Kantor JSI Dibom Molotov, Lembaga Survei Mulai Berseteru Soal Quick Count

11 July 2014 | 5:10 pm | Dilihat : 645

bom molotov

Kejadian kecil tetapi mengejutkan, kantor lembaga survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang quick count-nya memenangkan pasangan Prabowo-JK pada hari Jumat  (11/7/2014) pukul 00.40 WIB telah dilempari bom molotov oleh orang tak dikenal, meskipun bom itu tidak meledak. Polisi sudah melakukan olah TKP dan kini sedang mendalami motif pelaku. "Bom molotov berupa botol Kratingdaeng yang sudah berisi minyak tanah dan bersumbu," kata Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat, Jumat (11/7/2014).

Ketua Partai Bulan Bintang MS Kaban mengatakan seluruh masyarakat maupun pendukung Prabowo jangan sampai terprovokasi, "Walau ada serangan bom molotov, dari awal Prabowo telah mengingatkan agar seluruh elemen yang ada di koalisi merah putih menahan diri,"tegasnya.

Isu keamanan yang bisa terkait dengan kasus molotov  JSI adalah masalah quick count pilpres 2014. Dimana sejak dilakukannya hitung cepat pilpres 2014 telah terjadi perbedaan kesimpulan diantara 7 lembaga survei yang berbeda  dengan 4 lembaga survei. Quick count kini bisa merupakan sumber masalah, mampu merangsang emosi apabila tidak segera diredam. Apakah benar ini sumber masalah, mari kita bahas soal quick count tersebut apakah terkait dengan bom molotov? Walau kecil, langkah ini merupakan tindakan teror.

Quick Count kini semakin dipercaya oleh para elit politik dan masyarakat awam untuk melihat hasil cepat sebuah pemilihan umum yang dilakukan langsung. Teknologi quick count tidak bisa disangkal sudah menjadi sebuah instrumen mendeteksi cepat aspirasi pemilih terhadap jago yang mereka dukung. Dalam pilpres 2014 kemarin dulu, animo pemilih lebih besar dibandingkan pileg karena para pemilih ingin jagonya menang.

Dari hasil quick count pilpres 9 Juli, tercatat ada 11 lembaga penyelenggara hitung cepat tersebut, dan hasilnya terbelah dua. Tujuh diantaranya memenangkan pasangan Jokowi-JK dan  empat lainnya memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Karena berbeda hasil (kesimpulannya), maka dalam sebuah survei, para ahli mengatakan kesalahan ada pada metodologinya atau terjadi manipulasi. Memang bisa saja hasil survei dimanipulasi demi kepentingan pemesannya yang mau membayarnya.

Kini terjadi adu gengsi dan kredibilitas diantara mereka, mau membuktikan mana yang benar dan valid. Tujuh lembaga survei tadi kemarin berkumpul bersama di hotel Century (Atlet) Senayan dengan tujuan untuk saling membuka data mentah hasil quick count, demi validitas surveinya.

Perwakilan mereka adalah Adji Alfarabi (Lingkaran Survei Indonesia), Burhanuddin Muhtadi (Indikator Politik Indonesia), Djayadi Hanan dan Grace Natalie (SMRC), Nico Haryanto(Populi Center), Hasan Nasbi (Cyrus), Harianto Santoso dan Bestian Nainggolan (Litbang Kompas), Yunarto Wijaya (Charta Politika). Hadir juga pakat statistik IPB Prof ASep Saefuddin. Ketujuh lembaga ini memenangkan Jokowi-JK dengan selisih angka dari Prabowo-Hatta antara  3-7 persen.

Sementara empat Lembaga Survei yang hasil quick count-nya memanangkan pasangan Prabowo-Hattai tidak hadir walaupun diundang. Keempatnya adalah Lembaga Survei Nasional (LSN), Jaringan Suara Indonesia (JSI), Indonesian Research Center (IRC) serta Puskaptis.

Dari ketujuh lembaga survei kemudian memberikan penjelasan, misalnya Burhanuddin Muhtadi mengatakan bahwa quick count dan exit pol yang dilakukannya dibiayai oleh Metro TV telah bekerja dengan profesional. Data yang disampaikan Indikator murni hasil potretan dari kondisi lapangan.Fungsi quick count sebenarnya bukan hanay untuk mengetahui hasil pilpres, fungsi utamanya sebagai kontrol untuk mencegah kecurangan. Sebagai contoh, dari quick count pertama tahun 1986 di Filipina, dengan quick count terbukti adanya kecurangan yang dilakukan rezim militer.

Menurutnya, Dewan Etik dari Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) akan memanggil semua lembaga survei untuk diaudit. Sementara Djayadi Hanan mengatakan bahwa prinsip kerja semua lembaga survei sama, karena itu kesimpulannya harus sama. Djayadi mengatakan bahwa lembaga SMRC tidak afiliasi dengan calon tertentu. Quick count yang dilaksanakan dibiayai oleh tujuh TV swasta yaitu Berita Satu, Indosiar, Net, Bloomberg, SCTV, Trans TV dan Trans 7.

