Antara Warning AS dan Australia di Indonesia Dengan Serangan Teror di Paris
8 January 2015 | 1:12 am | Dilihat : 1486
Seorang Polisi Perancis yang Ditembak Jarak Dekat (foto: theguardian.com)
Kemarin sore penulis mendapat undangan dari RTV (Rajawali TV) sebagai narsumber tekait dikeluarkannya security warning dari Kedubes AS dan disusul dengan travel warning pemerintah Australia ke Indonesia. Pemerintah AS melalui Kedubes di Jakarta tanggal 3 Januari 2015 memperingatkan warga AS agar berhati-hati dan waspada terhadap adanya ancaman potensial berupa teror di hotel dan bank terkait dengan AS di kota Surabaya.
Kedubes AS menyatakan perlindungan warga negara AS di luar negeri merupakan salah satu prioritas tertinggi dari Departemen Luar Negeri AS, karena itu kedubesnya terus memberikan informasi terbaru terkait dengan keamanan serta pertimbangan lainnya yang perlu diketahui oleh warga negara AS ketika berpergian ke luar negeri.
Sementara pemerintah Australia pada tanggal 6 Januari 2015 memperingatkan warganya untuk tidak pergi berlibur ke Indonesia dalam waktu dekat ini. Menurut mereka serangan teroris bisa terjadi kapan saja. “Kami terus menerima informasi yang menunjukkan bahwa teroris mungkin merencanakan serangan di Indonesia, termasuk di Bali yang dapat terjadi setiap saat,” demikian bunyi pernyataan Pemerintah Australia.
Jelas warning kedua negara tersebut menarik perhatian banyak pihak, karena pemerintah Indonesia tidak membuat pernyataan apapun soal terois dan bahkan Kapolri Jenderal Pol Sutarman menjamin Indonesia saat ini, khususnya Surabaya, dalam kondisi aman terkendali. “Saya pastikan Indonesia aman, tidak ada ancaman apapun di Surabaya maupun di Jawa Timur,” katanya di Rumah Sakit Bhayangkara, Mapolda Jatim, Senin (5/1/2015) saat menemui keluarga korban kecelakaan pesawat AirAsia.
Dalam diskusi yang hanya satu segmen (pendek), penulis diminta menjelaskan tentang warning dua negara besar tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Kapolri, penulis juga menerima informasi dari komunitas intelijen bahwa tidak ada ancaman yang spesifik terhadap warga asing di Surabaya khususnya. Memang khusus untuk daerah Poso nampaknya merupakan wilayah yang harus diwaspadai karena masih adanya DPO Teroris Santoso yang nampaknya sudah mempunyai link dengan ISIS yang kini telah berganti nama menjadi IS (Islamic State).
Intelijen selalu melihat sebuah ramalan melalui proses kejadian masa kini (the present) dan masa lalu (the past), baru meramalkan kejadian untuk masa mendatang (the future). Kejadian masa lalu tentang serangan teror yang menyerang AS beserta sekutunya terjadi sejak bom Bali-1 (12 Oktober 2002) di Paddy’s Pub, Sari Club di Legian, dan bom dekat kantor konsulat AS di Bali . Korban tercatat 202 jiwa, terbanyak warga Australia.
Bom selanjutnya meledak di Hotel JW Marriott Jakarta tanggal 5 Agustus 2003, menghancurkan sebagian hotel. Korban jiwa sebanyak 11 dan 152 luka-luka. Serangan bom ketiga menyerang Kedubes Australia di Kuningan Jakarta 9 September 2004, 11 meninggal dan ratusan luka-luka. Bom Bali -2 diledakkan di Raja’s Bar Kuta dan Nyoman Cafe Jimbaran, Bali. Bom menewaskan 22 jiwa dan melukai 102 orang. Bom Keempat diledakkan di hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlto pada 17 Juli 2009.
Sejak bom terakhir di JW Marriott, Densus -88 Polri yang dibentuk untuk meniadakan aksi teror, kemudian meningkatkan pengejaran terhadap dua tokoh teror asal Malaysia (DR Azhaharie dan Noordin M Top), yang kemudian berhasil ditembak mati, serangan terhadap AS dan sekutunya tidak terjadi lagi. Teroris kemudian mengubah arah serangan ke simbol negara (Presiden SBY) dan beberapa tahun terakhir begeser arahnya ke Polri.Upaya serangan teror terjadi dengan pembunuhan beberapa anggota Polri diantaranya di Purworejo, di Poso dan di Tanggerang Selatan.
