Antara Ramalan Intelijen, Pemilihan Panglima TNI dan Kepala BIN

11 June 2015 | 7:36 am | Dilihat : 2205

claim territorial

Wilayah sengketa di Laut China Selatan (Foto: fkpmaritim.org)

Berita yang cukup ramai diberitakan media beberapa waktu terakhir adalah acara mantunya Presiden Jokowi di Solo, pencalonan Panglima TNI serta calon Kepala BIN. Kini masalah apapun di era demokrasi ini bebas dibahas, terutama di dunia maya. Hari ini acara mantu presiden akan berlangsung meriah, undangan sangat banyak, dan bahkan Jokowi dikabarkan menerima dukungan sekitar 5.000 relawannya, hingga panitia membuat tenda 200 meter, menyediakan makan, memberi souvenir.

Tetap saja acara pribadi presiden mengundang kontroversi. Penulis tidak akan mengulas masalah ini, karena pernah merasakan betapa bahagianya mantu yang dihadiri banyak kerabat. Mantu dan kematian adalah ukuran pergaulan seseorang, kalau banyak yang datang, dia dinilai baik dan sukses dalam pergaulan. Kira-kira begitulah.

Fokus artikel adalah pemilihan calon Panglima TNI dan Kepala BIN yang juga memunculkan beda pendapat dibeberapa kalangan. Penulis menilai  pemilihan kedua jabatan berat itu dengan dasar ramalan intelijen. Mari kita analisis bersama.

Ramalan Intelijen Sikon Indonesia

Ramalan intelijen merupakan sebuah ramalan masa depan (the future) bisa jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam hal ini penulis kaitkan dengan masa jabatan pemerintahan Jokowi hingga 2019.

Fokus ramalan intelijen yang merupakan pemahaman tentang intelijen strategis melihat keselamatan bangsa Indonesia kedepan, bagaimana spektrum ancaman yang mungkin dapat diperkirakan. Intelstrat mengukur dari sembilan komponen yang diawali dari perkembangan sikon di dunia internasional, regional serta nasional.

Ada beberapa ATHG (khususnya ancaman) yang dapat diprediksikan baik, satu tahun, dua tahun hingga berakhirnya pemerintahan era Presiden Jokowi pada 2019. Kita bersama mesti mewaspadai akan dilaksanakannya pilkada serentak pada akhir 2015 ini. Melihat perpecahan yang kini terjadi dikalangan parpol, konflik horisontal mungkin terjadi pada bulan Desember 2015. Tidak terbayangkan kini terjadi, Golkar dan PPP sebagai dua parpol jangkar selama ini (selain PDIP) mulai pecah, terjadi keributan antar tokoh utamanya. Perpecahan parpol lainnya diperkirakan akan terjadi saat menunjuk siapa jago dalam pilkada hanya menunggu waktu.

Apabila benar nanti terjadi konflik meluas pada akhir 2015, maka dibutuhkan penggelaran kekuatan yang cukup sulit bagi aparat keamanan. Disinilah peran TNI serta BIN akan sangat besar dalam mendukung Polri dalam mengatasi kemungkinan chaos yang bukan sporadis lagi, tetapi bisa merata di beberapa daerah.

Dilain sisi, kita mesti waspada terhadap perkembangan kritis situasi keamanan wilayah Laut China Selatan.    Presiden Jokowi pernah mencanangkan tentang Poros Maritim Dunia. PMD versi Jokowi merupakan visi yang disampaikannya  pada KTT  Asia Timur, di Naypyidaw Myanmar pada November 2014. Selain itu beberapa negara diketahui juga telah menyampaikan visi serupa pada waktu-waktu sebelumnya.

Jepang dan India misalnya telah mencanangkan konsep Confluence of the Two Seas pada tahun 2007,disusul Amerika Serikat dengan Rebalancing toward Asia pada tahun 2011, dan Tiongkok dengan Jalan Sutra Maritim abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Route Economic Belt) atau Maritime Silk Road (MSR).di tahun 2013. Keempat kekuatan besar tersebut kini berkompetisi di kawasan IndoPasifik.

PM Jepang Shinzo Abe  menggunakan istilah Indo-Pasifik, yang merupakan kawasan laut yang terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik bagian Barat dan Tengah serta perairan Indonesia yang menghubungkan dua samudera tersebut.

