SBY Menjepit Jokowi dengan Strategi Capit Udang
17 May 2014 | 4:13 pm | Dilihat : 2206
SBY dan Jokowi (foto : tribunnews.com)
Langkah politik Ketua Umum Partai Demokrat, Pak SBY nampak tenang dan tidak grusah-grusuh, sehingga para lawan politik akan sulit membaca strateginya. Demikian juga ketenangan Bu Megawati yang tidak menunjukkan rasa khawatir dengan masalah koalisi, perlu dicermati. Mengapa? Karena dalam menuju ke pilpres, keduanya adalah kingmaker, keduanya yang memutuskan, walaupun yang sibuk elit parpol lainnya.
Kita lihat, dengan kekuatan elektabilitas Jokowi, maka PDIP (baca : Megawati) dengan tegas memberi guidance tidak ada syarat tentang pengajuan cawapres ataupun jabatan menteri dari parpol yang berkoalisi. Elit yang faham dan meyakini kekuatan Jokowi kemudian bergabung, Partai Nasdem dan PKB. Menurut penulis keputusan dua partai yang merapat realistis, karena pilpres lebih ditentukan oleh siapa figurnya. Jokowi kini elektabilitasnya dinilai lembaga survei lebih tinggi dari Prabowo.
Nah, bagaimana dengan kingmaker kedua? Penulis membuat artikel dengan judul "Koalisi Pilpres 2014 Ditentukan oleh Dua Kingmaker, Mega dan SBY" (http://ramalanintelijen.net/?p=8378). Jangan sepelekan SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang menduduki jabatan presiden dalam dua periode. Lekuk, karakter serta dinamika politik di Indonesia sangat dikuasainya. Karena itu SBY diam dan menunggu. SBY membuat konvensi, yang lebih dapat dikatakan sebagai upaya selain memberi ruang kepada mereka uang ingin menjadi capres, dibelakangnya untuk menaikkan keruntuhan citra Partai Demokrat yang pernah di survey hingga mencapai enam persen.
Dalam posisi terakhir, Hatta Rajasa, sang besan yang juga Ketua Umum PAN diberinya restu menjadi cawapres Prabowo dalam kubu Gerindra sebagai poros kedua pilpres setelah kubu Jokowi dari PDIP. Prabowo dan Hatta Rajasa pada Selasa (13/5/2014) telah 'sowan' ke Presiden SBY, untuk melaporkan kesepakatan berkoalisi, Hatta menjadi cawapres Prabowo dan pernyataan pengunduran diri Hatta Rajasa sebagai Menko Perekonomian. Disini yang terlihat, ada keterkaitan Prabowo dengan sang king maker. Apabila Prabowo tidak dalam wilayah kontrol, tidak seharusnya ikut menghadap dan melaporkan kolisinya.
Dalam soal konvensi, dengan hasil tertinggi diraih Dahlan Iskan, seperti yang disampaikan Ketua Komite Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat Maftuh Basyuni pada Jumat (16/5/2014), Dahlan Iskan tidak bisa maju walau menjadi cawapres sekalipun. Ini disebabkan karena sesuai UU, para Menteri yang akan maju atau diajukan menjadi capres/cawapres harus mengundurkan diri paling lambat tanggal 14 Mei 2014. Karena itu kemenangan Dahlan Iskan tidak berarti apa-apa, kita menyebutnya resiko berpolitik.
Di tempat yang sama, SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat menyatakan partainya tidak bisa berbuat banyak dengan perolehan suara hanya 10,19 persen pada Pemilu 2014. Menurutnya dengan perolehan itu, partainya tidak mungkin mengusulkan sendiri capresnya. Kondisi itu diakuinya jauh berbeda dengan Pilpres 2004 dan 2009.
