Perkiraan Kerusuhan Setelah Pengumuman KPU 22 Juli 2014
15 July 2014 | 1:08 pm | Dilihat : 9671
Dokumen kerusuhan Mei 1998 (foto " merdeka.com)
Beberapa penduduk Indonesia yang masuk kategori menengah keatas kini semakin khawatir dengan berita akan terjadinya kerusuhan setelah KPU mengumumkan siapa pemenang pilpres. Beberapa sudah menyiapkan paspor, akan mengungsi sementara ke luar negeri pada tanggal 22 Juli 2014. Eksodus orang berada pernah terjadi pada saat kerusuhan Mei 1998. Media, termasuk media sosial kini banyak memberitakan potensi kerusuhan, siapapun diantara mereka yang kalah.
Walaupun hingga kini isu kerusuhan belum menampakkan adanya aksi pengerahan massa, Menko Polhukam Djoko Suyanto menyatakan dalam sebuah wawancara dengan harian ibukota, "Isu kerusuhan hanya isapan jempol belaka. Itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia masih masuk dalam kategori aman," katanya.
Dilain sisi, dari kalangan masyarakat muncul pernyataan dan rencana panas. Diantaranya, dari kelompok Barisan Rakyat Dukung Jokowi yang hendak menggalang massa lebih besar untuk menentang keputusan KPU jika memenangkan pasangan Prabowo-Hatta pada 22 Juli nanti. Kemudian juga massa Pro-Jokowi (Projok) di seluruh kota-kota besar juga akan menentang keputusan KPU kalau ternyata menetapkan pasangan Prabowo-Hatta sebagai pemenang Pilpres. "Kami akan menentang keputusan KPU jika KPU memenangkan pasangan Prabowo-Hatta," ujar Ahmad Riyani selaku kordinator ProJok nasional dan pemenangan ProJok Jabar kepada wartawan di Jakarta, Minggu (13/7).
Ahmad menegaskan, "Kami mengacu kepada hasil quick count beberapa lembaga survey dan media, Jokowi telah memenangkan Pilpres 2014 ini. Jika KPU membuat keputusan berbeda maka kami akan turun kejalan dan memperjuangkan kemenangan Jokowi sampai titik darah penghabisan," katanya.
Disamping itu, terjadi pesan berantai via Black Berry Messenger, yang bunyinya, "Bahwa skenario kerusuhan terjadi dan ditunggangi oleh kekuatan asing. Tercium rencana penembakan disejumlah tempat di pulau jawa, terhadap kader PDIP untuk menimbulkan kesan dilakukan pihak Prabowo dengan orang-orang suruhannya sehingga terjadi kerusuhan massal dan kekacauan.an asing. Potensi kerusuhan pilpres membesar krn survei tertutup menyebutkan jokowi kalah telak secara nasional dari Prabowo.
Diterakan juga dalam isu berantai BBM itu, "Suara Jokowi hanya menang di sebagian jawa tengah, NTT, Lampung, Papua dan Makassar. Daerah lain dimenangkan Prabowo. Sasaran kemarahan rakyat kemungkinan ke pihak aparat TNI / Polri serta kemungkinan tempat keramaian, pasar dan bandar udara. Rakyat marah maka TNI / Polri menembak dan akan terjadi banjir darah sehingga ada alasan bagi kekuatan asing masuk intervensi pemilu di Indonesia."
Nah, menyikapi pemberitaan dan isu seperti diatas, Menko Polhukam menanggapi dengan serius. Ditegaskannya, "Siapapun tidak boleh menyatakan sebagai pemenang sebelum ada pengumuman resmi dari KPU" katanya di Istana kepada wartawan. Jangan berandai-andai, proses penghitungan suara oleh KPU masih berjalan. Tunggu hasilnya yang akan diumumkan KPU tanggal 22 Juli 2014. Djoko juga mengatakan bahwa kalau ada yang protes, ada tanggalnya, ajukan ke Mahkamah Konstitusi. Yang penting tunjukkan komitmen untuk mengikuti aturan konstitusi. Pemilu 2004 ada yang tidak setuju, lalu diputuskan dan selesai. Tahun 2009 juga ada yang mengadu MK, diadili, diputuskan dan selesai.
Menko Polhukam menyatakan sudah berkomunikasi dengan teman-teman yang memimpin lembaga survei. "Mereka menyatakan hasil quick count itu memang bukan hasil resmi. Informasi ini sangat penting yang harus disampaikan dengan baik kepada masyarakat," katanya. Djoko mengimbau, kepada kedua belah pihak pasangan capres, untuk tidak mengerahkan massa secara berlebihan yang bisa menimbulkan gesekan dan kekacauan, mereka agar menahan diri untuk tidak melakukan tindakan provokatif yang kontraproduktif bagi keamanan dalam proses demokrasi yang sedang berlangsung." (Rakyat Merdeka, 15/7/2014).
