Antara dua Teroris Jakarta dan Keprihatinan Rohingya

5 May 2013 | 10:57 pm | Dilihat : 791

 

Pada Kamis (2/5) pukul 21.30 WIB, Densus 88 mengamankan 2 tersangka teroris JM alias Asep dan Ovie. Keduanya dibekuk di Jl Sudirman di pertigaan Bendungan Hilir (Benhil), Jakpus. Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar menjelaskan pada Jumat (3/5/2013) dini hari, keduanya saat ditangkap membawa bom rakitan. "Barang bukti 5 buah bom pipa yang sudah siap diledakkan," kata Boy.

Para tersangka yang ditangkap diduga terlibat dalam serangan baru-baru terhadap polisi. "Mereka memiliki hubungan dengan terorisme dari bukti yang telah kami sita," kata Boy. "Kami masih menyelidiki dan mencari anggota kelompok lain yang diduga." Tidak dijelaskan kapan para tersangka akan melakukan serangan.

Selanjutnya pada pukul 22.00 WIB, Densus melakukan penggebekan  di sebuah rumah di Jalan Bangka II F, RT 02 / RW 13, Pela Mampang, Mampang Prapatan, Kebayoran baru, Jakarta Selatan. Pihak kepolisian menemukan tiga buah rangkaian bom dirumah yang menjadi rumah kos keduanya. "Ada diduga tiga (bom) yang disita," kata Kabid Humas Polda Metro jaya, Kombes Rikwanto. Rumah satu lantai bercat merah, beratapkan seng tersebut dijadikan kios isi ulang air mineral galon oleh pengontraknya. Rumah tersebut dikenal warga dimiliki oleh warga bernama Anom.

Dari penggerebekan di dua lokasi tersebut telah ditangkap  tiga orang terduga teroris dan seorang bayi. Dua dari tersangka teroris diidentifikasi sebagai pasangan suami-istri bernamal Jaenal alias Asep dan Ovie. Sedangkan, satu pria lain belum diketahui identitasnya.

Keduanya tersangka teroris tersebut diduga akan meledakkan bom di Kedutaan Besar Myanmar, Jalan H Agus Salim Jakarta. Target utama mereka yang mengincar Kedubes Myanmar adalah sebagai wujud rasa solidaritas terkait penindasan dan pembantaian umat muslim di Myanmar.

Pengamat teroris Al Chaidar menduga A dan O yang ditangkap oleh Densus 88 adalah anggota jaringan teroris yang selama ini dicari polisi. Chaidar menduga mereka adalah kelompok Abu Umar, jaringan yang sebelumnya merancang percobaan pembunuhan terhadap politikus Matori Abdul Djalil (Alm), rencana pengeboman beberapa kedutaan, dan sejumlah ledakan di Jabodetabek. Jaringan Abu Umar selama ini juga dituding bertanggungjawab atas sejumlah perampokan toko emas. Perampokan tersebut diduga untuk mendanai gerakan mereka termasuk pembelian bahan-bahan peledak.

Pada tahun lalu  Abu Bakar Ba'asyir yang oleh dunia internasional dikenal sebagai ulama Islam radikal dari dalam penjara mengirim surat kepada presiden Myanmar menyatakan mengancam untuk menyerang negara tersebut apabila terus melakukan  penganiayaan. Dua minggu yanglalu, Ba'asyir mengeluarkan seruan baru bagi jihad dan mendesak umat Islam Indonesia untuk pergi ke Myanmar untuk melawan. Setelah anjurannya tersebut, telah ditangkap dua orang bomber yang akan menjadikan Kedubes Myanmar sebagai target. Bukan tidak mungkin ada kaitan antara fatwa tokoh yang sedang dipenjara ini dengan pengebom tersebut.

