Purn Jenderal Terbelah, Menunjukan Demokrasi Semakin Baik
24 May 2014 | 8:24 am | Dilihat : 1164
Para Mantan Petinggi TNI Pendukung Jokowi-JK
(foto: tribunnews.com)
Setelah adanya kepastian pendaftaran pasangan capres dan cawapres ke KPU, sudah dipastikan bahwa yang akan bersaing hanya dua pasang, yaitu jago koalisi pimpinan PDIP, Jokowi dan JK, serta jago koalisi Partai Gerindra, Prabowo dengan Hatta Rajasa. Kedua pasang tokoh jelas mempunyai kelebihan dan kekurangan pastinya. Nah, kini mereka mulai menunjukkan gigi dengan mengumpulkan para Jenderal purnawirawan, istilahnya adu banyak-banyakan dan hebat-hebatan.
Pada awalnya kubu Prabowo dalam sebuah pertemuan mengaku didukung banyak Jenderal, Marsekal dan Laksamana yang sudah purna. Pada hari Kamis 27 Maret 2014, terjadi deklarasi di Gedung Bidakara, Pancoran dipimpin oleh Letjen (Purn) Yunus Yosfiah (ex Kopassus). Dilaporkan yang hadir di gedung tersebut, sekitar 80 purnawirawan jenderal, 300 purnawirawan perwira menengah, dan 400 purnawirawan prajurit mendeklarasikan diri mendukung Prabowo sebagai presiden 2014-2019.
Prabowo merasa terharu mendapat kepercayaan dari purnawirawan yang juga teman, sahabat, senior, dan juniornya. Dikatakannya, "Saya kaget begitu banyak yang muncul terutama senior-senior saya, komandan-komandan saya yang telah menggembleng saya, membentuk saya dari saya remaja hingga bisa mengabdi sebagai perwira dan patriot," katanya. Pada pertemuan itu dia berjanji akan menjadi pemimpin yang patriotis.
Lain Prabowo lain juga dukungan para jenderal sepuh yang terarah ke Jokowi. Pada saat Capres Jokowi dan cawapres Jusuf Kalla menyambangi markas PKPI yang digawangi oleh Letjen Purn Sutiyoso (ex Kopassus) yang mana partainya tidak lolos syarat parliamentary threshold, nampak hadir beberapa Jenderal senior diantaranya mantan Kabin Jenderal Purn Hendro Priyono.
Dalam sambutannya, Hendro menyatakan tentang dukungan terhadap jago PDIP itu, "Ada dari (Jenderal) bintang empat dan belasan bintang tiga yang dukung Jokowi-JK," katanya saat deklarasi dukungan PKPI kepada pasangan capres-cawapres Jokowi-Jusuf Kalla di Kantor Dewan Pimpinan Nasional PKPI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2014).
Dalam sambutannya Hendro Priyono mengatakan pendukung Jokowi-JK adalah tokoh militer yang pernah manjabat, diantaranya mantan Wapangab, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, mantan Kepala Bais Letjen TNI (Purn) Farid Zainudin, mantan Kepala Staf TNI AL Laksamana (Purn) Soeparno, mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI (Purn) Sutria Tubagus, mantan Kepala Staf TNI AL Laksamana (Purn) Tedjo, serta dua mantan Kapolri Bimantoro dan Da'i Bachtiar. Selain itu tercatat yang juga mendukung Jokowi-JK adalah Jenderal Pur Luhut Panjaitan dan Letjen Purn Suaedi Marasabessi ex Partai Demokrat. Disamping masih banyak bintang tiga yang tidak disebut namanya. Wah, kalau bintang dua kebawah jelas tidak akan di "reken" di poros tersebut.
Pak Hendro, sebagai mantan Kepala Badan Intelijen Negara tersebut mengaku yakin bahwa calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat memenangkan pilpres 9 Juli 2014 dalam satu putaran. Hendro pun mengklaim kemenangan pasti Jokowi-JK itu telah berdasarkan ramalan dari intelijen Indonesia."Menurut ramalan intelijen, akan menang," tegasnya.
Nah, kini para bekas pembesar TNI itu telah menetapkan pilihannya, mendukung Prabowo atau Jokowi. Melihat kelas pendukung, nampaknya yang bintang tiga dan empat banyak yang ke Jokowi. Mungkin beliau-beliau suka dan cocok dengan penampilan dan kepemimpinan Jokowi, atau juga karena yakin Jokowi yang akan menang. Dari beberapa bisik-bisik, untuk apa mendukung yang belum tentu menang. Dalam hal ini penulis melihat posisi Prabowo-Hatta sebagai under dog dari sudut pandang mantan petinggi TNI tadi.