Timbul pertanyaan banyak pihak, mengapa AS dan Australia mengeluarkan peringatan adanya ancaman teroris kepada warganya pada awal Januari ini? Menurut penulis peringatan tersebut adalah langkah antisipatif AS yang pada awalnya diperkirakan menerima informasi dari jaringan intelijennya (NSA dan CIA) yang khusus memonitor gerakan kelompok teror di seluruh dunia. AS jelas sangat mewaspadai kemungkinan aksi balas dendam dari kelompok teroris Islamic State karena serangan udara yang dilakukan di Irak dan Syria.
Australia mengambil langkah pengamanan juga bagi warganya dan mengeluarkan travel warning. Menurut penulis kita anggap wajar saja warning-warning yang mereka keluarkan. Nampaknya warga Australia yang berlibur di Bali juga banyak yang tidak terpengaruh. Yang kurang disukai pemerintah Indonesia adalah pengaruh peringatan tersebut terhadap citra, seakan-akan situasi keamanan Indonesia tidak baik. Sedangkan apabila dinilai situasi keamanan hingga saat ini masih kondusif.
Di sisi lain, Amerika dan Australia mempunyai jaringan (link) intelijen yang sangat ketat, bahkan dari bocoran Edward Snowden, keduanya tergabung dalam jaringan mata-mata five eyes, termasuk Inggris, Canada dan New Zealand. Oleh karena itu bukan tidak mungkin juga informasi intelijen AS dan Australia mempunyai nilai tersendiri. Khususnya dikaitkan dengan kemampuan dan kecanggihan teknologi penyadapan mereka. NSA menurut Snowden telah memonitor jutaan saluran telpon, juga komunikasi di internet, termasuk Face Book, layanan Google, You Tube, Gmail dan lain-lainnya.
Kita jangan tolak warning tersebut, disikapi saja secara positif, tidak perlu terlalu diributkan, toh masyarakat yang internasional yang menilai. Menurut penulis pihak Polri di Surabaya sudah baik meningkatkan pengamanan, mengantisipasi keamanan obyek vital berbau AS, di antaranya Hotel JW Marriott, Hotel Shangrila, KFC, dan Mc Donalds. Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Setija Junianta saat mendampingi Kapolri menyatakan, “Kami menghargai travel warning dari Kedubes AS. Karena itu, sejumlah personel kami siagakan di objek-objek vital. Hanya, kami minta warga tidak panik, sebab sampai saat ini situasi Surabaya masih kondusif,” katanya.
Jadi kesimpulannya AS dan sekutunya khawatir apabila ada penyerangan terhadap simbol AS seperti masa lalu, obyek vital dan keselamatan warganya. Oleh karena itu aparat keamanan juga harus mengamankan selain obyek vital yang sering dikunjungi warga asing, juga diperhatikan kemungkinan serangan terhadap sekutu AS lainnya yang kini terlibat menyerang IS/ISIS di Irak dan Syria. Negara-negara tersebut antara lain Inggris, Perancis, Canada, New Zealand, Israel dan beberapa negara Arab, seperti Yordania, Turki, Arab Saudi. Australia telah merasakan peningkatan ancaman di negaranya sendiri dengan terjadinya penyanderaan di Lindt Cafe, Sydney pada 16 Desember 2014 oleh Man Haron Monis (50), dua orang tewas setelah pasukan anti teror melakukan serbuan.
Nah, mendadak hari Rabu (7/1/2015) di kota Paris, Perancis terjadi serangan bersenjata yang diperkirakan berupa aksi teror (dari Al-Qaeda atau ISIS). Pada sekitar pukul 10.40 waktu Paris, dua orang bertopeng tutup kepala rapat yang menggunakan sebuah mobil Citroen DS menyerbu kantor Charlie Hebdo, majalah Satir yang pada tahun 2011 kantor tersebut pernah dibakar karena menerbitkan kartun Nabi Muhammad. Majalah ini telah menimbulkan kemarahan umat muslim di dunia karena menyebut Nabi Muhammad sebagai “editor-in-chief”. Tweet terakhir yang dipublikasikan oleh akun twitter resmi majalah tersebut adalah kartun Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS yang mengucapkan tahun baru.
