Jenderal Pada Dua Poros dan Wilayah Perang Opini Dua Media Berita
30 May 2014 | 3:17 pm | Dilihat : 1960
Pilpres masih tersisa 40 hari lagi, sementara perang opini semakin menggila terutama di media arus utama, media elektronik dan dikalangan pencinta dunia maya. Bukan hanya menakutkan tetapi sudah mengerikan bagi orang awam. Politik dalam batas kesantunan nampaknya mulai ditinggalkan, yang muncul adalah politik "nekat, tidak peduli dan hajar habis." Maksudnya di dunia maya menuliskan yang tidak halal pun kemudian menjadi dihalalkan.
Bagi pengguna internet yang jumlahnya sekitar 71 juta orang, pengaruhnya mungkin juga besar untuk mempengaruhi atau merubah pilihan. Akan tetapi pengaruh yang jauh lebih menggigit dan mampu mempengaruhi seseorang membuat keputusan adalah media elektronik. Target atau komunikan akan disuguhi gambar dan suara. Target tidak harus berfikir lama dan membaca, cukup melihat dan mendengarkan maka apabila si pembuat skenario seorang ahli penggalangan (terdidik dan berpengalaman), maka isi kepala target akan disusupi pesannya.
Yang terjadi kini pada kedua kubu adalah operasi penggalangan dengan dilakukannya perang opini atau bisa juga disebut propaganda. Dalam pemahaman intelijen, penggalangan adalah salah satu fungsi intelijen. Yaitu sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki. Target akan berfikir, berbuat dan memutuskan seperti apa yang dikehendaki si perencana.
Target akan terus diberi masukan pesan baik secara tertutup maupun terbuka secara sistematis dalam kurun waktu tertentu. Nah, kini kalau kita perhatikan ada dua TV berita yang melakukan perang opini atau propaganda. Mengenai siapa pelaku atau komunikator, biasanya tokoh yang sudah dikenal masyarakat dan dipercaya. Dari Poros Jokowi-JK yang dimunculkan adalah juru bicara Anis Baswedan, yang santun dan pandai. Dia dikenal sebagai rektor dan pernah menjadi peserta konvensi Partai Demokrat. Poros ini juga memunculkan tokoh muda yang punya ilmu nekat dan smart, tetapi belum dikenal masyarakat, sehingga target akan berfikir dahulu siapanya, baru akan memperhatikan pesannya.
Kekuatan poros Jokowi-JK didukung oleh stasiun TV yang dimiliki Surya Paloh. TV berita ini mempunyai pangsa pasar menengah keatas. Kalangan menengah keatas akan sangat faham dengan pesan-pesannya dan memang apabila dimunculkan Anis Baswedan sebagai ujung tombak. Tetapi pertanyaannya, apakah bisa menjangkau kalangan bawah yang sederhana cara berfikirnya?
Sementara poros Prabowo-Hatta didukung oleh stasiun TV milik Aburizal Bakrie. Kelompok TV ini segmennya berada dikalangan menengah kebawah. Bagi stasiun ini maka apabila melakukan propaganda dengan bahasa sederhana akan mudah diterima oleh pemirsanya. Kita lihat Amien Rais mulai melemparkan info situasi mirip dengan Perang Badar. Publik dipengaruhi dengan kisah perjuangan kaum muslim melawan kau Quraisy. Belum lagi nanti pada saatnya, jaringan Hary Tanoe akan turun memperkuat pembentukan opini.
Perang badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya, pada 17 Maret 624 Masehi. Pasukan kecil kaum Muslim, berjumlah 313 orang, bertempur menghadapi pasukan besar Quraisy dari Mekkah, berjumlah 1.000 orang. Setelah berperang habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim mengalahkan barisan Quraisy. Artinya target dipersilahkan memilih mau bergaung dengan mereka atau berada di sisi yang mirip Quraisy. Jelas cara ini agak berbahaya, tetapi akan efektif mempengaruhi target.
Belum lagi terus diberitakan bagaimana JK jauh sebelum menjadi pilpres mengatakan tidak setuju Jokowi apabila maju menjadi capres. Nah, kini dengan keduanya berpasangan, dibentuk opini, belum apa-apa sudah ribut, bagaimana nantinya? Begitulah kira-kira.
Demikian juga, Prabowo terus diserang dengan masalah pelanggaran HAM, soal penculikan aktivis. Terus juga soal kewarganegaraan, terus diangkat soal pemecatan. Ini diberitakan dan disusupkan kearah pemikiran si target agar berubah pikiran
Nah, bagaimana kira-kira hasilnya? Kita lihat permbentukan opini pertama diawali dengan pemberitaan bahwa poros Prabowo didukung oleh sekian banyak Pati (Perwira Tinggi) atau Jenderal Purnawirawan TNI. Tercatat dua mantan Panglima TNI (Widodo AS dan Djoko Santoso), juga ada bekas Kasad, menteri dan Kasum TNI. Diantara mereka dipastikan ada yang ahli dalam perang opini.
