Mereka Bukan Hanya Membunuh di Paris, Tetapi Menginspirasi dan Memotivasi di Belahan Dunia Lainnya

29 November 2015 | 10:57 am | Dilihat : 498

Paris-Attack-November-13-2-570x380

Salah Satu Situasi Setelah Serangan Teror di Restoran Paris (Foto :dvdbash)

Kejadian serangan teror di Paris Jumat (13/11/2015) telah menghentak dan menyadarkan baik masyarakat Eropa, khususnya Perancis dan Belgia bahwa ada bahaya yang mematikan di sekitar mereka. Setelah  dilakukan pengejaran terhadap pelaku serta para suport agent, terbuka bahwa kelompok ini disimpulkan sel dari ISIS yang kini berganti nama menjadi Islamic State. Mereka bukan WN Suriah atau Timur Tengah lainnya, dan bukan pengungsi, tetapi teroris itu WN Perancis dan Belgia. Ada yang keturunan dari Aljazair.

Pejabat Perancis mengumumkan bahwa dari 129 korban yang tewas, telah berhasil diidentifikasi  117 orang secara positif. Sementara, selain itu terdapat 221 orang dari 352 orang yang terluka akibat tembakan dan serpihan bom masih dirawat  di rumah sakit, 57 diantaranya berada dalam perawatan intensif karena buruknya kondisi korban.

Apa yang bisa dibaca dan kemudian diperkirakan baik dampak, maupun tujuan lebih lanjut dari aksi teror di Paris? Yang jelas, dan pasti, sasaran teror adalah tekanan psikologis, tujuannya menciptakan rasa takut. Apa motivasi mereka? Itu pertanyaan yang sebenarnya harus dijawab oleh badan Intelijen baik di Eropa maupun belahan dunia lainnya, termasuk di Indonesia.

Penulis memerhati serangan Paris dilakukan oleh kelompok militan, sel yang dibentuk di Belgia dan dikembangkan di Perancis oleh tim terlatih dan kemungkinan besar mendapat dukungan di internal Perancis. Mereka dikenal sebagai homegrown terrorism, dengan motivasi politik, menganggap dirinya sendiri (kelompoknya) sebagai sebuah instrumen pengadilan. Mereka menyerang Perancis untuk memberikan hukuman. Sebetulnya mereka juga merencanakan serangan kedua pada tanggal 19 November 2015 di Perancis, tetapi kemudian gagal.

Serangan dengan nilai tinggi dengan  unsur pendadakan itu bukan hanya sekedar membunuh korbannya dengan kejam, tetapi yang perlu diwaspadai aksi tersebut akan menginspirasi serta memotivasi sel serupa lainnya di belahan dunia lainnya, termasuk di Indonesia.

Pemberitaan media yang demikian gencar telah menyebarkan akibat teror, dimana negara sebesar Perancis dan kini Belgia terpaksa mengumumkan darurat bahaya. Pemerintah kedua negara khawatir akan ada lagi serangan dari sel yang lolos dari penyergapan. Demikian besar ketakutan yang ditimbulkan sebagai akibat penyerangan bunuh diri dari hanya sekitar 10 teroris itu. Nah, aksi yang dipimpin oleh Abdelhamid Abaaoud (kemudian tewas disergap), kini memberikan inspirasi keseluruh dunia, bahwa dengan sel terbatas yang siap mati, mampu menciptakan ketakutan baik terhadap pemerintah maupun masyarakat sebuah negara. Mengapa? Karena teror adalah aksi nyata.

perencana serangan Paris
Perencana dan pimpinan teror di Paris Jumat, 13 November 2015, tewas disergap Polisi Perancis            (Sumber Foto : theguardian)

Intelijen menilai baik musuh maupun calon musuh dari empat hal, yaitu kekuatan, kemampuan, kerawanan serta niat. Kekuatan selama ini dikenal dengan jumlah yang banyak dan mempunyai penyerang strategis, kemampuan lebih kepada kemampuan menyerang garis belakang, kerawanan adalah titik lemah lawan, niat diartikan dengan apa yang akan dilakukan lawan kepada kita. Menyangkut, taktik dan strategi. Niat adalah apa yang menjadi tujuan dasar dan diimplementasikan dalam tindakan, dalam teror umumnya berupa pesan.