 

Demonstrasi Terhadap Kedubes Myanmar di Jakarta

 

Pada hari Jumat, 3 Mei 2013, terjadi aksi demo terhadap Kedubes Myanmar Jakarta.  Massa Forum Umat Islam (FUI) yang berunjuk rasa di Hotel Indonesia bergerak menuju Kedutaan Besar Myanmar di Jalan K.H. Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat,  Para demonstran itu berjalan kaki sambil berorasi mengecam tindakan kekerasan yang diambil pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Dimuka kantor Kedubes, bergabung massa FPI (Front Pembela Islam).

Sekjen Forum Umat Islam, Muhammad Al Khathath, mengatakan aksi ini sebagai rasa persaudaraan mereka kepada Muslim Rohingya di Myanmar. FUI menuntut Pemerintah Myanmar menghentikan program pembersihan etnis Muslim di Arakan dan wilayah Myanmar lainnya. "Dari 4 juta Umat Islam di sana, sekarang hanya tinggal 700 ribu. Umat Islam di sana dibantai, ada yang kewarganegaraannya dicabut juga," ujar Al Khathath dalam orasinya (Vivanews 3/5/2013).

Polda Metro Jaya menerjunkan 1.654 personel untuk mengamankan aksi tersebut. Polisi sudah berjaga di depan gedung kedutaan sejak Kamis kemarin, menyusul adanya ancaman bom yang dilaporkan pihak Densus. Sebagai langkah antisipasi, Kedutaan Besar Myanmar sudah memulangkan sebagian besar stafnya dan hanya menyisakan tiga diplomat saja. Dubes Myanmar U Nyan Lyn menyerahkan pengamanan Kedubesnya kepada pihak kepolisian.

Para pendemo yang berorasi didepan deretan polisi mengibarkan bendera dan meneriakan: "Muslim bersatu! Tidak akan kalah!  Sementara itu Kedubes AS di Jakarta mengeluarkan pemberitahuan yang mendesak warganya untuk menjauh dari daerah demo. Truk petugas, pasukan  anti huru hara, ditempatkan di gedung-gedung di dekatnya dan hotel, sementara meriam air dan kendaraan lapis baja diparkir di jalan. Protes serupa dengan ratusan peserta juga diadakan di kota Jawa Tengah Solo dan di sebuah kuil Buddha di Medan, ibukota provinsi Sumatera Utara.

Ketua FPI Habib Rizieq Shihab, meminta Umat Islam menegakkan Ukhuwah Islamiyah. Menurutnya aksi ini merupakan bentuk dukungan moril kepada Muslim Rohingya. "Kami minta seluruh Umat Islam menegakkan Ukhuwah Islaminya untuk bersatu demi pembebasan saudara-saudara yang mengalami kekerasan Myanmar Rohingya," kata Rizieq.

 

Sejarah dan Kondisi Muslim Rohingya yang Memprihatinkan

 

Kekerasan sektarian dari kelompok mayoritas yang beragama Budha di Myanmar telah membunuh puluhan, dan ribuan Muslim telah diusir dari rumah mereka. Awal pekan ini, satu orang telah tewas dan sekitar 160 bangunan yang terdiri dari masjid, rumah dan toko hancur di daerah yang tidak jauh dari Yangon, kota terbesar Myanmar.  Anggota kelompok etnis Rohingya terus menghadapi diskriminasi parah di Myanmar. Mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, meskipun banyak dari mereka yang  juga lahir di Myanmar.

Muslim Rohingya oleh PBB digambarkan sebagai  "salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia."  Mereka telah ditolak berkewarganegaraan Myanmar (Burma) sejak undang-undang kewarganegaraan 1982 diundangkan. Tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan tanpa izin resmi, dilarang memiliki tanah dan diminta untuk menandatangani komitmen untuk tidak memiliki lebih dari dua anak. Menurut Amnesti Internasional, muslim Rohingya terus menderita pelanggaran hak asasi manusia di bawah junta Burma sejak tahun 1978, dan banyak yang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Myanmar menganggap komunitas ini, dari sekitar 800.000 yang menetap di Rakhine, sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.  Sebuah pernyataan, tahun lalu, oleh Presiden Burma Thein Sein bahwa semua Rohingya  harus dideportasi atau ditempatkan di kamp-kamp pengungsi memicu eksodus massal. Ironis bagi wanita yang menjadi ikon Myanmar, Aung San Suu Kyi, dimana dirinya menghadapi kebrutalan dan dianugerahi hadiah Nobel untuk langkah kemanusiaan, belum mampu memainkan peran yang berarti untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan ini.

