Bintang Muda Capres 2014, Rasanya Masih Jauh
10 June 2013 | 10:01 am | Dilihat : 638
Dua Tokoh King Maker pada 2014 (foto : rimanews.com).
Bangsa Indonesia masih berduka dengan meninggalnya Ketua MPR RI, Taufiq Kiemas di sebuah rumah sakit di Singapura, Sabtu (8/6/2013) malam. Almarhum sebagai salah satu tokoh politik dari PDIP banyak memberi warna dunia perpolitikan Indonesia khususnya sejak 2004. Penulis mencoba mengulas peluang capres mendatang dari dasar pemikiran Bang Taufiq Alm dengan menggunakan data dan indikasi intelijen dasar.
Rekam jejak Alm. Taufiq Kiemas erat dengan kiprah sang isteri Megawati yang diusung oleh PDIP menjadi capres bersama Hasyim Muzadi sebagai cawapres pada pilpres 2004. Upayanya membentuk koalisi kebangsaan antara PDIP yang didukung Golkar bersama PPP, PBR dan PDS dalam putaran kedua akhirnya dikalahkan oleh Pasangan SBY-JK.
Koalisi PDIP yang memperoleh 18,53 persen suara nasional bersama Golkar (21,58 persen) pada pemilu 2004 tersebut, kalah oleh pasangan SBY-JK (Partai Demokrat hanya memperoleh 7,45 persen). Pada pemilu 2004, tercatat jumlah pemilih terdaftar 148.000.369, dan hanya 124.420.339 pemilih yang menggunakan hak pilihnya (84,06%).
Pada pilpres 2004 tersebut ada faktor "X" yang nampaknya agak lepas dari pengamatan elit PDIP dan Bang Taufiq Alm. Dibandingkan hasil perolehan PDIP, pada pemilu 1999, partai banteng moncong putih ini demikian superior, memperoleh 33,74 persen suara nasional, sementara Partai Golkar saat itu memperoleh 22,44 persen (dari total 105.786.661 pemilih) dan Partai Demokrat belum ikut serta.
Kemerosotan suara tersebut apabila benar-benar dicermati oleh PDIP merupakan indikasi menipisnya harapan PDIP dalam memenangkan pilpres 2004. Kapal besar PDIP mulai karam, bak Titanic tenggelam secara perlahan-lahan. Antusias konstituen merosot drastis dilihat dari perolehan hasil dua pemilu. Walau pada pilpres 2004, PDIP didukung Golkar dan suaranya membesar, koalisi PDIP-Golkar tetap tidak mampu mengalahkan SBY-JK. Yang terbaca disini adalah keinginan masyarakat akan adanya perubahan pimpinan nasional, sehingga kekuatan parpol pengaruhnya menjadi sangat berkurang.
Pada pemilu 2009, ceritanya sudah sangat berbeda. Pak SBY sebagai ikon Partai Demokrat semakin mampu menaikkan citra partai dan dirinya sebagai pimpinan nasional. Secara spektakuler PD memperoleh 20,85 persen suara nasional (hampir 300 persen dibandingkan perolehan pada pemilu 2004). Sementara PDIP memperoleh 14,03 persen suara, Golkar memperoleh 14,45 persen. Indikasi perolehan suara menunjukkan bahwa publik masih menyukai dan memilih PD serta SBY, apapun alasan dan strategi yang dilakukan PD. Jago Golkar (JK-Wiranto) tidak berdaya, berada di peringkat ketiga (12,41 persen), sementara pasangan Megawati-Prabowo berada di peringkat kedua (26,79 persen). SBY-Boediono mencengangkan dan memperoleh 60,80 persen.
Nah, dari dasar berfikir indikasi intelijen tersebut bagaimana dengan pemilu dan pilpres 2014 nanti? Taufik Kiemas melihat adanya sebuah alur pemikiran konstituen yang dikatakannya menginginkan perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah keinginan Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang lebih muda. Oleh karena itu beberapa waktu terakhir, Taufiq terus menyarakan capres PDIP sebaiknya kader muda, jangan Megawati.