Kedua orang tersebut bersenjatakan senapan serbu AK-47 dan peluncur roket, kemudian masuk kedalam gedung dan melakukan eksekusi menembak mati delapan wartawan yang disebut namanya, seorang petugas keamanan, seorang petugas kebersihan serta seorang tamu, juga melukai 5 orang. Diantara yang tewas ditembak adalah Direktur berita majalah, Stephane Charbonnier serta kartunis Cabu, Tignous dan Wolinski. Saat melarikan diri, mereka menembak mati polisi kedua. Dilaporkan korban tewas 12, 11 luka-luka, empat diantaranya luka serius.
Diberitakan oleh media di Paris, dari saksi mata kejadian, (Ms Rey) mengatakan: “Mereka menembak Wolinski, Cabu, itu berlangsung 5 menit, aku tersembunyi di bawah meja. Mereka berbicara bahasa Perancis dengan sempurna, mereka mengatakan mereka al-Qaeda.” Sementara Lignes Tele (jurnalis) mengatakan kepada TV Perancis: “Dua orang berkerudung hitam memasuki gedung dengan Kalashnikov. Beberapa menit kemudian saya mendengar banyak tembakan, orang-orang bersenjata itu meninggalkan gedung setelah sepuluh menit. Menurut satu laporan lainnya , mereka mengatakan: “Kami telah membalas nabi!”
Kedua penyerang tersebut kemudian melarikan diri dengan menggunakan mobil Ciroen hitam, dan meneriakkan “Allahu Akbar” beberapa kali. Para penyerang terus dikejar aparat keamanan, terakhir terlihat menuju stasiun metro Porte de Pantin. Menurut pemberitaan NBC News, Salah satu tersangka telah tewas ditembak dalam pengejaran dan dua lainnya berhasil ditangkap, dua pejabat senior AS kontraterorisme mengatakan kepada NBC News, Rabu. Pihak berwenang sebelumnya telah mengidentifikasi tiga orang sebagai pelaku, yaitu Kata Kouachi dan Cherif Kouachi, WN Perancis usia sekitar 30-an dan Hamyd Mourad, 18, yang kewarganegaraannya belum jelas.
Salah satu pejabat, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa orang-orang itu terkait dengan jaringan teroris Yaman. Cherif Kouachi dinyatakan bersalah pada 2008 karena tuduhan terorisme untuk membantu insurgensi pemberontakan di Irak dan dihukum 18 bulan penjara.
Selain korban sipil tadi, menurut pihak Kepolisan Paris dua polisi juga tewas ditembak. Bahkan salah satunya ditembak di kepala dalam jarak dekat. Polisi kemudian menyatakan siaga teror tertinggi dan melakukan pengamanan kantor surat kabar lainnya yang mungkin akan menjadi sasaran. Sekolah diliburkan.
Presiden Perancis François Hollande mengatakan negara berada dalam “keadaan shock” setelah serangan terhadap kantor Paris Charlie Hebdo, menambahkan “kita harus kuat.” Holande juga mengungkapkan bahwa, sebelum serangan itu, pihak keamanan Perancis telah menggagalkan beberapa serangan teror yang direncanakan di Perancis. Pada catatan akhir tahunnya Hollande menyatakan keprihatinan mengenai “naiknya ancaman yang mengkhawatirkan, dimana terorisme dan intoleransi tumbuh subur di Perancis, dimana tercatat berpenduduk Muslim terbesar di Eropa.
Pemerintah AS melalui juru bicara Gedung Putih Josh Earnesr menyatakan mengutuk serangan tersebut. Kemudian Presiden AS Barack Obama menyatakan solidaritasnya kepada Perancis, “just as they stand in solidarity with us,” tegasnya. PM Inggris David Cameron menyatakan serangan tersebut “memuakkan.” Sekjen NATO Jens Stolenberg mengutuk serangan itu dan menyatakan dukungan dan solidaritas kepada Perancis.