Selanjutnya dijelaskan, mereka juga mengalami berbagai bentuk pemerasan dan perpajakan sewenang-wenang, perampasan tanah, penggusuran paksa dan penghancuran rumah, dan pembatasan keuangan tentang pernikahan. Rohingya terus digunakan sebagai buruh kerja paksa di jalan dan di kamp-kamp militer, meskipun jumlah tenaga kerja paksa di negara bagian Rakhine telah menurun selama satu dekade terakhir.

Asal kata Rohingya hingga kini banyak menjadi perdebatan para ahli sejarah. Menurut etimologi, istilah "Rohingya" berasal dari kata Rohang, kata Rohingya untuk negara bagian Arakan, dari mana berasal Rohingya. Meskipun beberapa sejarawan Rohingya, seperti Khalilur Rahma, berpendapat bahwa nama Rohingya mungkin berasal dari kata Arab Rahma berarti 'belas kasihan.' Mereka melacak kembali sejarah adanya kapal Arab yang karam di abad ke-8. Menurut mereka, setelah kapal karam didekat Pulau Ramree, pedagang Arab diperintahkan untuk dieksekusi oleh raja Arakan. Lalu, mereka berteriak dalam bahasa mereka, 'Rahma'. Oleh karena itu, orang-orang ini disebut 'Raham'. Secara bertahap berubah dari Raham ke Rhohang dan akhirnya ke Rohingya.

Pendapat lain diutarakan  oleh Jahiruddin masing Ahmed dan Nazir Ahmed, mantan Presiden dan Sekretaris Konferensi Muslim Arakan. Mereka berpendapat bahwa kapal Islam yang karam saat ini disebut Muslim Thambu Kya, dan posisinya berada di sepanjang pantai laut Arakan. Jika istilah Rohingya memang berasal dari kelompok Muslim, "Thambu Kyas," mereka  akan menjadi kelompok pertama yang dikenal sebagai Rohingya. Menurut mereka, Rohingya adalah keturunan penduduk Ruha di Afghanistan. Sejarawan lain, MA Chowdhury berpendapat bahwa di antara populasi Muslim di Myanmar, istilah 'Mrohaung' (Raya Tua Arakan) menyerbu ke Rohang. Dan dengan demikian penduduk wilayah disebut Rohingya.

Penderitaan muslim Rohingya terjadi sejak lama, pada tahun 1978 lebih dari 200.000 Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, menyusul   operasi yang dilakukan militer Myanmar 'Nagamin' ('Raja Naga'). Secara resmi kampanye ini bertujuan untuk "meneliti setiap orang yang menetap di negara bagian, memeriksa warga negara dan orang asing sesuai dengan hukum dan mengambil tindakan terhadap orang asing yang telah disaring ke negara itu secara ilegal." Kampanye militer ini langsung menargetkan warga sipil, dan mengakibatkan pembunuhan meluas, pemerkosaan dan perusakan masjid dan penganiayaan agama lanjut.

Selama 1991-92 dalam aksi kekerasan gelombang baru, lebih dari seperempat juta Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Mereka melaporkan perlakuan kerja paksa yang meluas, serta tindakan eksekusi, penyiksaan, dan pemerkosaan. Orang-orang Rohingya dipaksa bekerja tanpa dibayar oleh tentara Myanmar pada infrastruktur dan proyek perekonomian dalam kondisi yang keras. Banyak pelanggaran HAM lainnya terjadi dalam konteks kerja paksa dari Rohingya sipil oleh pasukan keamanan.

