Fahami Netiquette, Anda Juga Bisa Bernasib Seperti Arsyad si Pengipas Sate, Ditangkap Polisi
1 November 2014 | 11:02 pm | Dilihat : 2205
Inilah Laman FB Arsyad dengan nama ANTI Jokowi (sumber: aktualpost.com)
Dalam beberapa hari terakhir, media di Indonesia terus memberitakan kasus ditangkapnya Muhammad Arsyad (MA) alias Arsyad Assegaf alias Imen, yang kesehariannya bekerja sebagai tukang kipas sate di kios sate Margani Ciracas. Kasus yang membelitnya bukan suatu yang sembarangan, yang diberitakan ramai yaitu bab penghinaan terhadap Jokowi yang kini menjadi presiden dan Megawati yang Ketua Umum PDI Perjuangan. Sebenarnya ini kasus yang terjadi pada bulan Juli 2014, dimana saat kampanye pilpres, Arsyad si pengipas sate ikut mengipasi jagad politik Indonesia dengan meng-upload foto porno yang entah bagaimana mampu dilakukannya dengan mengedit foto porno (jorok) dengan kepala dari Jokowi dan Megawati.
Arsyad membuka akun Facebook dengan judul ANTI Jokowi (Organisasi Politik). Menurut penyelidikan Mabes Polri, “Dari hasil penyelidikan online diketahui akun Facebook atas nama Arsyad Assegaf (Anti Jokowi) merupakan milik tersangka MA” tegas Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Kamil Razak.
Arsyad ditangkap oleh empat orang petugas Mabes Polri di rumah kontrakannya di Gang Jum, Kelurahan Kampung Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur pada Kamis pagi, 23 Oktober 2014. Menurut keterangan yang ada, Arsyad ditangkap berdasarkan laporan dari Teguh Samudra, pengacara Presiden Joko Widodo saat masih berkampanye pada pilpres 2014, bersama Henry Yosodiningrat pada tanggal 27 Juli 2014. Teguh menjadi saksi dalam kasus ini. Dia mengaku saat melapor juga menyerahkan bukti gambar-gambar cabul yang diedit dan ditayangkan oleh Arsad di laman Facebook-nya.
Teguh menjelaskan bahwa Jokowi sebelum menjadi presiden telah diperiksa sebagai korban dugaan pencemaran nama baik oleh akun Facebook milik MA pada Jumat, 10 Oktober 2014. Jokowi, kata Teguh, saat itu sekaligus juga diperiksa oleh penyidik Polri ihwal kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh tabloid Obor Rakyat. Dalam kasus ini dua orang menjadi tersangka.
Kasus menjadi ramai dibahas setelah Mursidah (49), Ibu dari Arsyad, muncul di media elektronik, menangis-nangis, sujud dimuka wartawan dan bahkan pernah mengatakan akan bunuh diri menceburkan diri ke kali saat Arsyad akan ditangkap. Ia mengatakan akan meminta maaf dan bersujud dimuka Presiden Jokowi, agar anaknya dimaafkan dan dibebaskan.
Nah, sejak itulah timbul pro dan kontra antara pembela Arsyad agar dibebaskan dan yang tetap menyalahkannya. Dari ranah hukum, kasus yang sebenarnya kecil ini menjadi santapan media dan bergeser menjadi kasus agak berbau politik setelah politisi Partai Demokrat serta Wakil Ketua DPR Fadli Zon politisi Partai Gerindra menunjukkan sikap membela Arsyad.
Tanggapan Penangkapan Arsyad dan UU ITE
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Polri Brigadir Jenderal Kamil Razak, menyatakan bahwa MA dijerat dengan Pasal 29 Undang-Undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik. Dia terancam dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun. Kamil Razak mengatakan meski pihak pelapor mencabut laporan pencemaran nama baik, pihaknya tetap proses hukum Arsyad. "Ini bukan delik aduan. Yang kita angkat pasal pornografi ancaman hukuman 12 tahun penjara. Kita akan lihat menurut aturan hukum harusnya terus," tandasnya.