Terlepas dari dukung mendukung, penulis melihat bahwa apabila ditinjau dari sistem demokrasi, ini adalah sebuah kemajuan, hal yang sangat positif, karena dinamika politik membuktikan semakin menipisnya dikotomi sipil-militer. Para purnawirawan itu bergerak ke masing-masing poros dengan pertimbangan masing-masing. Ini sebagai hasil penjagaan penerapan demokrasi oleh Presiden SBY. Tidak terbayangkan Jokowi-JK sebagai capres sipil dari parpol yang bukan asal militer justru kini banyak mendapat dukungan mantan petinggi-petinggi militer yang berbintang tiga dan empat.
Dari dua poros tersebut kini nampak jelas, disatu sisi yang menjadi penjuru Prabowo dengan Pangkat terakhir Letnan Jenderal, didukung beberapa Jenderal, termasuk Perwira menengah dan para prajurit, dengan tokoh senior Letjen Pur Yusus Yosfiah (exKopassus). Sementara disisi lain berdiri sebagai penjuru juga mantan perwira tinggi korps baret merah, ada Hendro Priyono, Luhut Panjaitan, Sutiyoso, selain beberapa mantan petinggi dari AL, AU dan Polri.
Menarik memang pilpres kali ini, semoga tidak terjadi gesekan dikalangan bawah, karena semakin keras diatas, akan berakibat semakin keras dibawah. Pertanyaannya sebagai under dog, apakah Prabowo akan kalah? Belum tentu juga, kita pada pertengahan Juni 2014 akan bisa membaca lebih jelas kekuatan baik popularitas maupun elektabilitas keduanya. Dinamika politik serta euforia dukungan pemilih akan terus bergerak cepat kedua sisi, mengingat kemajuan teknologi komunikasi dengan semakin meluasnya penggunaan internet, pengaruh media elektronik dan media arus utama.
Dari hasil survei LSI yang dilakukan tanggal 1-9 Mei 2014 di 33 propinsi dengan metode multistage random sampling, LSI melakukan wawancara dan tatap muka dengan 2.400 responden. Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ardian Sopa menyatakan, "Elektabilitas Jokowi-JK mencapai 35,42 persen dan elektabilitas Prabowo-Hatta 22,75 persen. Selisih kedua pasangan sebesar 13 persen, namun keduanya masih punya peluang menang karena sebanyak 41,83 persen belum menentukan pilihannya. Konstituen masih ragu dalam menentukan pilihannya.
Nah, pertanyaannya apakah peran para Jenderal itu besar pengaruhnya sebagai vote getter? Jelas jawabannya tidak, karena mereka sudah terputus dengan satuannya sejak pensiun. Akan tetapi dari sisi lain, mereka adalah pemikir-pemikir, ahli strategi, mempunyai kemampuan leadership yang sangat dibutuhkan dalam sebuah ajang adu strategi persaingan politik. Poros Jokowi ingin menunjukkan sebagai pasangan yang lebih baik, karena para jenderal dengan pangkat lebih tinggi bergabung ke mereka. Sementara poros Prabowo menunjukan dukungan yang lebih luas, merakyat, merata. Purnawirawan dari Jenderal hingga prajurit mendukung mereka.
Nah, dari semuanya itu, bagian terpentingnya, para Jenderal itu sangat mengerti bahwa mereka sudah pensiun, dan mereka bisa bebas mendukung serta memosisikan diri seperti yang dikehendaki demokrasi. Mereka bukan merupakan kelompok eksklusif di kalangan TNI saja, tetapi bisa berada dan bergabung dikalangan sipil. Itulah bukti bahwa pengabdian tetap ada di dalam dada, hati dan pikiran. Mereka menetapkan dan mendukung calon pimpinan yang diyakininya. Ketua timses Jokowi dipimpin oleh Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, sementara ketua Timses Prabowo dipercayakan kepada Prof Mahfud MD.
Kesimpulannya, walaupun para mantan Jenderal dan prajurit itu terbelah ke dua poros, mereka akan tetap bersatu sebagai purnawirawan TNI. Karena itu tidak perlu diantara mereka saling menjelekkan, dan membuka aib, nanti yang jelek justru institusi TNI. Yang penting keberadaan mereka dilingkungannya bak bunga menyegarkan porosnya, menimbulkan keyakinan konstituen yang masih ragu terhadap jago yang mereka dukung. Dalam pilpres ini menunjukkan sistem demokrasi di Indonesia menjadi jauh lebih baik. Itu saja.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, pengamat intelijen. www.ramalanintelijen.net
Artikel terkait :
-Koalisi Pilpres 2014 Ditentukan oleh Dua Kingmaker, Mega dan SBY, http://ramalanintelijen.net/?p=8378
-Jusuf Kalla Yang Memenuhi Kriteria Sebagai Cawapres, http://ramalanintelijen.net/?p=8359
-Keliru bila Meng-"underestimate" SBY dan Partai Demokrat pada 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=6821
-SBY Berbicara Tentang Capres 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=6992
-Kekuatan SBY di 2014 dan Strategi Sun Tzu, http://ramalanintelijen.net/?p=6297