Hingga saat ini belum ada satupun organisasi yang mengakui secara resmi itu adalah serangan mereka. Berbagai macam perkiraan, diantaranya ini adalah sebuah serangan lone wolf (serigala tunggal) yang kini menjadi fenomena baru yang sangat berbahaya mengancam negara-negara Barat, dimana pelaku tidak terkait dengan organisasi manapun. Mereka melakukan serangan karena terinspirasi setelah membaca internet dan kemudian bersimpati.
Nah, kini yang kini terus dipelajari badan intelijen , apakah serangan tersebut dirancang dan terkait dengan Al-Qaeda, ISIS atau organisasi lainnya. Kemudian apakah kedua pelaku adalah mantan penempur IS di Irak/Syria? Kalau melihat gaya dan pola serangan, serta latar belakang Kouachi, ini adalah serangan pendadakan, mirip pasukan komando yang terlatih, mengetahui hari itu adalah waktu berkumpul para pimpinan dan jurnalis di tempat itu. Sehingga hasilnya memuaskan, efektif dan efisien dilakukan hanya dengan dua pelaku, kemudian diketahui pelakunya tiga.
Media memberitakan, dalam video yang dirilis akhir pekan setelah Natal, seorang penempur Perancis yang mengaku bergabung dengan kelompok ISIS di Hassaka, Syria Utara, mendesak sesama kaum Muslim untuk “meledakkan Perancis dan meruntuhkannya berkeping-keping.” Oleh karena itu, kini Perancis nampaknya tertekan dengan serangan teror kejam yang dikatakan media baru kembali terjadi dalam 50 tahun terakhir. Menakutkan memang.
Resiko terberat pimpinan majalah Charlie Hebdo yang nekat menayangkan kartun Nabi Muhammad kini harus dibayar dengan nyawanya, terlebih mereka merangsang dengan menayangkan kartun pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Jadi kemungkinan aksi teror ini bisa terkait dengan kegiatan majalah yang harus menerima resiko berhadapan dengan kelompok teror yang sangat berbahaya dan nekat.
Nah, yang kini perlu menjadi sebuah pelajaran bagi aparat di Indonesia, kewaspadaan perlu terus ditingkatkan terhadap kemungkinan serangan serupa. Serangan sporadis dan terencana dengan sasaran terpilih di Perancis itu bisa saja menginspirasi jaringan teror serta simpatisannya dimanapun berada, termasuk di tanah air. Apakah ini terkait dengan warning AS dan Australia, mungkin saja ada rasa khawatir. Tetapi dengan informasi intelijen yang mereka miliki, jangan diabaikan mestinya. Sudah cukup lama sejak AS dan sekutunya melakukan serangan udara ke Islamic State di Irak dan Syria, ada upaya balas dendam terhadap mereka. Bisa saja serangan balas dendam dilakukan di Indonesia seperti masa lalu.
Inilah sebuah pekerjaan rumah aparat intelijen (BIN dan Bais TNI), BNPT, Densus Polri dan para penanggung jawab keamanan, semoga kita bersama mampu mengantisipasinya.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net
Artikel Terkait :
-Kedubes AS di Indonesia Gelisah, Mengeluarkan Security Warning, Ada Apa?, http://ramalanintelijen.net/?p=9425
-Hilangnya Air Asia QZ 8501 Dari Sudut Pandang Intelijen, http://ramalanintelijen.net/?p=9394
-Penyanderaan di Lindt Chocolat Cafe Sydney Bisa Diperkirakan Terkait Islamic State, http://ramalanintelijen.net/?p=9367
-Uni Emirat Arab Rilis Daftar 82 Kelompok Teroris, Al Qaeda dan ISIS Yang Utama, http://ramalanintelijen.net/?p=9277
-Serangan Teror Penembakan di Gedung Parlemen Kanada Ottawa, http://ramalanintelijen.net/?p=9205
-Awas ; ISIS Akan Menyerang dengan Senjata Teror Ebola, Target Utama Warga AS Dimanapun, http://ramalanintelijen.net/?p=9174
-Australia Mengirimkan SAS Dan F/A-18 Super Hornet Dalam Operasi Gabungan Bersama AS di Irak, http://ramalanintelijen.net/?p=9089
-Analisis Ancaman ISIS di Australia, http://ramalanintelijen.net/?p=9065