Pada tahun 2005, UNHCR telah mengusahakan membantu  pemulangan Rohingya dari Bangladesh, namun tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di kamp-kamp pengungsi telah mengancam upaya ini.  Meskipun upaya sebelumnya oleh PBB, sebagian besar pengungsi Rohingya tetap berada di Bangladesh, tidak bisa kembali karena sikap negatif rezim yang berkuasa di Myanmar. Kini mereka menghadapi masalah di Bangladesh juga di mana mereka tidak menerima dukungan dari pemerintah lagi. Pada bulan Februari 2009, banyak pengungsi Rohingya diselamatkan oleh pelaut Aceh di Selat Malaka, setelah 21 hari di laut.

Selama bertahun-tahun, ribuan Rohingya telah melarikan diri ke Thailand juga. Ada sekitar 111.000 pengungsi ditempatkan di 9 kamp di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar. Ada tuduhan bahwa kelompok Rohingya telah dikirim kelaut lepas dari Thailand, dan ditinggalkan di sana. Pada bulan Februari 2009 ada bukti tentara Thailand penarik muatan kapal pengungsi Rohingya  ke laut. Sekelompok pengungsi diselamatkan oleh pihak keamanan Indonesia juga pada bulan Februari 2009, mereka menyampaikan berita mengerikan tentang penangkapan dan pemukulan oleh militer Thailand, dan kemudian ditinggalkan di laut terbuka.

Sementara itu dunia internasional terus memprihatinkan ledakan kekerasan komunal antara Budha dan Muslim di negara bagian Rakhine Barat yang dalam beberapa bulan terakhir menyebar ke Myanmar Tengah. Myanmar telah menolak tawaran  ASEAN untuk memulai negosiasi agar kekerasan komunal berakhir. Menurut Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan, "Myanmar percaya itu adalah masalah internal mereka". "Tapi masalah internal Anda bisa menjadi milik kita hari berikutnya jika Anda tidak hati-hati," kata Surin pada tanggal 29 Januari 2013. Dia mengusulkan pembentukan pembicaraan tripartit antara ASEAN, PBB dan pemerintah Myanmar untuk mencegah kekerasan yang menyebabkan dampak regional yang lebih luas.

Pada bulan November 2012 Presiden Amerika Barack Obama telah menunjungi Myanmar dan menekankan dilakukannya reformasi demokratis dari pemerintahan yang otoriter. Diberitakan oleh kantor berita AP bahwa Presiden reformis Myanmar Thein Sein akan mengunjungi Gedung Putih bulan ini. Ini akan menjadi kunjungan pertama oleh seorang pemimpin seperti Myanmar sejak tahun 1966.

Akankah persoalan muslim Rohingya akan segera selesai, nampaknya masih dibutuhkan jalan panjang, karena dasar perseteruan adalah konflik komunal Budha yang didukung pemerintah dengan Rohingya yang tidak dianggap sebagai warga Myanmar.  Ikut campurnya dunia internasional serta beberapa negara besar khususnya AS yang menekan perubahan pemerintahan otoriter menjadi demokratis diharapkan akan mempercepat penderitaan muslim Rohingha.

Keterlibatan umat muslim dalam langkah solidaritas tidak tepat apabila melakukan tindakan seperti yang baru tertangkap, merencanakan pengeboman di Jakarta. Pemerintah RI juga sudah mengambil langkah-langkah diplomatis untuk membantu menyelesaikan kasus Rohingya. Hanya sulitnya, Myanmar merupakan satu dari dua negara disamping Korea Utara yang menutup diri, menolak penerapan faham demokrasi. Myanmar menerapkan pemerintahan otoriter. Apabila mendatang ada perubahan politik di Myanmar, maka diharapkan kasus Rohingya akan ikut terselesaikan.

Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi gambar : thestateless.com

                 
This entry was posted in Sosbud. Bookmark the permalink.