Calon Alternatif dan Elektabilitas Parpol menuju 2014
Penulis membaca sebuah majalah yang menyebutkan beberapa calon alternatif dan disebut sebagai bintang muda yang akan maju pada pilpres 2014. Sebenarnya beberapa lembaga survei terus berusaha mencari siapa sebenarnya calon alternatif dan bintang muda yang mungkin muncul pada 2014. Calon senior yang sudah terukur baik popularitas dan elektabilitasnya hanya tiga, Megawati, Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto.
Sementara calon presiden alternatif menurut versi Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang mengumumkan hasilnya Rabu (28/11/2012) dengan responden para opinion leader. Total skor kualitas personal menurut para opinion leader, (urutan diukur dari nilai 0-100).
Para tokoh mendapat nilai : 1. Mahfud MD (79) 2. Jusuf Kalla (77) 3. Dahlan Iskan (76) 4. Sri Mulyani (72) 5. Hidayat Nurwahid (71) 6. Agus Martowardojo (68) 7. Megawati Soekarnoputri (68) 8. Djoko Suyanto (67) 9. Gita Wirjawan (66) 10. Chairul Tanjung (66) 11. Endriartono Sutarto (66) 12. Hatta Rajasa (66) 13. Surya Paloh (64) 14. Pramono Edhie Wibowo (64) 15. Sukarwo (63) 16. Prabowo Subianto (61) 17. Puan Maharani (61) 18. Ani Yudhoyono (60).
Lembaga Survei PDB dengan tokoh Didik Rachbini dalam acara Dinamika Baru Bursa Capres 2014 di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (6/2/2013) menyampaikan hasil surveinya. Survei PDB dengan margin of error plus-minus 2,8 persen, menjaring 1.200 responden berusia minimal 17 tahun dari 30 provinsi. Menggunakan pertanyaan apa partai politik yang diinginkan pada Pemilu 2014, Partai Golkar dan PDI-P sama-sama mendapatkan 14 persen suara responden. Partai Demokrat mendapatkan 9,9 persen. Partai Gerindra diperingkat keempat dengan 8,7 persen suara, PKB 6,7 persen, Partai Nasdem 5,5 persen, PAN 4,5 persen, dan PPP 3,4 persen. PKS 2,9 persen dan Partai Hanura 0,5 persen.
Untuk elektabilitas capres 2014, PDB merilis, Joko Widodo (Jokowi) berada di urutan pertama dengan 21,2 persen, Prabowo 18,4 persen, Megawati 13,0 persen, Rhoma Irama 10,4 persen, Aburizal Bakrie 9,3 persen, Jusuf Kalla 7,8 persen dan Wiranto 3,5 persen.
Survei CSIS yang dilakukan 9-16 April 2012013, dengan responden 1.635 orang dari 31 provinsi, margin of error 2,42 persen. Hasilnya, elektabilitas Partai Golkar sebesar 13,2 persen, PDIP 12,7 persen, Partai Gerindra 7,3 persen, Partai Demokrat 7,1 persen, Partai Amanat Nasional 4 persen, Partai Kebangkitan Bangsa 3,5 persen. Partai Keadilan Sejahtera sebesar 2,7 persen, PPP 2,2 persen, Partai Hanura 2,2 persen, Partai Nasdem 1,3 persen, PBB 0,4 persen, dan di urutan terakhir Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 0,2 persen.
Untuk capres menurut CSIS, tingkat elektabilitas Capres Joko Widodo tertinggi 28,6 persen. Tokoh lainnya, Prabowo Subianto 15,6 persen, Aburizal Bakrie 7 persen, Megawati 5,4 persen, Jusuf Kalla 3,7 persen, Mahfud MD. 2,4 persen, Hatta Rajasa 2,2 persen, sementara 28 persen responden belum memiliki pilihan.
Dari segi popularitas, Jokowi 85,9 persen, Ani Yudhoyono 78,5 persen, Sri Sultan Hamengku Buwono X 59,5 persen, Dahlan Iskan 42,6 persen, Mahfud MD 39,6 persen, Pramono Edhie Wibowo 20,2 persen, Djoko Suyanto 15,2 persen, dan Gita Wirjawan 8,4 persen.
Siapa Yang Berpeluang?