Irfan Fahmi, pengacara keluarga MA mengatakan bahwa MA dan keluarganya berasal dari keluarga miskin dan tak berpendidikan yang hidup di pinggir kali, hanya lulusan SMP yang bekerja sebagai tukang tusuk sate, "Dia sama sekali tak paham kalau apa yang dia lakukan bisa berujung ke penjara." Menurut Irfan, MA hanya ikut-ikutan pengguna Facebook lain yang riuh rendah mengikuti perkembangan politik. "Dia terjebak situasi politik," katanya.
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menyatakan alasan penahanan Muhammad Arsyad bukan karena soal penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo, tetapi karena kasus pornografi. "Karena menyebarkan foto-foto porno, ini berbahaya bagi pendidikan anak-anak," kata Sutarman di kantor Wakil Presiden, Kamis, 30 Oktober 2014. Menurutnya, Kepolisian telah menelusuri secara detail selama berbulan-bulan siapa yang menyebarkan foto Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dalam gambar porno.
Kapolri menjelaskan perbedaan antara kasus penghinaan Joko Widodo oleh Muhammad Arsad dengan Tabloid Obor Rakyat. "Kenapa kasus ini dibuat heboh? Ini bukan karena nama Jokowi, tapi karena pornografinya. Polisi bertindak tegas karena ada efek psikologis yang besar terhadap anak-anak," katanya. Perbedaan ini juga yang diklaim menjadi dasar polisi lebih cepat mengusut kasus Arsad hingga penangkapan dan penahanan."Kenapa kita cepat, karena pornografinya," katanya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai penanganan dan proses hukum terhadap kasus penghinaan Presiden Joko Widodo oleh Muhammad Arsyad tetap berlanjut. JK menilai tidak ada kaitan permintaan maaf dengan penegakan hukum di kepolisian. "Minta maaf itu personal, tapi kalau hukum orang tak bisa minta maaf," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Kamis (30/10/2014).
JK menilai, penanganan kasus ini tidak boleh menjadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum. Setiap pelanggar aturan tidak boleh lepas dari hukum hanya karena minta maaf. Karena bisa berulang lagi. Soal latar belakang pelaku, JK menyatakan, hukum berlaku bagi setiap orang dengan segala tingkat ekonomi dan jenis pekerjaan. Maka, ini tidak ada hubungan antara penghinaan Jokowi dengan pekerjaan Arsyad sebagai tukang tusuk sate. "Yang dilihat itu pelanggarannya, bukan pekerjaannya," tegas JK.
Berdasarkan pengakuan Arsyad kepada temannya Fahrur, tindakannya mengunggah konten penghinaan terhadap Jokowi hanya iseng. "Dia hanya iseng, awalnya dimasukin ke grup yang isinya debat capres. Grup itu kebanyakan anonim, hanya dia yang akun asli," ujarnya kepada wartawan. Dari bahan perdebatan dan gambar-gambar di grup itu, Arsyad mengunggah ke laman facebook miliknya. Fahrur berharap Presiden Jokowi dapat memaafkan temannya itu. "Maafin Pak. Anak ini enggak tahu apa-apa, bukan aktivis, bukan orang partai juga," katanya.
Kuasa hukum Jokowi, Henry Yosodiningrat, menyatakan tidak akan mencabut laporan ke Mabes Polri terhadap Muhammad Arsad karena kasus ini telanjur diproses oleh Kepolisian. "Jokowi pasti akan memaafkan, tetapi tidak berarti saya harus mencabut laporan itu," kata Henry, Rabu (29/10/2014). Menurutnya, jika kasus sampai di pengadilan, hakim akan memberi pertimbangan yang sesuai dengan latar sosial dan ekonomi MA. Jika Arsyad bersalah, Henry yakin hakim akan memberi vonis setimpal atas perbuatannya.
