Teroris Menyerang Polres Poso dengan Bom Bunuh Diri
3 June 2013 | 11:38 am | Dilihat : 490
Senin pagi (3/6/2013) sekitar pukul o8.03 Wita, terjadi serangan bom bunuh diri ke kantor Polres Poso. Pelaku yang mengenakan jaket hitam, dengan mengendarai sepeda motor melaju masuk ke halaman Polres dan meledakkan bomnya sekitar 20 meter dari gerbang. Pada kejadian tersebut pelaku tewas dengan badan hancur dan kaki tangan terputus, bagian kepala masih utuh karena pelaku menggunakan helm. Dari pihak Polres tidak jatuh korban, hanya seorang pekerja bangunan mengalami luka-luka akibat serpihan bom.
Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar saat dikonfirmasi menyatakan "Dugaan sementara bagian dari aksi teror karena mirip dengan aksi-aksi sebelumnya," katanya. Selanjutnya dijelaskan, "Tigapuluh meter dari penjagaan terdengar suara ledakan. Sementara diduga sebagai bom bunuh diri karena badan pelaku hancur. Saat ini masih olah TKP untuk mencari jati diri pelaku." Menurut beberapa informasi, terjadi dua kali ledakan, yang pertama ledakan kecil dan kedua ledakan besar.
Kapolda Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto Polisi menyatakan, hingga kini akses ke pusat ledakan masih disteril, polisi masih melakukan olah tempat kejadian perkara. "Saat ini kami sedang melakukan olah tempat kejadian perkara sambil menunggu tim labfor, juga tim DVI (Disaster Victim Identification) untuk mengidentifikasi korban," katanya.
Walupun hingga kini belum jelas siapa atau kelompok mana yang melakukan serangan bom bunuh diri tersebut, nampaknya dapat diperkirakan pelaku adalah bomber binaan tokoh teror yang sangat terkenal di Poso yang bernama Santoso. Kelompok yang dikenal fanatis dan sadis ini beberapa kali terlibat membunuh anggota polisi, dan yang bersangkutan hingga kini masih menjadi DPO polisi.
Dalam penggerebekan tersangka teroris beberapa waktu lalu salah satu tersangka (Abu Roban) yang ditembak mati di Kendal Jateng, terkait dengan Santoso. Santoso alias Abu Umar adalah tokoh sentral teroris Poso. Santoso ini giat merekrut dan ahli dalam membentuk mental serta jiwa teroris. Dia juga lihai dalam mengembangkan praktik pelatihan dalam sejumlah aksi teror, termasuk dalam aksi penembakan tiga anggota polisi di BCA di Palu, 25 Mei 2011. Dia pemimpin 20 orang terduga teroris yang ditangkap di sejumlah tempat dan pimpinan halaqoh Cileduk.
Seperti yang dikatakan oleh Karo Penmas Polri Brigjen Boy Rafli Amar beberapa waktu lalu, bahwa “Terorisme berada dalam simpul besar.” Jaringan terorisme Indonesia masih saling berkaitan. Mereka ada dalam simpul besar, dan masih aktif. Bagi kelompok teroris, anak muda adalah sasaran yang potensial, karena mereka paling mudah dipengaruhi dan dicuci otaknya. Masih mencari-cari jati diri. Ketika diiming-imingi janji, mereka terjebak dalam kelompok radikal itu. Tokoh perekrut didaerah Poso yang sangat potensial adalah Santoso alias Abu Umar itu. Dia membina jaringan hingga Solo dan NTB.
Dari penembangan pemeriksaan saat penangkapan bom Beji, Depok, didapat pengakuan bahwa bahwa aksi teroris yang terjadi saat ini tidak lagi menunggu perintah amir atau pimpinannya, tapi dilakukan secara parsial, meskipun muaranya sama. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri, Irjen Pol Suhardi Alius di Jakarta, Sabtu (16/03) mengatakan , "Kecenderungan pola teroris dalam melakukan aksinya tidak lagi menunggu perintah dari amirnya dan berkembang satu-satu kelompoknya, hal ini yang perlu diwaspadai," katanya. Juga dikatakannya, kelompok teroris tidak lagi secara fisik menerima pelatihan bagaimana cara merakit bom misalnya, tapi dengan cara mempelajarinya dari situs-situs di internet.
Jadi dalam kasus bom bunuh diri di Polres Poso ini, diperkirakan dilakukan oleh pendukung aktif kelompok (kemungkinan Santoso) yang sasarannya adalah pihak kepolisian. Polisi terus dijasikan target oleh kelompok teroris karena dianggap sebagai musuh yang melawan mereka. Kasus Beji, dengan target Mako Brimob Jakarta, kasus penyerangan polisi di Solo dan beberapa penembakan polisi di Poso kembali menguatkan bahwa Polisi adalah "prominent target." Dengan demikian nampaknya harus dipikirkan ulang pengamanan personil, materiil dan informasi.
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net