Presiden Barack Obama mengeluarkan  kebijakan Pivot to the Pacific dan merivisi menjadi  Rebalancing toward Asia sebagai respon atas kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan besar di Asia Pasifik. Obama memrioritaskan kawasan Asia Pasifik dalam perencanaan militer AS, kebijakan luar negeri, dan kebijakan ekonomi.  pasukan di Irak dan Afghanistan ditarik dan digeser ke kawasan ini. Tujuan utama kebijakan luar negeri AS adalah ikut membentuk norma dan aturan di Asia Pasifik agar hukum dan norma internasional tetap ditegakkan. AS khawatir dengan ulah Tiongkok yang agak arogan dan nekat.

Presiden Tiongkok Xi Jinping mencanangan visi Jalan Sutra Maritim (JSM) abad ke-21 di hadapan parlemen Indonesia. Inti dari visi ini adalah pembangunan prasarana transportasi laut dari Tiongkok melintasi Asia Tenggara ke Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa dan Afrika yang disponsori Tiongkok yang  berkomitmen akan menyediakan dana hingga US $ 40 Milyar untuk pembangunan pelabuhan laut dalam (deep sea port) dilokasi-lokasi strategis di rute Jalan Sutra Maritim (JSM) Tiongkok.

Pada intinya visi keempat negara  adalah memperebutkan akses dan kendali atas tiga kepentingan  utama di sepanjang rute pelayaran antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, yaitu  jalur pelayaran, pasar regional  dan sumber daya alam.  Jalur SLOC dan SLOG di LCS merupakan jalur mati hidup beberapa negara, termasuk AS dan Jepang serta sekutu lainnya.

Konflik yang muncul di Laut China Selatan, kini  melibatkan 6 (enam) negara, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Tiongkok. Jika Tiongkok terus  mengklaim wilayah perairan di Natuna, Indonesia berpotensi terlibat dalam klaim Laut China Selatan. Tiongkok mengklaim teritori laut berdasarkan konsep yang bertentangan  dengan hukum yang disepakati secara multilateral. Indonesia memilih  bersikap sebagai netral, cenderung tidak ikut campur dalam sengketa di Laut China Selatan. Sikap ini di apresiasi oleh Tiongkok, walau penulis juga tetap meragukan iktikad baiknya.

Kini di LCS, Tiongkok berhadapan dengan AS, India, Jepang dan Australia. Tiongkok  telah menekan kapal Filipina dan Jepang di laut dengan kekuatan bersenjata.  Kapal induk Liaoning Tiongkok dengan beberapa kapal perangnya mulai dikerahkan ke Selatan. Tiongkok  juga sudah menerapkan ADIZ (Air Defence Identification Zone) di kawasan Laut China Timur (LCT), dan kini menerapkan ADIZ di kawasan LCS. Pernyataan ini ditentang oleh Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. Bahkan AS bereaksi, memancing reaksi Tiongkok  dengan menerbangkan dua pembom B-52 ke kawasan LCT.

Apa ramalan intelijen terhadap implikasi ulah Tiongkok? Konflik militer sangat mungkin terjadi pada tahun-tahun mendatang, Indonesia bisa terlibat dalam konflik apabila Tiongkok makin meluaskan wilayahnya hingga Natuna. Bagaimana Indonesia harus menempatkan diri, inilah sebuah pekerjaan rumah yang tidak sederhana.

Ramalan intelijen lainnya terkait dengan masalah terorisme, dimana kini sekitar 500-600 warga Indonesia yang bergabung dengan Islamic State (dikenal ISIS) di Syria dan Irak. Menurut penulis yang diundang sebagai Narsum oleh BNPT pada program Binpuan aparat intelijen daerah, dari hasil diskusi di Bandung minggu lalu dengan aparat BNPT, BIN, Baintelkam Polri serta Densus   dalam waktu satu hingga dua tahun kedepan, diperkirakan beberapa jihadis ekstrem (radikal) yang bergabung dengan dasar ideologi teroris akan kembali ke Indonesia. Maka saat itu ancaman aksi teror diperkirakan akan lebih marak. Mereka akan bisa memraktekkan keahliannya, baik dalam manajemen maupun serangan teror yang lebih terdidik.

Masalah lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam bidang intelstrat adalah persaingan hidup. Banyak dari kita yang belum sadar bahwa kini mulai muncul pemikiran banyak negara, bagaimana mereka harus tetap hidup dalam kondisi keterbatasan baik sumber pangan serta sumber daya alam (energi). Pertambahan penduduk disebut sebagai deret ukur sementara ketersedaiaan pangan dikatakan sebagai deret hitung. Mendatang, Indonesia harus siap menghadapi intervensi, khususnya bidang ekonomi dimana implikasinya akan menyentuh stabilitas keamanan.