Hasan Nasbi mengatakan bahwa prbedaan hasil survei jika selisihnya kecil, masih wajar, tetapi kalau bedanya sampai kepada kesimpulan , sangat berbahaya. Sebab hal itu akan menyebabkan lembaga survei kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Hasan menantang empat lembaga yang berbeda untuk membuka semua data mentah.

Apa yang disampaikan oleh perwakilan tujuh lembaga survei tadi ditanggapi oleh Direktur Eksekutif Puskaptis, Husen Yazid yang meyakini surveinya benar. "Survei Puskaptis berdasarkan teori dan kaidah ilmiah, sampel 1.100 sampai 1.250 dan menyebar sampai 500 desa. Itu artinya sudah benar." Husen menegaskan tentang rencana audit, yang seharusnya dilakukan lembaga independen, bukan oleh lembaga survei. Dia menangtang balik, "Sekarang kita bertaruh saja. Kalau hasil penghitungan KPU nanti Jokowi yang menang, saya siap membubarkan diri. Tapi kalau Prabowo yang menang, berarti lembaga-lembaga survei itu yang salah, maka mereka semua harus bubar," tegasnya.

Analisis

Pelemparan bom molotov ke kantor lembaga survei JSI  sementara masih dalam penyelidikan pihak aparat keamanan. Apakah terkait dengan dukung mendukung capres? Bila dikaitkan, JSI merupakan kelompok empat lembaga yang menyatakan pasangan Prabowo-Hatta menang. Lantas, mengapa ada yang mencoba melemparinya dengan bom molotov? Nampaknya ada mereka yang mencoba memanas-manasi situasi, mencoba merangsang emosi.

Sejak pengumuman quick count dan pernyataan kemenangan di kedua belah kubu yang mengaku sebagai pemenang, maka euforia kemenangan telah merangsang keyakinan bahwa jagonya menang. Kemudian lagu kemenangan dinyanyikan terus menerus untuk semakin meyakinkan kubunya yang menang.

Lembaga survei notabene  merupakan periuk belanga beberapa orang yang juga ahli/pengamat politik. Jadi mereka akan mempertahankan hasil surveinya dengan mati-matian diakui kebenarannya. Sebenarnya tidak perlu mereka saling menantang dan melakukan langkah pembelahan diri hanya karena hasilnya berbeda. Semua kita tahu dan faham, dibelakang itu semua ada proyek besar yaitu survei pilkada misalnya. Karena itu mereka kini saling unjuk gigi, ini hasil terhebat dan terbersih, tidak terkontaminasi.

Kalau memang sebuah lembaga survei yang independen dan kredibel, mestinya mereka membiayai sendiri surveinya. Tetapi kembali kepada teori periuk belanga ya siapa yang mau berkorban.Terbukti ada lembaga survei yang ternyata dibiayai oleh stasiun televisi, dan bahkan beberapa stasiun arisan bersama. Apakah dapat dijamin independensinya?

Tanpa berfihak kemanapun, penulis mengamati, bahwa diantara lembaga-lembaga survei tersebut juga banyak gagalnya dalam meramal hasil pileg misalnya. Tetapi karena memang hasil survei seperti ukuran popularitas, elektabilitas dan hitung cepat hanya daapat dilakukan oleh lembaga survei, ya mereka tetap dibutuhkan.

Yang terpenting, lembaga-lembaga survei itu tidak perlu saling bersitegang, penulis melihat bahwa sudah mulai ada yang mencoba memanaskan situasi dengan mengganggu salah satu kantor survei. Walau bom botol kecil tidak dibakar, tetapi beritanya akan membesar. Kita perlu sadar, bahwa memang rakyat kita sedang terbelah sementara ini,  dan mudah-mudahan hanya hingga tanggal 22 Juli 2014.

Karena quick count menjadi sebab awal perbedaan keyakinan kemanangan, maka sebaiknya stop dahulu perdebatan menang dan kalah. Tunggu hasil resmi KPU, apabila tidak percaya, awasi dengan ketat. Kini jaman transparansi tidak ada yang bisa ditutup rapat. Kecurangan seperti bau buah durian, walau sudah dibungkus rapat, tetap saja bisa tercium.

Kembali lagi ini bagian dari aparat kemananan dan khususnya intelijen, sebaiknya melakukan tindakan preventif daripada represif. Perlu didalami apakah bom molotov merupakan bagian dari rencana besar atau hanya orang iseng saja. Tetapi menurut penulis mereka yang melakukan jelas sedang test the water, bagaimana reaksi kedua belah pihak. Kira-kira begitu.

Oleh : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.