Dari beberapa fakta diatas, nampaknya Partai Golkar dan PDIP masih menjadi dua parpol papan atas yang tidak tergoyahkan, sementara parpol lainnya masih di posisi papan tengah (termasuk Partai Demokrat) dan lainnya di papan bawah (rawan tereliminasi PT).
Dari fakta pemilu dan pilpres 2004 dan 2009, kecenderungan masyarakat pada pemilu 2014 panggung masih akan dikuasai oleh partai nasionalis, khususnya Golkar dan PDIP. Parpol lain yang kemungkinan akan menduduki posisi ketiga nampaknya akan diduduki oleh Partai Gerindra dan mungkin akan bersaing dengan Demokrat apabila sukses memperbaiki citranya. Disitulah kekuatan para capres yang juga akan muncul, seperti perjalanan pilpres 2004 dan 2009. Sementara ini Ketiga partai sudah mempunyai gambaran para capres unggulan masing-masing. Golkar dengan ARB, PDIP (posisi Mega sebagai capres masih kuat) dan Gerindra dengan Prabowo. Sementara PD belum mempunyai calonnya.
Lantas, bagaimana dengan para bintang muda 2014? Pada umumnya para bintang muda yang disebut oleh majalah yang penulis baca agak terburu-buru dimunculkan tanpa didukung fakta keterpilihan. Yang valid sementara ini hanyalah Jokowi, elektabilitasnya bagus dan dia mempunyai peluang sebagai kader PDIP. Sementara Gita Wiryawan, elektabilitasnya masih rendah, walau kini sudah menunjukkan minatnya sebagai capres, akan maju ke konvensi Demokrat. Untuk Chairul Tanjung dan Ganjar Pranowo nampaknya masih jauh dan berat untuk maju, elektabilitasnya masih belum nampak.
Untuk sementara ini hanya tiga parpol yang nampaknya akan kuat pada 2014, Golkar, PDIP dan Gerindra. ARB mulai menguat dengan iklan-iklannya, hanya hambatan Lapindo apabila diselesaikan menjelang 2014, bukan tidak mungkin ARB akan menjadi petarung first class. Prabowo elektabilitasnya, baik dirinya maupun Gerindra, terus membaik. Apabila Gerindra pada pemilu 2014 mampu menjadi parpol papan atas, maka Prabowo bisa menjadi calon alternatif kuat, akan menjadi palingan arah konstituen menggantikan SBY, judulnya perubahan dari Jenderal ragu ke Jenderal berani dan tegas, kira-kira begitu.
Yang sangat menarik, menurut penulis, elektabilitas PDIP yang terus membaik dan masih bertahannya elektabilitas Ibu Mega. Dengan ketidak beradaan Bang Taufiq, nampaknya peluang Partai Demokrat untuk berkoalisi dengan PDIP akan mengecil. Strategi para pendukung Gita Wiryawan yang akan menggandengkan dengan Jokowi jelas akan sulit terwujud.
PDIP kini menjadi parpol berpeluang terbesar untuk menjadi penguasa, mempunyai dua calon presiden, Mega dan Jokowi. Daya tarik Jokowi kini jelas terus naik, dipantau ketat oleh Ketua Umum PDIP. Apabila Jokowi dinilai masyarakat Jakarta dan Indonesia sukses di Jakarta, dia berpeluang dijadikan capres oleh Mega, harapan menjadi Mr.President sangat besar. Kerawanan Jokowi adalah apabila dia dinilai gagal di Jakarta. Disinilah Mega akan tampil sebagai capres, elektabilitas kuat, dan beliau kini menurut penulis adalah satu-satunya capres dengan predikat patron di Indonesia.
Jadi kesimpulannya, Bintang muda yang lain pada 2014 masih jauh, perlu berusaha sangat keras, tokoh lokal sulit menjadi tokoh nasional, kecuali dia mampu menempatkan dirinya dengan baik. Menunjukkan dia memang pantas sebagai presiden yang disukai rakyat, kata kuncinya adalah kejujuran. Tetapi politik terus bergulir, jangan sepelekan Pak SBY, beliau kini adalah king maker unggul, pesaingnya hanyalah Ibu Megawati sebagai sesama king maker. Inilah persaingan yang sebenarnya menuju ke 2014. Jangan sepelekan tokoh-tokoh tua itu. Begitu?
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net