Sementara pihak Polri sudah membuat perkiraan cukup lama dalam mengantisipasi kemungkinan timbulnya kerusuhan. Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Suhardi Aliyus usai rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/6/2014) menyatakan, "Ini prediksi kita terjadi benturan fisik antara pendukung di kota-kota besar. Seperti Jakarta, Sulsel, kota besar di sekitar Jawa. Karena pendukung fanatik yang tidak siap kalah," katanya. Kondisi ini memang berbeda dengan dahulu. Bila dahulu di daerah potensi benturan fisik terjadi seperti di NTB atau Aceh, kini kota besar menjadi sasaran, demikian perkiraan intelijen Polri.
Kapolri, Jenderal Pol. Sutarman mengaku telah menyiapkan pasukannya untuk mengatasi potensi kerusuhan pasca pemungutan suara. Sutarman menjelaskan potensi konflik lebih besar cenderung berada di kota-kota besar, hal ini berbeda dengan Pileg lalu yang mempunyai potensi konflik lebih banyak di daerah-daerah. “Potensi konflik ada dimana-mana, namun prediksi kami untuk Pilpres lebih banyak berada di kota besar. Ini yang membedakan dengan Pileg kemarin yang banyak terjadi konflik justru di daerah-daerah” ungkapnya.
Dari pihak TNI, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menjamin keamanan di seluruh wilayah Indonesia selama Pilpres hingga proses penghitungan suara. Panglima TNI memerintahkan kepada seluruh prajurit TNI di Indonesia untuk menindak tegas siapapun yang melakukan kekisruhan selama gelaran pilpres atau penghitungan suara. "Dalam menjalankan tugas, jangan ragu-ragu. Selama tugas dilaksanakan secara benar, panglima TNI akan bertanggung jawab," kata Jenderal TNI Moeldoko saat memimpin apel Pengamanan Pemilu Presiden 2014 di Parkir Timur Senaya, Jakarta, Senin (7/7) sore.
Panglima TNI menegaskan, "Dalam keadaan tertentu, misalnya ada kevakuman, polisi kurang bantuan. Maka TNI akan melakukan tindakan preventif demi tegaknya hukum dan menghindari yang bersifat anarkis. Kami tidak memiliki kepentingan apapun apalagi kepentingan politik," jelas Moeldoko. Dia mengimbau kepada seluruh rakyat Indonesia untuk melaksanakan hak pilihnya dengan baik dan tertib, serta tidak terprovokasi oleh isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. "Tidak usah sampai ke luar negeri, panglima TNI menjamin keamanan," tegasnya.
Nah, dari beberapa informasi diatas, nampaknya hingga kini memang kerusuhan belum muncul, tetapi potensinya ada. Pihak yang bertanggung jawab atas keamanan jelas telah melakukan pengumpulan informasi intelijen, terhadap kemungkinan akan munculnya kerusuhan baik konflik horizontal antar pendukung, antar pendukung yang anarkis melawan aparat keamanan. Aparat akan mempersiapkan tindakan preventif dan kalau perlu represif terukur dalam meredam bila timbul kerusuhan.
Memang hingga kini mereka belum terkonsentrasi untuk turun kejalan karena jagonya kalah, tetapi persiapan kearah penolakan hasil hitung manual KPU sudah mulai ada. Dari perkiraan pimpinan Polri, nampaknya mereka memperkirakan bisa terjadi demo yang menjurus kearah tindakan kekerasan dan kebrutalan, diperkirakan bisa terjadi di kota-kota besar. Apabila memang the worst condition kerusuhan terjadi, maka aparat harus segera meredamnya. Bila tidak cepat teratasi maka stabilitas keamanan nasional akan terganggu karena kerusuhan bisa merembet ke daerah atau kota kecil lainnya.
Kini memang sudah waktunya para elit itu sadar agar jangan mengorbankan stabilitas keamanan dalam menyikapi hasil pilpres, tempuh saja jalur hukum ke MK. Selain itu kita juga harus percaya kepada aparat keamanan yang sudah sangat siap dalam mengantisipasi apabila terjadi rusuh. Dalam pengertian intelijen, rusuh atau "riot" adalah salah satu sarana operasi intelijen conditioning dalam mencapai tujuan. Dia bisa terjadi karena situasional, tetapi bisa juga terjadi karena diciptakan. Yang perlu kita waspadai dan diketahui, apabila kerusuhan sengaja diciptakan dengan tujuan tertentu, dimana para elit dan pendukung tidak faham, mereka hanya akan diperalat dan menjadi kuda tunggangan gratis dari sang "handler" penciptanya. Maukah anda begitu?
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan. www.ramalanintelijen.net