Ganjar Menang, PDIP sukses Memainkan Kartu Muda?
28 May 2013 | 4:57 am | Dilihat : 535
Ganjar Pranowo dan Jokowi mirip (merdeka.com)
Pemilihan Gubernur di Jawa Tengah 2013 merupakan salah satu pesta demokrasi penting bagi partai politik yang akan bertarung pada pemilu 2014 mendatang. Apabila kita melihat data KPU pada pemilu nasional 2009, jumlah pemilih seluruh Indonesia, pada tahun 2009, dari jumlah penduduk 232 juta jiwa, tercatat jumlah pemilih sebanyak 171.265.442 jiwa. Dari jumlah tersebut pemilih di pulau Jawa pada 2009 merupakan mayoritas dibandingkan pulau-pulau lainnya, yakni sebesar 102.543.365 jiwa. Jawa Tengah menduduki urutan ketiga terbanyak (26.190.629) setelah Jawa Timur (29.514.290) dan Jawa Barat (29.002.479).
Menjelang pemilu 2014 yang tersisa sekitar setahun kurang, maka posisi orang nomor satu di tiap-tiap propinsi dengan jumlah penduduk yang besar merupakan point penting yang akan memengaruhi perolehan suara parpol pengusung si calon. Yang akan menyulitkan adalah apabila cagub diusung oleh sebuah koalisi. Nah, pada pilgub di Jawa Tengah ini, PDIP sukses mengusung kadernya sendiri tanpa harus berkoalisi dengan parpol lainnya.
Pada pilgub yang dilaksanakan pada 26 Mei 2013, calon PDIP, Ganjar-Heru menurut penghitungan cepat SMRC (quick count) dinyatakan unggul dengan perolehan suara 49,93 persen, disusul calon (incumbent) Bibit Waluyo-Sudijono 30,15 persen, dan Hadi Prabowo-Don Murdono sebesar 19,92 persen. Pasangan Bibit-Sudijono didukung tiga parpol (Partai Demokrat, partai Golkar, dan PAN), serta pasangan Hadi-Nurdono didukung oleh PKB, PPP, PKS, Partai Gerindra, PKNU dan Hanura.
Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer (IB) Muhammad Qodari, Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko memenangi Pilkada Gubernur Jawa Tengah yang digelar Minggu (26/5), karena pasangan tersebut mengalami akselerasi tingkat pengenalan (popularitas) dan elektabilitas. Pada awal pendaftaran, sekitar dua bulan menjelang pilgub, nama Ganjar Pranowo belum begitu dikenal di Jawa Tengah (Baca artikel penulis "Pilgub Jawa Tengah dan Jokowi Effect, http://ramalanintelijen.net/?p=6572). Banyak pihak yang meragukan calon PDIP tersebut, dan memperkirakan Bibit Waluyo sebagai incumbent masih akan sulit ditumbangkan.
Yang terjadi kemudian ternyata Bibit-Sudijono akhirnya tumbang, dimana Ganjar-Heru menang di delapan daerah pemilihan dari 10 daerah pemilihan di Jawa Tengah. Sedangkan incumbent Bibit Waluyo hanya menang di dua daerah pemilihan, masing-masing dapil dua yang meliputi daerah Kudus-Jepara-Demak dan dapil tiga yaitu Pati-Blora-Rembang-Grobogan.
Menarik yang disampaikan oleh Qodari bahwa empat hal yang menyebabkan Ganjar menang, yaitu Jateng sebagai basis terkuat PDIP, secara struktural mesin politik PDIP bekerja keras untuk memenangkan pasangan ini, dukungan ketokohan Megawati Soekarnoputri dan Jokowi. Dan figur Ganjar Pranowo yang masih muda, enerjik, cerdas, dan dipersepsikan pro perubahan.
Nah, keberhasilan pasangan Ganjar-Heru merupakan strategi PDIP yang mampu memanfaatkan menurunnya citra Bibit dimata rakyat Jawa Tengah. Disamping itu secara psikologis Bibit bukanlah kader parpol pendukungnya, sehingga mesin partai tidak sepenuhnya bekerja. Pengaruh psikologis lainnya, Bibit pada pemilihan sebelumnya diusung oleh PDIP, sehingga simpati masyarakat Jawa Tengah terhadapnya tidak tinggi. Selain itu dukungan pemilih muda terhadap Ganjar Pranowo merupakan salah satu penentu suksesnya strategi PDIP (Baca "PDIP, Golkar,Hanura,Gerindra, disukai Pemilih Pemula," http://ramalanintelijen.net/?p=6855 ).
Kemenangan Ganjar sebagai kader muda PDIP pada pilgub di Jawa Tengah ini merupakan pembuktian PDIP mulai memperbaharui kader-kader mudanya untuk diajukan bersaing pada tataran sektoral daerah dalam rangka persiapan menghadapi pemilu 2014 mendatang. PDIP telah mencoba mengajukan beberapa calon muda untuk bertarung di beberapa Pilkada, di DKI Jakarta, kader PDIP Jokowi menang, di Jawa Barat kader PDIP Rieke Diah Pitaloka kalah, di Sumatera Utara kader PDIP Efendi Simbolon kalah, di Bali kader PDIP Anak Agung Ngurah Puspayoga kalah. Walau kalah dibeberapa daerah, PDIP nampak lebih maju selangkah dengan strategi kader muda.
Kesuksesan persaingan dalam pilkada seperti kita ketahui lebih kepada siapa figur yang diajukan, walaupun mesin partai juga tetap mempunyai pengaruh sebagai pendukungnya. Masyarakat kini lebih melek politik dan lebih bebas dalam menentukan pilihan, apabila mereka tidak suka, masyarakat akan memilih sebagai golput. Keberhasilan Jokowi dan kemudian kini Ganjar Pranowo merupakan langkah taktis dalam memenangkan pemilu 2014.
Figur muda yang bersih, enerjik, pro perubahan nampaknya akan menjadi trend calon pemimpin dimasa mendatang. Apakah teori Taufik Kiemas manjur dan benar?Nampaknya masih perlu diuji. Dari sampel lima Pilkada, PDIP sukses di dua tempat, kegagalannya lebih besar (tiga), kita akan melihat pilkada berikutnya (di Jawa Timur).
Walau strategi persaingan tua muda menuju pilpres 2014 kini terjadi ketat di PDIP, penulis masih meyakini Ibu Megawati tetap calon terbaik PDIP sebagai capres. Apabila digeserkan kepada calon mudanya, penulis meragukan kesuksesan strategi barunya tersebut. Kuncinya, pemimpin nasional harus menjadi patron terlebih dahulu. Adakah patron dikalangan kader muda PDIP, nampaknya belum.
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net