Fadli Zon, politisi Gerindra pada hari Jumat (31/10/2014) mengunjungi rumah Arsyad dan siap memberi bantuan hukum. Fadli akan menyiapkan bantuan pengacara dan menyatakan mengajukan penangguhan penahanan. Saat menjenguk Arsyad bersama orang tuanya (Mursida dan Syarifudin) di tahanan Mabes Polri, Fadli mengatakan, "Saya datang sebagai wakil rakyat, saya concern terhadap anak ibu ini, Jangan sampai wong cilik mendapat kriminalisasi." Fadli bertemu Arsyad dan mengatakan Arsyad sempat murung dan syok, hingga sempat dibawa ke RS Polri, tetapi sudah sehat kembali. Di dalam tahanan diperlakukan dengan baik. Menurut Fadli, Arsyad akan mendapat penangguhan penahanan pada hari Senin (3/11/2014).
Menanggapi soal penangguhan penahanan, Direksus II Bareskrim, Brigjen Kamil menyatakan akan mempertimbangkan atau pikir-pikir dahulu. "Permohonan itu kita harus pelajari dulu dan harus disiapkan administrasinya, itu adalah salah satu yang belum disiapkan oleh tersangka. Kalau persyaratannya sudah lengkap kita pertimbangkan ," katanya. Ditambahkan penangguhan penahanan bisa diajukan oleh tersangka atau pengacaranya dengan syarat tersangka tidak melarikan diri dan wajib lapor dua kali seminggu, demikian syarat dalam Pasal 31 Ayat 1 KUHP.
Orangtua M Arsyad, Mursida dan suaminya, Syafrudin akhirnya datang menemui Presiden Jokowi di Istana pada Sabtu (1/11/2014) pukul 14.30 WIB dengan didampingi pengacara Arsyad, Irfan Fahmi dan Abdul Aziz. Mereka juga ditemani 4 orang warga Ciracas, Fahrur, Aan, Irfan dan Pilian . Keduanya akan meminta maaf atas perbuatan anaknya. Orangtua M Arsyad datang ke Istana dan meminta maaf pada Presiden Jokowi atas perbuatan anaknya. Jokowi pun memaafkannya.
"Di era bebas semuanya harus bisa saling menghormati antar orang lain," kata Presiden Jokowi di sela-sela orangtua Arsyad menggelar jumpa pers usai bertemu dengannya di depan kantor presiden. Jokowi yang ditemani Iriana menjawab sudah memaafkan Arsyad saat pertemuan di kantor Presiden. Ibu Arsyad, Mursida mengatakan, "Alhamdulillah dimaafkan," katanya.
Bagi para netizen (pengguna internet), sebaiknya harus berhati-hati, selain selalu diintai oleh UU Pornografi serta kemungkinan tersentuh dengan masalah pencemaran nama baik, ada bahaya yang lebih besar apabila tidak difahami, yaitu UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Penulis mencoba mencuplikkan beberapa pasal penting yang perlu di waspadai. Inilah sebagian pasal-pasal penting dari UU ITE tersebut :
BAB VII (PERBUATAN YANG DILARANG)
1. Pasal 27 (1): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
2. Pasal 27 (2): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”
3. Pasal 27 (3): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
4. Pasal 27 (4): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.”
5. Pasal 28 (1): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
6. Pasal 28 (2): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
7. Pasal 29: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”
BAB XI (KETENTUAN PIDANA)
1. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
2. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
3. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).
Analisis Kasus
Melihat kasus yang awalnya kasus hukum murni, kemudian bergeser menjadi kasus sosial, setelah pare netizen ada yang membela Arsad. Bahkan kemudian kasus agak bergeser dan berbau politik, setelah politisi Partai Demokrat Ramadhan Pohan membela Arsyad dalam diskusi di TV. Selain itu politisi Partai Gerindra Fadli Zon yang kini menjadi Wakil Ketua DPR RI bertemu ibu Arsyad menyatakan simpatinya mengantar ke Mabes Polri. Fadli diberitakan sempat terkejut setelah melihat hasil editan porno Arsyad, yang menjadikan Jokowi dan Megawati sebagai obyek gambar porno. Fadli juga mengajukan penangguhan penahanan terhadap Arsyad yang sedang dipelajari oleh pihak Bareskrim, bahkan yakin Arsyad akan keluar pada hari Senin mendatang.
