PDIP Sebaiknya Berhati-Hati Menghadapi Pileg dan Pilpres 2014
16 January 2014 | 2:40 pm | Dilihat : 659
Logo PDI Perjuangan (foto : fokusjabar.com)
Mendekati tanggal pelaksanaan pemilu legislatif tanggal 9 April 2014, ada dua hal yang sebaiknya diwaspadai oleh para elit PDIP. Pertama, terhadap kemungkinan dikabulkannya uji materi pileg dan pilpres yang diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra ke Mahkamah Konstitusi. Kedua, PDIP benar-benar harus mewaspadai keputusan siapa pasangan capres dan cawapres pada pilpres 2014.
Pertanyaannya, mengapa harus hati-hati? Apabila permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang didaftarkan ke MK, Jumat (13/12/2013) oleh pakar hukum tata negara yang juga Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Izha Mahendra dikabulkan, maka pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden (Pilpres) akan dilaksanakan bersamaan dengan pemilu legislatif (Pileg). Selain itu maka syarat pengajuan calon presiden dan wakil presiden tidak memerlukan syarat ambang batas perolehan suara di parlemen (presidential threshold). Dalam hal ini, maka PDIP harus menetapkan siapa pasangan capres dan cawapresnya sebelum 9 April 2014. Ini harus dipikirkan jauh hari, karena dipastikan mengganggu skenario yang telah dibuat.
Persoalan kedua yang sebaiknya diwaspadai adalah penetapan siapa pasangan capres dan cawapresnya. Ketua Umum PDIP Megawati telah membentuk tim sebelas yang bertugas memberi masukan siapa calon yang akan diusung PDIP. Ketua Umum mendapat mandat dari Kongres di Bali pada 2010 untuk menentukan capres 2014. Menurut Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sebagai anggota tim sebelas, ada tiga skenario yang akan diputuskan sebagai pasangan capres dan cawapres. Pertama, pasangan Megawati-Jokowi, opsi kedua, Jokowi dipasangkan dengan calon internal, dan opsi ketiga Jokowi dipasangkan dengan tokoh lain, dengan menjajaki kemungkinan koalisi. Nampaknya tokoh luar yang dilirik dan peluangnya besar adalah mantan wapres Jusuf Kalla (JK).
Apakah hanya PDIP yang harus berhati-hati? Dengan hilangnya ketentuan ambang batas perolehan suara untuk pengajuan capres dan cawapres, maka dari perkiraan awal, yang akan terganggu selain PDIP adalah Partai Golkar. Keduanya diperkirakan akan mampu mengajukan capres tanpa berkoalisi apabila diberlakukan syarat presidential threshold. Resiko dengan hilangnya ambang batas tadi, maka sangat mungkin akan ada maksimal 12 pasangan capres-cawapres apabila masing-masing parpol peserta pemilu (nasional) mengajukan calon.
Resiko bagi PDIP dan Golkar apabila terdapat maksimal 12 capres, adalah kemungkinan pecahnya dan lepasnya konstituen yang telah digarap. Jelas akan ada kemerosotan perolehan suara yang tadinya diharapkan berasal dari parpol yang tidak mampu mengajukan capres apabila presidential threshold diberlakukan. Masalah ini sebaiknya dipikirkan oleh kedua parpol papan atas tersebut. Golkar tidak mempunyai masalah karena sudah menetapkan capres, yang akan ditetapkan selanjutnya adalah cawapres.
Yang menjadi masalah adalah PDIP, karena strategi pemenangan sejak semula ditargetkan mampu memperoleh 27 persen suara hingga bisa diperoleh 152 kursi di DPR. Setelah itu PDIP akan melenggang mengajukan capres dan cawapresnya dengan tiga opsi tersebut diatas. Pekerjaan besar elit PDIP adalah bagaimana target 27 persen dapat tercapai. Dengan perubahan UU Nomor. 42/2008, maka ada kemungkinan akan muncul hambatan perolehan suara parpol papan atas dan terganggunya simpatisan diluar parpol.
Masalah lainnya adalah tentang penetapan capres dan cawapres PDIP. Kini semakin terlihat adanya sebuah tekanan terhadap Megawati, yang menegaskan bahwa Jokowi sebagai kader PDIP dinilai jauh lebih "moncer" elektabilitasnya dibandingkan Ibu Ketua Umum. Dengan sense of intelijen, muncul pandangan, apakah tekanan terhadap Megawati tersebut suatu hal yang wajar ataukah sebuah upaya conditioning? Tekanan psikologis dilemparkan ke publik melalui beberapa lembaga survei dan melalui uraian di beberapa media baik cetak maupun elektronik. Semua mengarah ke satu titik yaitu Jokowi, hingga Der Spiegel di Jerman pun juga mampu di intervensi dalam upayanya.