Kini aksi terorisme meniadakan unsur kekuatan yang harus besar. Kecil tetapi mampu melakukan infiltrasi, menyerang publik yang efeknya akan sangat besar. Terjadi pergeseran taktik dan strategi serangan. Perencanaan serangan WTC, 11 September 2001 jelas rumit, mereka harus membajak pesawat dan menerbangkannya ke menara kembar WTC. Effort demikian besar, korban diatas 3.000 jiwa. Demikian juga dengan bom Bali, diatas satu ton, menghancurkan dan menakutkan, korban diatas 200 jiwa, upaya dan tahapan perencanaan serangan demikian rumit. Memang saat itu negara yang terserang bergetar, publik takut. Tetapi AS dan Indonesia tidak menyatakan negara dalam darurat bahaya.

Nah, kalau dibandingkan dengan serangan Paris, kemungkinan mereka hanya menggunakan sekitar tujuh senapan serbu jenis AK-47, serta semacam bom rompi tujuh buah. Tetapi efek psikologisnya demikian besar, kehidupan di Paris dan Brussel terganggu. Tim kecil tetapi efektif dan efisien itu mampu menggetarkan dan menggentarkan dunia.

Selain itu yang perlu juga kita perhatikan adalah pesan yang mereka sampaikan dalam perencanaan strategis. Pesan itu didistribusikan melalui media (gratis)  bahwa eksistensi mereka memang ada dan mampu. Inilah kelebihan aksi teror yang menarik bagi media. Menyerang sebuah negara tidak perlu dengan kekuatan besar, cukup kecil tetapi mampu. Nah, ini yang akan memotivasi sel radikal lainnya dimanapun.

Pertanyaannya, bagaimana dengan potensi serangan serupa di Indonesia? Setelah teror Paris, ada dua tokoh yang menyampaikan informasi intelijen tentang masalah terorisme di Indonesia, Kapolda Metro Jaya serta Kepala BIN.  Yang dikhawatirkan publik dan selalu diberitakan media adalah kemungkinan ancaman teror yang berasal dari kelompok Islamic State.

Tito dn krisna

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian saat memberikan penjelasan tentang potensi aksi teror di Indonesia di muka perwakilan negara asing di Mapolda Metro Jaya (18/11/2015), Foto : CNN Indonesia

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian, yang pernah bersama penulis bertugas di BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), mengatakan bahwa kini tercatat ada 46 mereka yang sudah kembali dari Suriah. Tito yang mantan Ka Densus dan juga mantan Deputi Penindakan BNPT mengatakan  bahwa dilakukan pemantauan khusus terhadap mereka yang kembali.

Tito  mengatakan, berdasarkan data intelijen,  diketahui ada  384 orang Indonesia yang telah confirm mau berangkat ke Suriah. Bahkan, kemungkinan yang akan terbang ke sana bisa lebih dari itu. "Kami tetap monitor jaringan-jaringan ini. Teman-teman di lapangan sudah paham dengan jaringan ini. Kami akan monitor ketat," katanya di Mapolda Metro Jaya, Rabu (18/11). Ia menyatakan, jumlah orang Indonesia yang diduga mau bergabung ke ISIS memang meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

 Dia menyebutkan terjadi peningkatan kegiatan terorisme di Indonesia. Hal tersebut didapatkan berdasarkan hasil analisis dan monitoring kepolisian sepanjang tahun ini. "Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlahnya meningkat. Akan tetapi, kapabilitas pelaku teror untuk melakukan aksi mungkin belum ada," ujar Tito usai menggelar pertemuan dengan Duta Besar dan Perwakilan Negara di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (18/11).

santoso

Seorang laki-laki yang diduga bernama Santoso alias Abu Wardah, muncul di Youtube (foto :nasional.kompas)

