkan dan memelihara kemampuan infanteri dalam bermanuver di setiap medan operasi untuk mendapatkan  keterangan dengan titik berat cuaca, medan dan musuh (Cumemu).

Seperti dikatakan oleh Mayor Tan, pasukan yang dikirim tersebut terhambat oleh cuaca (hujan buatan) serta beratnya medan. Agak membedakan masalah kemampuan pasukan ini dengan  infanteri TNI AD yang telah ditingkatkan dengan kemampuan "Raider" (mahir dalam operasi penyergapan teroris. Raider dilatih  memiliki kemampuan operasional di segala medan dan cuaca, baik di perkotaan, hutan gunung, sungai, rawa, laut, dan pantai.

Oleh karena itu Kompi dari Batalyon 44 Filipina tersebut saat disergap di killing ground banyak mengalami kerugian berupa korban tewas dan luka-luka. Kekuatan pasukan AD Filipina yang dikirim untuk menyerang sekitar 70 personil, dinilai  tidak seimbang dengan penyergap dari  Abu Sayyaf yang berjumlah 120. Menurut ketentuan dan dasar pertempuran,  pasukan yang bertahan seharusnya kekuatannya tiga kali lipat dari penyerang. Akhirnya kompie 44 itu mudah didikte oleh gerilyawan. Selain itu faktor cuaca juga kurang dihitung, mengakibatkan operasi darat  tersebut tidak mendapat dukungan udara. Disinilah, terlihat bahwa intelijen Abu Sayyaf jauh lebih baik dan penguasaan medan juga lebih baik, mereka berhasil menyergap ddari ketinggian. Pertempuran di lembah tersebut dapat dikatakan sebagai pertempuran jarak dekat.

Sisi Dukungan Intelijen Kelompok Abu Sayyaf

Abu Sayyaf didirikan pada tahun 1991 di Basilan, (880 kilometer Selatan Manila)  oleh Abdurajik Abubakar dan adiknya yang tercatat sebagai penduduk asli Isabela City, saat ini salah satu kota termiskin dari Filipina. Kota ini sebagai ibukota provinsi Basilan terletak di bagian utara-barat dari pulau Basilan,  Isabela City berada  di bawah wilayah politik Zamboanga Peninsula (Utara  Basilan).  Ketika Abdurajik Abubakar Janjalani pulang ke pulau Basilan pada tahun 1990, ia mengumpulkan anggota radikal M.N.L.F. tua yang ingin melanjutkan perjuangan bersenjata untuk mendirikan negara Islam independen dan pada tahun 1991 mendirikan Abu SayPada tanggal 18 Desember 1998,

640px-New_ARMM_member

Peta Propinsi Basilan, Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (Foto : wikipedia)

Abdurajik Abubakar Janjalani (39) tewas dalam kontak senjata  dengan Polisi Nasional Filipina di Basilan. Beberapa pertempuran sengit pernah terjadi di Basilan, Jolo dan Sulu  antara pasukan pemerintah dan kelompok  Abu Sayyaf sejak awal 1990-an. Abu Sayyaf   menyatakan diri mereka sebagai mujahidin dan pejuang kemerdekaan, tetapi tidak didukung oleh banyak orang di Filipina termasuk ulama Muslim. Mereka terutama beroperasi di Filipina Selatan, selain juga beroperasi di provinsi lainnya dan bahkan disebut melebarkan sayap ke Malaysia dan Indonesia. Laporan intelijen menyatakan ini adalah salah satu kelompok militan radikal  yang terkecil, tapi terkuat diantara kelompok separatis Islamis di Filipina lainnya.

Dengan demikian maka pulau Basilan menjadi tanah tumpah darah Abu Sayyaf yang mereka kuasai baik dari sisi cuaca serta terutama medan-medan kritiknya.  Pada Tahun 2000 kepemimpinan Abu Sayyaf dipegang oleh Isnilon Hapilon Totoni yang  bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan lebih dari 30 orang asing dan ulama Kristen dan pekerja, termasuk Martin dan Gracia Burnham. Isnilon kepalanya dihargai US$5 juta oleh pemerintah AS.

Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari netizen Indonesia yang pernah tinggal di Zamboanga City selama tiga tahun, menyebutkan bahwa Abu Sayyap lebih pas disebut sebagai perompak atau bandit ketimbang dikait-kaitkan dengan Islam, karena apa yg mereka lakukan selama puluhan tahun tak ada lain selain menculik, menyandera dengan tuntutan uang tebusan, bahkan menyerbu lalu merampok dan menggasak harta sebuah kota seperti yg pernah mereka lakukan di kota Ipil pada tahun  1994.

abu sayyaf battle

Sebagian Kelompok Abu Sayyaf di Basilan (Foto : bolague)

Markas mereka berada di hutan pebukitan Isabela di pulau Basilan, di wilayah Mindanau Filipina Selatan. Tetapi mereka mempunyai pendukung yang berfungsi sebagai suport  intelijen (mata-mata) yang  berkeliaran di hampir semua kota pulau  Basilan, terutama di kota Sumisip, Tipo-Tipo, Tuburan dan Lamitan, bahkan ada juga di Zamboanga City,  ibu kota Mindanau. Mereka menyamar diantaranya dengan cover membuka kedai kopi, warung nasi, supir/kernet Jeepney (angkot), sera kegiatan lainnya.

Para pendukung intelijen ini bertugas memberikan  informasi apabila terjadi  pergerakan baik oleh tentara Filipina atau kekuatan lainnya yang diperkirakan  akan mengancam kelompok mereka. Sekaligus juga intelijen ini  memberikan informasi  informasi ke markas/induk pasukan jika mengetahui adanya  target yang dapat diculik/disandera. Selain di darat, intelijen tersebut juga beroperasi di lautan, di perairan Mindanau dimana orang-orang Abu Sayaf tersebut berkeliaran menyamar sebagai nelayan tradisional.

Nah dengan demikian, maka saat Kompi dari Batalyon 44 bergerak akan menyerang pimpinan Abu Sayyaf (Isnilon Hapilon), gerakan tersebut rupanya telah dilaporkan ke markas mereka, sehingga mereka mampu menyergap militer Filipina pada medan kritik yang merupakan killing ground. Disini terlihat bahwa kekuatan dalam kontak senjata, kemampuan dan strategi Abu Sayyaf lebih mengungguli militer yang dikirim di Basilan. Terbukti dari jumlah jatuhnya korban tewas serta luka-luka jumlah militer mengalami kerugian tiga kali lipat.

Analisis dan Kesimpulan

Dari fakta-fakta serta beberapa informasi diatas, terlihat bahwa milisi Abu Sayyaf dapat dikatakan bukan hanya sekedar gerombolan perompak biasa, tetapi mereka telah mampu menerapkan operasi intelijen, gerilya serta aksi teror. Sementara pasukan Filipina nampak lemah dalam dukungan intelijen, lemah dukungan udara dan juga lemah dalam operasi lawan gerilya. Berbeda dengan pasukan TNI yang mempunyai kwalifikasi raider.

Penyerangan oleh pasukan dari batalyon infanteri 44 dilakukan pada hari Sabtu (9/4/2016) setelah Abu Sayyaf menyatakan batas akhir pembayaran tebusan adalah tanggal 8 April 2016. Penyerbuan dilakukan untuk menangkap pimpinan Abu Sayyaf serta membebaskan para sandera. Tetapi nampaknya serangan kurang terencana dengan baik sehingga gagal dan justru jatuh korban di kalangan militer.

Pertanyaannya, apakah Indonesia akan menyerahkan sepenuhnya pembebasan sandera kepada Filipina? Bagaimanapun  operasi penyerangan tersebut  tingkat kegagalannya dinilai 100 persen. Penulis masih percaya bahwa ada upaya negosiasi yang dilakukan untuk membebaskan sandera. Yang dikhawatirkan, adalah seperti dalam kasus sandera WN Malaysia, karena tidak dibayar akhirnya dipenggal. Dalam beberapa kali upaya penyerangan untuk membebaskan sandera juga mengalami kegagalan, tercatat seorang WN Amerika David Burgman juga tewas, tetapi isterinya bisa lepas.

Kesimpulannya, beberapa informasi menyebutkan  bahwa pasukan yang dapat diandalkan di Filipina adalah Scout Ranger serta Marinir, merupakan satuan yang disegani teroris. Kini kita serahkan kepada kemampuan negosiasi mereka yang mendapat tugas, seperti dikatakan Presiden Jokowi, kedepankan diplomasi. Menurut penulis bagaimana team pembebas bisa berdiplomasi dengan aparat keamanan Fillipina, baik membebaskan dengan cara membayar melalui perusahaan atau juga prinsip anak Betawi "Elu Jual Gua Beli, Walau belinya diam-diam." Penulis kira begitu..

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Intelligence Analyst, www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Hankam and tagged , , , , , , , . Bookmark the permalink.