Sebagai Bapak Publik Kompasiana, penulis sejak Tahun 2008 beberapa kali mengingatkan para kompasianers dalam memosting artikel serta menanggapi sebuah artikel di Kompasiana. Pada bulan Desember 2008, penulis membuat sebuah artikel yang berjudul "UU ITE, Sebelum Klik Terakhir, Lakukan Final Check" (http://ramalanintelijen.net/?p=1578). Inti tulisan tersebut hanya mengingatkan agar para blogger lebih memahami aturan perundang-undangan apabila kita memasuki dunia blog dan tulis menulis di Indonesia, agar tidak terjerat UU ITE yang keras.
Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) menelurkan Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sudah disyahkan DPR dan ditandatangani Presiden. Menurut Menkominfo Muhammad Nuh (saat itu), masalah mendasar penyalah gunaan internet yang dapat menghancurkan keutuhan bangsa secara keseluruhan adalah pornografi, kekerasan dan informasi yang mengandung hasutan SARA.
Selain itu internet juga bisa dijadikan alat untuk berbuat kejahatan yang terus berkembang. Oleh karena itu para blogger perlu mengetahui apa yang boleh dan yang dilarang oleh negara dalam membuat karya didunia maya ini. Disamping perlu diketahui sangsi-sangsinya agar blogger tidak terjerumus, baru sadar dan terkejut saat palu hakim diketuk. Kasus hukum Prita dengan RS Omni juga menjadi berita hangat di dunia sosmed Indonesia.
Yang sangat perlu disadari oleh para Netizen (pengguna internet) adalah Netiquette (network & etiquette) atau sopan santun didunia maya. Banyak para netizen yang merasa dirinya aman, seenaknya memosting gambar dan tulisan kemudian langsung ditayangkan tanpa berfikir panjang. Tidak sulit untuk menyelidiki sebuah akun di dunia maya, di Mabes Polri terdapat unit yang menangani masalah Cyber Crime. Disinilah pangkal seseorang bisa dijerat dengan UU kasus tayangan pornografi, pencemaran nama baik ataupun terjerat dengan UU ITE yang sangat keras itu.
Pengguna internet di Indonesia kini berjumlah sekitar 82 juta, peringkat delapan dunia. Diperkirakan pada tahun 2015 pengguna internet di Indonesia bisa menembus angka 100 juta. Dari jumlah pengguna internet tersebut, 80 persen di antaranya adalah remaja berusia antara 15-19 tahun. Untuk pengguna facebook, Indonesia di peringkat ke-4 besar dunia, kata Septriana.
Kembali kepada kasus Muhammad Arsyad (MA), yang bersangkutan hanyalah seorang pemuda berusia 24 tahun, berpendidikan lulusan SMP, lingkup pergaulannya hanya disekitar rumah, pergaulan terbatas, sibuk menjadi tulang punggung keluarga dengan menjadi tukang kipas dari kios sate. Nampaknya Arsyad kemudian terpengaruh beberapa temannya main ke warnet dan sedikit belajar tentang internet dan Facebook. Saat itulah dengan keterbatasan pengetahuannya dia masuk kekelompok para pengguna internet (anonim) yang bergabung dalam kelompok anti Jokowi sebagai capres 2014. Dia banyak mengopy dan kemudian memosting di akunnya tulisan serta foto-foto anti Jokowi dan pemerintah.
Hura-hura menyesatkan itu tanpa diketahui Arsyad ditayangkannya dalam laman asli Facebook-nya, termasuk foto porno yang sangat rusuh dengan mengedit (tidak jelas siapa yang mengedit), foto capres Jokowi yang masih berkampanye pilpres serta foto editan Ibu Megawati yang mantan presiden. Itulah kesalahan fatal karena kebodohannya yang terasa menyesakkan di era kebebasan yang juga dikerjakan oleh banyak netizen.