Jokowi bukan menjadi masalah bagi PDIP, justru suatu yang positif, yang menjadi masalah apa kepentingan mereka-mereka yang gencar mengondisikannya. Megawati, Jokowi, dan serta kader-kader PDIP sebaiknya melihat masalah ini dengan jernih, di fokuskan kepada kepentingan PDIP sebagai salah satu partai yang akan berpeluang besar memimpin bangsa dan negara menuju cita-cita luhurnya.
Penulis melihat bahwa dari skenario tim sebelas, maka opsi pertama merupakan opsi terbaiknya. Pertimbangannya, PDIP sebaiknya jangan mengambil resiko menetapkan opsi kedua atau ketiga untuk memenangkan pertarungan pilpres. Apakah hasil survei beberapa lembaga survei yang dimuat pada sebuah media bisa dijadikan acuan utama? Penulis sejak 2004 dalam menganalisa capres dengan disiplin intelijen menilai, ada beberapa lembaga survei yang hasilnya jauh terhadap apa yang kemudian terjadi. Ada pergulatan kurang elok dibelakang layar.
Yang pasti tim sebelas sebaiknya lebih awas dan meneliti, apakah mungkin ada upaya menaikkan seorang calon, tetapi sebenarnya dibelakangnya ada sebuah kekuatan yang bertindak sebagai principle agent. Tujuannya si calon akan dijatuhkan atau disesuaikan dengan kepentingannya. Lembaga survei dimaksud dalam terminologi intelijen hanyalah sebagai handler agent. Nampaknya para handler mampu memengaruhi publik untuk mencintai dan menyukai Jokowi sebagai figur yang layak sebagai salah satu calon pimpinan nasional. Walau hasil survei adalah sebuah persepsi responden, tetapi pembentukan opini sudah semakin mengerucut dan memperoleh hasil.
Penulis berpendapat, sebaiknya Megawati tetap dicalonkan sebagai presiden dan Jokowi sebagai cawapresnya. Penulis percaya bahwa para Jokowi lover akan tetap mendukungnya di posisi manapun dia berada. Jokowi akan semakin matang dan akan semakin mampu melihat segala permasalahan Indonesia dalam menuju cita-cita luhurnya. Nanti pada 2019 itulah era Jokowi duduk sebagai presiden RI. Intinya jangan paksakan kini Jokowi duduk pada sebuah posisi dimana dia harus memikul tanggung jawab yang sangat besar dan berat dalam kondisi dunia politik yang tidak kenal ampun. Selain bekerja bersama Megawati, Jokowi bisa lebih mempelajari secara lebih utuh bagaimana memakmurkan negara Indonesia yang kita cintai dengan penduduk yang lebih dari 240 juta jiwa ini. Saat itulah istilah Satria Piningit akan terwujud.
Itulah dua hal yang menurut penulis sebaiknya diwaspadai oleh elit PDIP. Pengalaman pahit pernah dijumpai PDIP saat pilpres 1999 dan ternyata yang menjadi presiden adalah Gus Dur dari PKB sebagai parpol papan tengah. Hampir saja PDIP tidak mendapat posisi wapres apabila Alm Matori Abdul Djalil tidak berjibaku mencalonkan Megawati. Kini kembali PDIP akan diuji, gambaran menang dalam pileg sangatlah besar, akan tetapi apabila kurang waspada maka kembali PDIP bisa dikondisikan oleh mereka-mereka itu kembali menjadi oposan diluar pemerintah. Pandangan-pandangan ini adalah sebuah pemikiran dan pemahaman pengamanan dari penulis sebagai indy blogger untuk Ibu Megawati yang hingga kini masih penulis yakini akan menjadi presiden pada 2014. Semoga bermanfaat.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, pengamat intelijen. www.ramalanintelijen.net
Artikel terkait :
-Tekanan Psikologis Terhadap Megawati agar Tidak Maju, http://ramalanintelijen.net/?p=7899
-Hanya Mega dan SBY sebagai Kingmaker Terkuat pada Pemilu 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7872
-Antara Megawati dan Jokowi Soal Capres 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7849
-Antara Jokowi dan Kejujuran, Kunci di 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7805
-Menurut LSI, Mungkin Demokrat Hanya bisa Usung Cawapres, http://ramalanintelijen.net/?p=7660
-Jokowi Akan Dijadikan Musuh Bersama, http://ramalanintelijen.net/?p=7601
-Survei LSI; Capres Riil 2014, Megawati, Aburizal dan Dahlan Iskan, http://ramalanintelijen.net/?p=7597
-Capres 2014 Yang Mengapung, Sebuah Telaahan dari Old Soldier, http://ramalanintelijen.net/?p=7059
-Apakah Mega akan Menyerahkan Tongkat Estafet Calon Presiden?, http://ramalanintelijen.net/?p=6915
-Ramalan Intelijen dan Ramalan Jayabaya Presiden 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=4315,