Pencalonan Panglima TNI

Dalam pencalonan Panglima TNI, maka presiden mempunyai hak prerogatif menunjuk siapa yang dipilihnya. Calon yang diajukan berdasarkan UU TNI  Nomor 34/2004 tentang TNI pasal 13 ayat 4, yang menyebutkan  Panglima TNI dijabat oleh perwira tinggi aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan dan dapat dijabat secara bergantian.

UU TNI dalam pembahasan awalnya di Dephan,  dipimpin oleh Sekjen Dephan (Marsdya TNI  Suprihadi) selaku Pelaksana Tugas Menhan dan di dampingi para pejabat  Dephan serta perwakilan dari AD, AL dan AU utk mewakili Pemerintah.   Menurutnya,  UU No 34 pasal 13 ayat 4   konsep awalnya...(dilaksanakan secara bergiliran). Hal ini utk mewadahi beberapa hal diantaranya,   kesetaraan dan  tanggung jawab masing Angkatan terhadap negara adalah sama, Pimpinan AD, AL dn AU adalah Perwira terbaik dari masing-masing matra yg juga memiliki integritas diri dan kemampuan yg sama baiknya. Sebagai daya rekat yg tinggi satu sama lainnya.

Mengapa kemudian pasal 13 ayat 4 berubah menjadi dapat di jabat secara bergantian?  Ada pandangan dari tim kerja yg mempertanyakan dan menyarankan bahwa intinya dlm situasi tertentu ( extra ordinary situation/Negara dalam keadaan darurat/perang) dimana diperlukan leadership pimpinan dan kemampuan matra tertentu yang diyakini dapat menyelesaikan masalah, maka Panglima  TNI akan diangkat dari matra tersebut.  Jadi tidak dilaksanakan dalam kondisi negara dalam keadaan normal.

Menjelang pencalonan Panglima TNI, timbul getaran dan nada protes dari beberapa purnawirawan TNI AU, suara terkeras mantan Kasau Chappy Hakim (nadanya jengkel/bukan marah begitu kira-kira). Pasal 13 ayat 4 itu mengundang kontroversi, disatu sisi purnawirawan AU mengatakan bahwa dari kata "bergantian" kini calonnya yang pas adalah dari AU, setelah sebelumnya urutannya, AU , AD, AL, AD.

Perbedaan pendapat disampaikan oleh Wapres JK dan Menko Polhukkam Tedjo, dimana tidak ada ketentuan harus dari AU. Bahkan Tedjo menyatakan lebih ekstrem dan dinilai beberapa pihak mem-provokasi, "kalau mau giliran maka UU 34 itu harus diubah dahulu." Menhan Ryamizard Riyakudu menyatakan bahwa pemilihan calon selain menggunakan UU 34 juga dengan dasar pemikiran politik pertahanan.

Jenderal Gatot Nurmantyo dan Sutiyoso

??????????????????????????????

Jend. Moeldoko, Presiden Jokowi dan Jend. Gatot (foto:okezone.com)

Penulis sekitar dua bulan yang lalu pernah diajak makan bersama dengan Jenderal Gatot yang saat ini masih menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD. Dalam acara makan yang juga dihadiri para asisten serta waas, terjadi diskusi dua arah tentang masalah kebangsaan, sikon negara, ancaman serta ramalan intelijen. Satu hal yang penulis catat, TNI harus berada dalam posisi tidak tersusupi kepentingan politik. Harus siap sebagai abdi negara, tanpa kompromi.  Menurut penulis Gatot adalah Jenderal yang faham dengan kondisi negara dalam posisi sebagai prajurit. Dalam arti lain tidak ada beban politis dengan parpol manapun saat ini, murni profesional.

Dasar pemikirannya tentang negara dituangkannya dalam sebuah buku dengan judul  “Peran Pemuda Dalam Menghadapi Proxy War.” Buku setebal 41 halaman tersebut memberikan bukti tentang pemahaman luas Gatot tentang masalah kondisi geografis, kekayaan alam, perkembangan lingstra dan kondisi Indonesia 2014, serta pembahasan perang masa lalu dan masa kin. Gatot memaparkan tentang perang asimetris, perang hibrida, dan proxy war. Khusus mengenai perang proxy dibahas peran non state actors sebagai unsur yang dimainkan oleh penyandang dana. Gatot juga melakukan diskusi dengan UI, ITB dan Universitas Brawijaya. Disini terlihat pemahamannya tentang operasi intelijen pada fungsi conditioning yang mampu menghancurkan sebuah Negara.