Dari poros Jokowi-Jk nampak dipenuhi dengan mantan petinggi-petinggi TNI yang beberapa diantaranya memang ahli dalam perang opini. Jadi judulnya kini adu ilmu diantara para tim. Apabila diukur dari pangkat bintang nampaknya kubu Jokowi-JK lebih bertaburan bintang empatnya. Kita akan melihat nanti langkah beliau-beliau yang sudah kenyang makan asam garam.
Inilah daftar 35 Pati Purnawirawan pendukung Prabowo - Hatta (Sumber Tribunnews):
1. Laksamana Purn Widodo AS, mantan Panglima TNI 2. Jenderal TNI (Purn) George Toisutta, mantan Kepala Staf Angkatan Darat TNI 3. Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, mantan KSAD 4. Letnan Jenderal (Pur) Johannes Suryo Prabowo, mantan Kepala Staf Umum TNI 5. Letjen (Purn) Yunus Yosfiah, mantan Kasospol ABRI/Menpen 6. Letjen Purn Cornel Simbolon, mantan Wakil KSAD 7. Letjen Marinir (Purn) Suharto, mantan Komandan Marinir 8. Laksdya (Purn) Moekhlas Sidik, mantan Kalakhar Bakorkamla 9. Letjen (Purn) Syarwan Hamid, mantan Mendagri 10. Laksdya TNI (Purn) Joko Sumariyono, Mantan Sesmenko Polhukam 11. Letjen TNI (Purn) Romulo Robert Simbolon, mantan Sesmenko Polhukam 12. Laksdya TNI (Purn) Freddy Numberi, mantan Menteri Perhubungan 13. Letjen (Purn) Burhanuddin Amin, mantan Pangkostrad 14. Komjen (Purn) Adang Darajatun, mantan Wakapolri 15. Mayjen TNI (Purn) Nachrowi Ramli, mantan Kepala Lembaga Sandi Negara RI/mantan Cawagub DKI 16. Mayjen (Purn) Bimo Prakoso, mantan staf Lemhanas 17. Mayjen TNI (Purn) Tono Suratman, mantan Asops TNI 18. Mayjen (Purn) Syamsir Siregar, mantan Kepala BIN 19. Mayjen TNI (Purn) Sudrajat, mantan Dubes RI untuk Tiongkok 20. Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, mantan Kaskostrad 21. Mayjen (Purn) Amir Sembiring, mantan Dankodiklat AD 22. Mayjen TNI (Purn) Glenny Kairupan, mantan dosen Lehannas 23. Mayjen TNI (Purn) Johnnny Wahab, mantan Koorsahli KSAD 24. Mayjen TNI (Purn) Mahidin Simbolon, mantan Pangdam XVII Trikora 25. Mayjen TNI (Purn) Soenarko, mantan Danjen Kopassus 26. Mayjen Chairawan, bekas Komandan Grup 4 Sandi Yudha Kopassus 27. Marsda (Purn) Eko Edi Santoso, mantan Komandan Kodikau 28. Irjen Pol (Purn) Prof Dr Farouk Muhammad S, mantan Kapolda NTB 29. Irjen Pol (Purn) Tommy Trider Jacobus, mantan Kapolda Papua 30. Irjen Pol (Purn) Indradi Thanos, mantan Koordinator Kelompok Ahli BNN 31. Brigjen Pol (Purn) Taufik Effendi, mantan Menteri PAN/mantan politisi Demokrat 32. Brigjen (Purn) Pol Timbul Sianturi, mantan Kadispenum Mabes Polri 33. Marsma Mutanto Juwono, mantan penerbang TNI AU 34. Marsma (Purn) Istowo, mantan Asper Kepala Staf TNI AU
Sementara ini daftar 38 Purnawirawan Jenderal Pendukung Jokowi - JK
1. Jenderal TNI (Purnawirawan) Hanura Wiranto, mantan Panglima ABRI/Menhan 2. Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, mantan Kepala BIN/mantan Menteri Transmigrasi 3. Jenderal TNI (Purn) Luhut Pandjaitan, mantan Dankodilat TNI AD/mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Golkar 4. Jenderal TNI (Purn) Fachrul Rozi, mantan Wakil Panglima TNI/KSAD 5. Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, mantan Kepala Staf TNI AD (KSAD) 6. Jenderal TNI (Purn) Subagyo HS, mantan KSAD 7. Laksamana TNI (Purn) Bernart Ken Sondakh, mantan Kepala Staf TNI AL (KSAL) 8. Laksamana (Purn) Tedjo Edi, mantan KSAL 9. Laksamana TNI (Purn) Soeparno, mantan KSAL 10. Marsekal TNI (Purn) Sutria Tubagus, mantan KSAU 11. Jenderal Pol (Purn) Da'i Bachtiar (mantan Kapolri) 12. Jenderal Pol (Purn) Surojo Bimantoro, mantan Kapolri 13. Letnan Jenderal TNI (Purn) Sumarsono, mantan Wakil KSAD/mantan Sekjen Partai Golkar 14. Letjen TNI (Purn) Farid Zainudin, mantan Kepala BAIS 15. Letjen TNI (Purn) Syarifudin Tippe, mantan Rektor Universitas Pertahanan 16. Letjen TNI (Purn) Farid Zainudin, mantan Kepala BAIS 17. Letjen TNI (Purn) Suaidi Marasabessy, mantan Kepala Staf Umum TNI 18. Komisaris Jenderal Polisi Purnawirawan Makbul Padmanegara, mantan Wakapolri 19. Laksamana Muda Purnawirawan TNI Dauhan Syamsuri, mantan Wakil Asisten Operasional Kepala Staf Angkatan Laut 20. Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purn) Tritamtomo (mantan pangdam Bukit Barisan) 21. Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mantan Sesmil Presiden 22. Mayjen TNI (Purn) M Yusuf Solikin, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) 23. Mayjen TNI (Purn) Bambang Ismoyo, mantan Dirdik Sesko TNI 24. Mayjen TNI (Purn) M. Luthfi Wetto 25. Marsekal Muda (Marsda) TNI (Purn) Basri Sidehabi, mantan Gubernur Akademi TNI AU 26. Marsekal Madya (Purn) Ian Santoso, mantan Kepala BAIS 27. Marsda TNI (Purn) Pieter LD Wattimena, mantan Dirjen Ranahan Departemen Pertahanan 28. Laksama Muda (Laksda) TNI (Purn) Sosialisman, mantan Panglima Komando Armada Timur TNI AL 29. Laksda TNI (Purn) Abdul Malik Yusuf, mantan Widyaiswara Utama Bid Ekonomi Lemhannas 30. Laksda TNI (Purn) Franky Kaihatu, mantan Kadispen TNI AL 31. Laksda TNI (Purn) Dadi Sunarto 32. Inspektur Jenderal (Irjen) Pol (Purn) Andi Masmiat, mantan Kapolda Kaltim 33. Irjen Pol Eddy Kusuma Wijaya, mantan Widya Iswara Utama Sespim Polri Lemdikpol 34. Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI (Purn) Mulyono, mantan Kabinda Maluku 35. Brigjen TNI (Purn) Djamhur Suhana, (mantan Dirjen Startegis Sesko TNI) 36. Laksamana Pertama (Laksma) TNI (Purn) Songkal VH Simanjuntak, mantan Kadislitbangal 37. Marsekal Pertama TNI (Purn) Yopie Kiriweno, mantan staf ahli KSAU 38. Brigjen TNI (Purn) Abdul Salam Mustam, Sekjen Dewan Harian Nasional '45
Penutup
Nampaknya perang opini akan terus berlanjut, beberapa stasiun TV nampak mencoba berada di jalur netral, kecuali beberapa yang memang pemiliknya sudah bergabung di satu poros. Kubu Prabowo dalam dukungan media elektronik akan lebih diuntungkan, karena pemirsa kalangan menengah kebawah jumlahnya sebagai pemilih jauh lebih banyak dibandingkan kalangan menengah keatas yang sering menjadi golput dan bahkan malas ke bilik suara. Pengaruh segmen ini yang perlu diperhitungkan oleh tim sukses Jokowi-JK, mereka kalah cakupan. Penulis yang pernah mengikuti pendidikan conditioning teringat pesan instruktur, bahwa dalam sebuah operasi penggalangan, propaganda, jangan sampai porsinya berlebihan terlalu.
Karena penggalangan yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kejenuhan dan bisa berakibat negatif terhadap si pelaku. Yang lebih parah dan akan menggagalkan upaya apabila fakta yang dilemparkan untuk mempengaruhi publik tidak ada buktinya sama sekali, bahkan publik akan timbul rasa kasihan kepada korban dan justru menaruh hati. Target akan tidak suka dengan si penyerang yang dinilainya menzholimi. Begitulah kira-kira.
Oleh : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen