Menganalisa Penembak Polisi, Mereka Jelas Teroris Terlatih
16 September 2013 | 3:17 pm | Dilihat : 948
Foto salah satu korban penembakan (foto : nasional.news.viva.co.id)
Penyerangan berupa upaya pembunuhan terhadap polisi, dinegara manapun merupakan peristiwa besar. Efek beritanya akan lebih besar lagi apabila penyerangan dilakukan dengan menggunakan senjata api. Rangkaian penembakan terhadap polisi di Indonesia terus terjadi walaupun beberapa kejadian tercatat dibeberapa daerah. Yang menarik untuk dipelajari oleh intelijen adalah apabila pembunuhan (baca; penembakan) terjadi dalam waktu relatif dekat, dengan modus, pola, serta tehnik dan taktik yang mirip atau serupa. Penulis mencoba mengulas kasus khusus ini.
Dalam dua bulan terakhir tercatat ada empat polisi tewas dan satu polisi lain terluka akibat ditembak orang tak dikenal. Penembakan pertama, Aipda Patah Saktiyono (53), anggota polisi lalu lintas Polres Metro Jakarta Pusat pada hari Sabtu (27/7/2013) pukul 04.30 WIB, terjadi di Jalan Cirendeu Raya, Ciputat, Tangerang Selatan. Peluru menembus dada kirinya, Aipda Patah bisa diselamatkan. Patah saat itu berseragam lengkap.
Penembakan kedua terjadi pada hari Rabu pagi (7/8/2013) pukul 05.00 WIB, aksi penembakan menimpa Aiptu Dwiyatna (50), anggota Satuan Pembinaan Masyarakat (Bimas) Polsek Metro Cilandak yang tewas ditembak kepalanya oleh dua orang tidak dikenal. Dwiyatna berpakaian seragam lengkap. Korban ditembak di Jalan Otista Raya, Ciputat, Tangerang Selatan.
Kasus ketiga, Aiptu Kus Hendratna tewas ditembak dikepalanya pada Jumat (16/8/2013) sekitar pukul 21.50 WIB di Pondok Aren, Tanggerang Selatan. Saat ditembak Kus berpakaian seragam. Pada waktu yang hampir bersamaan, Bripka Ahmad Maulana yang mengejar pelaku juga tewas ditembak.
Penembakan keempat, telah menewaskan Bripka Sukardi yang berseragam lengkap Propam Polri saat mengendarai motor, terjadi hari Selasa (10/9/2013) sekitar pukul 22.20 WIB di depan gedung KPK, Jakarta Selatan. Korban mengalami luka tembak di pergelangan tangan kiri, perut sebelah kiri, dada kiri dan bahu kiri.
Penembak Terlatih dan Penyerangan Terencana
Menembak polisi berseragam jelas membawa resiko tersendiri bagi penyerang, penyerang harus berani, siap mati karena bukan tidak mungkin polisi tersebut bersenjata. Mereka harus yakin bahwa target benar-benar terkena tembakan di tempat vital. Yang lebih sulit, apabila target bergerak, dan akan lebih sulit lagi apabila penembak juga bergerak. Resiko yang dihadapi, apabila polisi tersebut bersenjata dan dapat membalas tembakan. Disinilah jelas dibutuhkan eksekutor yang terlatih, berani menembak korban dari jarak dekat pada waktu dan tempat yang tepat. Dalam empat penembakan dua bulan terakhir, eksekusi dipilih saat naik sepeda motor di jalan raya, baik korban maupun eksekutor.
Dari beberapa kasus, yang perlu didalami adalah penembakan Bripka Ahmad Maulana. Saat itu penembak beserta pengemudi motor terjatuh setelah melakukan penembakan Aiptu Kus Hendratna. Dalam keadaan kritis menghadapi team buser mobil yang mengejar mereka, mereka masih mampu menembak Maulana sebagai pengemudi. Kedua pelaku tidak panik dan justru kemudian mampu mengancam seorang satpam dan merampas sepeda motornya untuk melarikan diri.
Dari empat kasus tersebut, apabila diteliti, dua kasus penyerangan terjadi pada pagi buta (pukul 04.30 dan 05.00 WIB), kasus ketiga dan keempat pada malam hari (pukul 21.50 dan 22.20 WIB). Target adalah anggota polisi berseragam dan mengendarai sepeda motor sendiri. Tiga kasus terjadi di pinggiran ibukota (wilayah Cirendeu, Ciputat dan Pondok Aren Tanggerang Selatan), satu kasus di jalan Kuningan Jakarta Pusat.
Dari fakta, terlihat bahwa penembakan memang terencana dengan baik, mereka mengincar polisi berseragam yang mengendarai sepeda motor, dilakukan diantara pukul 21.50-05.00. Dari tiga kasus pertama, penembakan hanya dilakukan oleh dua orang menaiki satu sepeda motor. Pada kasus ke empat dilakukan oleh tiga pelaku dengan dua sepeda motor. Menganalisa resiko, pada serangan keempat di muka kantor KPK, nampaknya team diperkuat dengan pengaman (supporting agent), yaitu orang ketiga yang mengambil pistol korban serta dia melakukan tembakan jarak dekat kepada korban yang sudah tergeletak dijalan.
Ini menunjukkan bahwa mereka mereka merencanakan dengan teliti, faham bahwa pada pukul 22.20 WIB, di jalan Rasuna Said (Kuningan) lalin masih cukup ramai. Sehingga apabila menghadapi situasi darurat, ada suporting unit yang akan membantu. Khusus penembakan Briptu Ruslan yang dirampok motornya di Cimanggis, menurut penulis tidak terkait dengan aksi teroris, tetapi hanya korban kriminalitas curanmor.
Pelatihan dan Organisasi Teroris
Dari beberapa kasus penyerangan polisi, tercatat beberapa anggota Polri tewas ditembak kelompok teroris. Rentetan penyerangan pada polisi ini sebenarnya dimulai di Loki, Seram, pada 2005, 4 anggota Brimob tewas. Kemudian penyerangan pos polisi di Hamparan Perak, penyerangan polisi di Kebumen, Poso, Solo, dan terakhir di Jakarta. Tercatat sejumlah nama yang diduga terlibat dan memiliki peranan, mulai dari Asep asal Tasikmalaya, Aris Munandar di Solo, juga Abu Umar dan Abu Roban, serta Santoso. Kelompok teror kini membentuk halaqoh kecil-kecil, tersebar dibeberapa pelosok. Menurut Kepala BNPT kalau ditarik, semuanya satu jaringan yaitu jaringan Poso.
Mari kita lihat secara teori tentang teroris. Dalam buku Terrorist Games Nation yang disusun oleh Major General S. Mohindra disebutkan bahwa struktur organisasi teroris umumnya sangat sederhana. Para pelaku kelompok kecil teroris adalah pimpinan, kader aktif, pendukung aktif, pendukung pasif dan simpatisan. Para pimpinan rata-rata memiliki dedikasi secara profesional. Dia umumnya memiliki kepemimpinan yang efektif dan memperoleh dukungan struktur yang luas. Pada umumnya mereka selalu berusaha para simpatisan dan apabila memungkinkan masyarakat luas memberikan dukungan keperluan sehari-hari, baik informasi untuk kepentingan intelijen maupun sumber dana.
Untuk infrastrukturnya terdiri dari tactical unit (elemen militer), supporting unit (elemen pendukung), political unit (elemen politik), dan training unit (elemen pelatihan). Masing-masing elemen mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri, tetapi untuk satu tujuan. Pola operasi yang digunakan, lazimnya mengikuti strategi militer.
Pada umumnya elemen militer membawahi beberapa sub grup, yaitu intelijen dan tempur. Sub grup tempur ini yang dilatih khusus untuk melakukan penculikan, pembunuhan, sabotase, pengeboman, pembajakan dan lain sebagainya. Untuk elemen-elemen lainnya juga mempunyai beberapa sub grup. Jadi dalam beberapa kasus baik pengeboman, bom bunuh diri ataupun pembunuhan menurut teorinya dilakukan oleh elemen militer ini.
Pada penyergapan daerah latihan teroris di Aceh diketahui lokasi training unit di Jalin Jantho, dengan tokoh Abu Tholut, Abdullah Sonata dan Ubaid yang membuat latihan militer serta pembentukan Al-Qoidah Serambi Makkah. Pencarian dana diurus oleh Ubaid yang berkoordinasi dengan Abu Bakar Ba’asyir, untuk kebutuhan persenjataan diurus oleh Dulmatin, Abdullah Sonata dan Maulana. Sementara untuk pelatihan militernya diurusi oleh Mustaqim dan Abu Tholut. Mereka membentuk organisasi layaknya elemen militer. (Baca: "Abu Tholut Dijatuhi Hukuman 8 Tahun," http://ramalanintelijen.net/?p=4148).
Setelah upaya pelatihan di Aceh digagalkan Densus 88, beberapa tokohnya ditembak mati dan ditangkap, kemudian kelompok lainnya membentuk basis latihan baru di daerah hutan Poso, bahkan hingga menghasilkan beberapa Angkatan tanpa terdeteksi. Nah, lulusan eks pelatihan Poso tersebut yang kini menyebar bak virus. Merekalah yang dapat diperkirakan pelaku penyerangan polisi pada empat kasus diatas.
Langkah Pengamanan Polisi
Pimpinan polisi kemudian melakukan upaya pengamanan bagi para anggotanya. Para terduga teroris itu diketahui akan terus menyerang anggota polisi yang lengah. Walaupun sudah ada penjejakan, mereka tetap melakukan penyerangan hit and run. Karena itu dari pola serangan, maka langkah pengamanan pribadi dan kegiatan, berdasarkan fakta diatas difokuskan; Pertama, jangan bepergian sendiri saat malam hari antara 22.00-05.00, terlebih apabila berpakaian dinas. Kedua, dalam melakukan tugas pengamanan khususnya malam hari agar selalu ada pendamping sebagai wing man (pengaman). Ketiga, Selalu waspada saat mengendarai sepeda motor yang beberapa kali dijadikan target.
Langkah pengamanan bagi anggota Polri tidak perlu diekspose ke media, karena kesannya anggota polisi menjadi takut. Walaupun teror menyerang aspek psikologis, anggota polisi sebaiknya tetap tegar. Akan tetapi juga jangan terlalu percaya diri, mereka mengincar kesendirian polisi yang bermotor yang menyepelekan kerawanan pengamanan seperti penulis sebut diatas. Sebaiknya protap pengamanan Polri perlu diperbaharui, agar tidak jatuh korban lagi. Semakin lama terjadinya penembakan, semakin buruk efeknya.
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Artikel Terkait :
-Mengapa Sulit Menangkap Penembak Yang Sudah Diketahui?,http://ramalanintelijen.net/?p=7383
-Terduga Penembak Polisi, Nurul Haq dan Hendi Albar, http://ramalanintelijen.net/?p=7304
-Teroris Menumpuk Logistik Untuk Serangan Lanjutan, http://ramalanintelijen.net/?p=7281
-Perseteruan Antara Polisi dan Teroris makin Merucing, http://ramalanintelijen.net/?p=7204
-7 Teroris tewas ditembak Densus di Makassar dan NTB, http://ramalanintelijen.net/?p=6245
-Kembali Empat Brimob Tewas Ditembak Teroris di Poso, http://ramalanintelijen.net/?p=6150
-Teror di Poso, dua Anggota Polisi dibunuh, http://ramalanintelijen.net/?p=5817
-Teror terhadap Polisi di Solo, Satu Tewas Ditembak, http://ramalanintelijen.net/?p=5632