Terkait ancaman ISIS melalui video yang akan melawan negara-negara yang memeranginya, Tito menuturkan, walau Indonesia bukan koalisi negara yang memerangi ISIS, namun polisi tetap akan melakukan pengamanan. "Indonesia tidak masuk dalam koalisi sementara ini. Tapi tentu bukan berarti bahwa kita underestimate. Kita paham, dulu waktu kasus di Afghanistan, Indonesia tidak masuk dalam koalisi di sana. Tapi mereka tetap menyerang sini, karena didorong ideologi yang berbeda, kemudian tujuan mereka untuk mendirikan kekhalifahan versi mereka sendiri," katanya.

Beberapa waktu terakhir, sebuah video berisi rekaman suara berdurasi 9 menit 34 detik ditayangkan di Youtube oleh Santoso alias Abu Wardah, DPO Polisi, yang mengancam akan meledakkan Polda Metro Jaya dan mengibarkan bendera IS di Istana Merdeka, tayangan beredar luas di media sosial. Pada video itu tercantum tulisan 'Seruan Sang Komandan, Abu Wardah Asy-Syarqi'. Pada video tersebut terlihat kibaran bendera ISIS di bagian kiri gambar dan sosok seorang pria yang diduga komandan kelompok Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah pidato dengan berapi-api.

Menanggapi ancaman itu, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mempersilakan teroris Santoso, untuk meledakkan Polda Metro Jaya sesuai dengan video propaganda itu. "Silakan kalau mau meledakkan (Polda Metro Jaya) dan kita sudah antisipasi itu, silakan datang," ujar Kapolri saat membuka Rakorda Pilkada Serentak 2015 Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar, Selasa (24/11).

sutiyoso1433923434

Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso (Foto : harnas)

Sementara Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso meminta warga waspada terhadap gerak gerik mencurigakan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Saat ini, ada 100 orang lebih warga Indonesia yang kembali ke tanah air setelah sebelumnya ikut bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). "Mereka ada 100 orang lebih, kami terus monitor kegiatan mereka," katanya  di Universitas Padjadjaran, Bandung, Selasa (24/11/2015). Sutiyoso meminta masyarakat tidak panik. Ia juga meminta masyarakat peduli dengan kewajibannya untuk ikut mengawasi gerak gerik mereka. "Masyarakat jadi mata dan telinga BIN," katanya. Sutiyoso berharap, kalau masyarakat melihat ada yang ganjil dan sesuatu yang aneh di lingkungan sekitarnya cepat melapor.

Nah, dari beberapa informasi serta fakta  diatas, nampak serangan Paris telah menginspirasi sel lainnya, termasuk di Indonesia. Walau baru berupa ancaman melalui media, ada sel yang perlu terus diawasi. Disini kemampuan intelijen serta mereka yang memang melakukan counter ancaman teror sebaiknya bekerja sama lebih erat. Seperti yang Tito juga katakan, bahwa serangan teror akan menyangkut masalah niat, kesempatan serta kapabilitas. Ini memang yang harus terus dicermati. Kapabilitas dinilainya masih rendah.

Walau ada niat dan kesempatan, kalau kapabilitas masih rendah, sel teror belum akan membuka serangan. Kapabilitas  terutama menyangkut dana serta tersedianya pelaksana dan kemampuan perencanaan. Saat ini kapabilitas mereka dinilai belum cukup untuk melakukan gebrakan. Tetapi dalam penilaian kenekatan serta prinsip keyakinan bunuh diri dalam pemahaman berjihad dan mati sahid dari brain washing ideologi Islamic State, kita memang harus waspada. Yang penulis sayangkan statement dua tokoh tersebut kenapa harus berbeda dalam soal jumlah?

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

Artikel Terkait :

-Latar Belakang Serangan Teror di Paris dan Prinsip Desentralisasi, http://ramalanintelijen.net/?p=10138

-Suksesnya Serangan Teror Mematikan di Paris Karena Perancis Teledor, http://ramalanintelijen.net/?p=10123

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.