Sangat jarang seorang pimpinan Angkatan menuliskan pemikiran serta mampu menuangkan dalam sebuah diskusi panjang. Penulis sangat menikmati diskusi tersebut, hanya sayang Gatot, Jenderal yang ramah tetapi tegas ini  tidak setuju saat penulis akan membuat artikel setelah selesai diskusi. Tetapi kini saat Gatot dinilai cocok oleh Presiden sebagai calon tunggal Panglima TNI, dengan permohonan maaf, penulis mengeluarkan artikel ini.

Apabila dikaitkan dengan ramalan intelijen, maka presiden serta Menhan serta para pejabat tinggi negara menilai bahwa satu hingga empat tahun mendatang, Indonesia akan menghadapi kemungkinan terjadinya ancaman baik internal maupun external threat. Untuk mengatasi konflik, baik di dalam negeri maupun konflik yang berasal dari luar negeri dibutuhkan seorang panglima perang yang faham dengan situasi tersebut. Indonesia akan menghadapi extra ordinary situasion.

Jenderal Gatot Nurmantyo, dengan dasar pemikiran strategis jelas sudah mempunyai konsep yang terbaca oleh presiden serta pimpinan tinggi lainnya dan dipercaya. Oleh karenanya dia akhirnya yang dipilih sebagai calon tunggal Panglima TNI.

Keputusan presiden telah keluar, walaupun penulis percaya masih ada rasa kecewa dan mengganjal dikalangan "the blues," mari kita secara ikhlas mendukung presiden dengan keputusannya serta hak prerogatifnya. Salah seorang mantan pejabat tinggi intelijen mengatakan kepada penulis bahwa urusan keselamatan negara lebih besar. Sebagai Old Soldier, Akabri Udara 1970, penulis mengimbau "Mari kita jaga kehormatan dan persatuan TNI."

Sebagai penutup, kalau boleh menyarankan kepada Presiden Jokowi, penulis mendukung soal pencalonan Panglima TNI, tetapi penulis pernah menyarankan untuk pejabat Kabin yang dipilih adalah Marsdya Pur Ian Santoso (mantan Kabais TNI). Menhan kini sudah dari AD, Menko Polhukkam dari AL, sepantasnyalah Ka BIN dari AU, bukan masalah giliran, tetapi kepentingan bangsa dan negara dari sisi intelijen.

Negara ini butuh pejabat yang faham dengan Intelijen Strategis, dan hanya segelintir orang intelijen yang faham intelstrat. Yang terbaik, terdidik dan berpengalaman, tanpa mengecilkan arti Bang Yos (maaf nih senior), kini adalah Ian Santoso itu. Tetapi semua terserah kepada Pak Jokowi, semoga seperti biasa tulisan ini terbaca, disamping masih sibuk mantu dan akan ngunduh mantu di Jakarta.

Sebelum ditutup, penulis menyampaikan selamat mantu kepada Pak Jokowi, semoga berbahagia sekeluarga dan cepat dapat cucu. Juga penulis mengucapkan selamat kepada Jenderal Gatot Nurmantyo atas kepercayaan pimpinan nasional, semoga fit and propper test lancar dan sukses serta selalu dalam lindungan Allah Swt, Aamin. Old Soldier Never Die.

Penulis  : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

Artikel terkait :

-Saran Untuk Presiden Jokowi ; Purn AD Menhan, AL Menko Polhukam, AU Diberi Porsi Kabin?, http://ramalanintelijen.net/?p=9339

-Ancaman Perkembangan ISIS di Indonesia Sangat Serius, http://ramalanintelijen.net/?p=8679

 -Sebelum Mampu Membuat Pedang, Indonesia Jangan Terlibat konflik AS-China di LCS,  http://ramalanintelijen.net/?p=8004

-Konsep Strategis AS dan Kekaisaran Intelijen,  http://ramalanintelijen.net/?p=7777

-Fokus Gelar Tempur Pasukan AS akan ke Asia, http://ramalanintelijen.net/?p=4819

-Perseteruan AS dan China di Laut China Selatan, http://ramalanintelijen.net/?p=4336

-Australia Akan Membeli Pesawat Tanpa Awak Canggih MQ-4C Triton, http://ramalanintelijen.net/?p=8086

-Kedubes AS Jakarta, Salah Satu Stasiun Penyadap NSA,  http://ramalanintelijen.net/?p=7630

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.