Langkah selanjutnya setelah Golkar mental kesana dan kemari, akhirnya masuk dalam pelukan Partai Demokrat juga. Sehari menjelang dibukanya pendaftaran pasangan capres-cawapres di KPU, pada hari Sabtu (17/5/2014) malam, Partai Golkar dan Partai Demokrat mencapai kesepakatan membentuk poros koalisi ke tiga dengan mengusung pasangan Aburizal Bakrie-Pramono Edhie Wibowo. Kesepakatan didapat setelah tim enam (gabungan) yang terdiri 3 orang perwakilan Partai Golkar dan 3 orang perwakilan Partai Demokrat selama tiga hari merumuskan poros alternatif ini. Mereka adalah MS Hidayat, Agung Laksono dan Idrus Marham. Sementara dari Demokrat adalah Syarif Hasan, Jero Wacik dan Ibas.
Dalam dua hari ini Partai Demokrat dan Golkar menggelar rapimnas, yang intinya mengagendakan penentuan sikap politik menjelang pilpres. Beberapa tokoh Golkar menyangsikan pembentukan poros ketiga ini yang dinilainya tidak berarti dan tidak akan menang.
Analisis Dari sisi Kingmaker-1 (Megawati)
Setelah PDIP membentuk koalisi dengan Partai Nasdem dan PKB, kini Hanura melalui Pak Wiranto menyatakan bahwa Hanura akan bergabung dengan PDIP. Penegasan Wiranto dikatakan setelah bertemu dengan Megawati pada hari Sabtu (17/5/2014) di kediaman Megawati, Jl, Teuku Umar Jakarta. Menurut Wiranto, dirinya diberi mandat melalui Rapimnas untuk melakukan lobi politik. Dari sejumlah pertemuan dengan pimpinan parpol, Wiranto mengaku lebih klop dengan PDIP.
Dengan demikian maka dari perkiraan jumlah kursi poros satu ini dari tiga parpol (191 kursi) kini mendapat tambahan kursi Hanura (31 kursi) total menjadi 222 kursi.
Dengan jumlah kursi tersebut, memang kekuatan poros satu ini belum menjadi mayoritas di parlemen, tetapi Bu Mega sebagai kingmaker tidak risau. Yang menjadi fokusnya adalah bagaimana menghadapi pilpres dan memenangkannya. Seperti yang kita ketahui, dan mencermati perjalanan pilpres sebelumnya, kekuatan sebuah pilpres terutama terletak kepada siapa sosok yang akan dipilih.
Disinilah masih kuat keyakinan PDIP bahwa elektabilitas Jokowi masih lebih unggul dibandingkan pesaing terdekatnya Prabowo. Apakah pengaruh cawapres besar? Memang pengaruhnya ada, tetapi melihat pemilu 2004, SBY yang hanya diajukan Partai Demokrat (7,45%), PBB dan PKPI mampu bersaing ke putaran kedua, dan di putaran kedua mampu mengalahkan Megawati yang didukung PDIP (18,53%) dan Golkar (21,58%). Peran cawapres jauh dibawah capres itu sendiri.
Dengan demikian maka keyakinan PDIP dari data basic descriptive intelligence masih realistis untuk menang. Jokowi diyakini menjadi idola baru seperti SBY yang menjadi idola pada pilpres 2004. Jadi apabila dalam satu dua hari mendatang Megawati akan memutuskan Puan Maharani misalnya yang akan menjadi cawapres, jelas sudah melalui perhitungan realistis seperti tersebut diatas. Peluang menangnya masih besar. Megawati itu keras dalam memegang prinsip, terutama dia tidak ingin ada pergeseran dalam menjaga empat pilar, itulah intinya.
Analisis Dari Sisi Kingmaker-2 (SBY)
Poros kedua dan ketiga jelas mempunyai hubungan kuat dengan sang kingmaker-2 ini. Prabowo yang didampingi Hatta Rajasa jelas bukan orang lain. Ada keterkaitan psikologis sebagai sesama alumnus Akabri. Terlepas dari adanya kritikan beberapa pihak tentang pengaruh milliter dalam berpolitik, ada sebuah niat positif keduanya dalam membangun bangsa ini dan menjaga kesinambungan pembangunan.
Kedatangan Prabowo bersama Hatta Rajasa saat menyampaikan keputusan membentuk pasangan adalah sinyal hubungan dan adanya kontrol SBY terhadap pasangan ini, secara terbatas. Sebagai Presiden, SBY jelas masih mempunyai kekuatan dan kemampuan mengendalikan kondisi politik di Indonesia. SBY akan menaruh pilihannya pada sebuah kekuatan politik dimana dia masih mampu mengarahkan sesuai dengan program-program serta kebijakan yang dibuatnya agar terjaga kesinambungannya.
Kini, dengan adanya keputusan koalisi antara Partai Demokrat dengan Partai Golkar, poros ketiga ini nampaknya memang sudah direncanakan dengan sebuah perhitungan khusus. Menurut elit Demokrat, Pak SBY sedang melakukan catur politik.
Apabila ditinjau dari strategi militer, yang dilakukan king maker kedua adalah upayanya untuk memecah dukungan ke Jokowi. Nampaknya dengan dimunculkannya poros ke tiga, diperhitungkan bahwa pilpres akan berjalan dua putaran seperti pilpres 2004. Walau Prabowo-Hatta yang maju ke putaran kedua, tidak akan dipermasalahkan. Nanti pada putaran kedua, kedua poros itu akan bergabung melawan Jokowi.
Apabila rute ini yang diambilnya, maka Jokowi akan dijepit dari dua penjuru, dalam strategi perang disebut jepitan capit udang. Masuk dalam rengkuhan kekuatan setelah masuk dalam killing ground, kemudian diremas dengan capit dari dua sisi. Kingmaker percaya bahwa masa PAN/PKS/Gerindra/PD/PPP itu sa'mina wa'atona (nurut). Sedangkan Golkar kuat di luar Jawa.
Para analis dari poros dua dan tiga nampaknya berpendapat bahwa mereka cuma perlu waktu, popularitas Jokowi terlihat semakin menurun. Itulah kira-kira strategi hebat dari SBY yang diperkirakan bisa mengancam kemenangan Jokowi.
Penutup
Pertanyaannya, apakah semua akan berjalan sesuai rencana. Bisa iya dan bisa tidak. Yang perlu dihitung oleh kingmaker-2, kembali kepada dasar pemilihan langsung, ada titik rawan pada Prabowo tentang masa lalunya. Sementara kingkamer-1 sebaiknya menghitung, titik rawan Jokowi karena dia belum menjadi patron, sedang budaya paternalistik di Indonesia masih sangat kental. Sehingga dia mudah diserang, dan rakyat mudah hilang kepercayaan kepada Jokowi.
Yang menguntungkan Jokowi, karena Prabowo juga belum menjadi patron, sehingga posisi keduanya masih imbang, kunci kemenangan berada pada elektabilitas. PDIP perlu waspada, elektabilitas Jokowi dalam empat bulan turun 10 persen, sementara Prabowo naik 13 persen. Selisih diantara keduanya kini sekitar hanya 15 persen.
Kita akan melihat kedepan, apakah para elit di PDIP lebih piawai dari lawan politiknya para elit gabungan partai-partai dengan principle agent SBY, kingmaker-2 yang syarat dengan pengalaman dan ilmu politik dan strategi.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Artikel terkait :
-Koalisi Pilpres 2014 Ditentukan oleh Dua Kingmaker, Mega dan SBY, http://ramalanintelijen.net/?p=8378
-Hati-Hati dengan Prabowo, Elektabilitasnya Terus Naik, http://ramalanintelijen.net/?p=8372
-Sulit Menaklukan Jokowi, Prediksi Pilpres Satu Putaran, http://ramalanintelijen.net/?p=8343
-Antara Ramalan Intelijen Presiden 2014 dan Jokowi, http://ramalanintelijen.net/?p=8218
-Antara Jokowi dan Kejujuran, Kunci di 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7805
-Capres 2014 Yang Mengapung, Sebuah Telaahan dari Old Soldier, http://ramalanintelijen.net/?p=7059
-Keliru bila Meng-"underestimate" SBY dan Partai Demokrat pada 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=6821
-SBY Berbicara Tentang Capres 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=6992
-Kekuatan SBY di 2014 dan Strategi Sun Tzu, http://ramalanintelijen.net/?p=6297