Nah, kemudian terlepas bagaimana kasus ini bergulir, baru setelah tiga bulan, tukang kipas itu kemudian di cokok polisi dan dinyatakan sebagai tersangka. Artinya dia akan terus diproses dan baru akan berakhir di pengadilan serta kemungkinan besar di penjara.
Kini, nasi sudah menjadi bubur, dimata hukum Indonesia, tidak peduli siapapun dan apa derajat seseorang, apabila dia terbelit kasus hukum dan dapat dibuktikan, ya harus siap-siap masuk penjara. Arsyad beruntung karena sebagai rakyat kecil kini mendapat dukungan para netizen dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Kasusnya diangkat media. Sehingga paling tidak pihak polisi kemudian lebih meyakini soal penangguhan penahanan. Setelah presiden mengetahui kasus ini, kedua orang tua Arsyad diundang ke istana, dimaafkan dan dinasehati agar hati-hati dan menghormati hak orang lain.
Persoalan penangguhan penahanan serta maaf dari Presiden Jokowi dan Ibu Megawati, seperti yang dikatakan Wapres JK tidak ada kaitan antara permintaan maaf dan penegakan hukum di kepolisian. Benar yang dikatakan JK soal latar belakang pelaku, hukum berlaku bagi setiap orang dengan segala tingkat ekonomi dan jenis pekerjaan. Kini banyak pejabat dari kelas menengah hingga atas yang dijadikan terdakwa dan masuk penjara karena kasus korupsi. Hukum melihat pelanggarannya bukan pekerjaan, status sosial atau siapa dia.
Oleh karena itu penulis kembali mengingatkan kepada para sesama pengguna internet yang aktif di berbagai bidang kehidupan mulai dari bisnis, politik, ekonomi bahkan hingga gosip artis. Cerita hangat dibicarakan diberbagai media yang dikonsumsi publik mulai dari gosip TV hingga internet. Setiap pengguna internet seakan-akan ikut berkontribusi dalam membangun gosip mulai dari bahasan pilkada, skandal artis, bisnis yang booming hingga topik calon presiden pada pemilu 2014 lalu. Berbagai media mulai dari Website pribadi, berita online, dan sosial media menjadi sangat booming di tahun 2013, semua tergambar dalam network Instagram, Path, Pinterest melengkapi kehadiran Facebook, Twitter, Blog, serta Youtube.
Dari kasus Arsyad, persoalan mengganjal politis telah selesai, setelah kedua orang tua Arsyad bertemu Presiden Jokowi dan Ibu Iriana. Jokowi menyatakan memaafkan tindakan Arsyad seratus persen saat bertemu kedua orang tuanya. Itulah bukti bahwa rakyat kecil pada masa kini bisa bertemu dengan presiden untuk meminta maaf menyelesaikan masalahnya yang melibatkan hukum, tanpa prosedur yang berbelit-belit.
Dilain sisi nampaknya Menteri Kominfo perlu menyosialisasikan kembali kepada masyarakat tentang keamanan berinternet serta etiketnya, apabila dibiarkan, pada 2015 dunia maya Indonesia dengan 100 juta pengguna internet akan semakin heboh dan akan lebih 'ribet'. Masih banyak Arsyad-Arsyad lain yang perlu diberi pendidikan dan pengetahuan. Itulah salah satu tugas menteri pembantu Presiden Jokowi yang dikenal dan dibuktikannya dekat dengan rakyat.
Semoga ada manfaatnya studi kasus Arsad si tukang kipas yang awalnya iseng-iseng tetapi kini masih ditahan polisi, nampaknya Senin akan ditangguhkan penahanannya. Secara personal, presiden sudah memaafkan, tetapi secara hukum nampaknya persoalan belum selesai dan suatu saat nanti kembali anak muda itu dan keluarganya akan menangis, dia akan bisa di penjara tergantung bagaimana hakim memutuskan. Demikian juga bagi netizen lainnya, bisa saja bernasib seperti Arsyad, diproses secara hukum, diadili dan dijebloskan ke penjara. Kita lihat saja nanti penerapan hukum di Indonesia selanjutnya.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net