Esprit de Corps yang Keliru Dipahami Prajurit

24 April 2013 | 11:05 am | Dilihat : 1977

Kasus pemukulan oleh beberapa anggota Yon Zikon 13 (Batalion Zeni dan Konstruksi) TNI AD terhadap anggota Satgas Keamanan kantor DPP PDIP di Lenteng Agung kini mengundang reaksi dari publik dan beberapa pejabat pertahanan/TNI. Kasus penyerbuan anggota Kopassus ke penjara Cebongan belum selesai ditangani, kini sudah muncul kasus baru dengan sasaran masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa kasus kekerasan yang dilakukan anggota TNI yang emosional lebih menarik perhatian dimulai setelah puluhan anggota Yon Armed (Artileri Medan) 15/76 Tarik Martapura menyerbu dan membakar Polres OKU pada 7 Maret 2013.

Penulis sebenarnya kemarin sore diundang oleh TV One untuk ikut membahas mengapa para anggota TNI AD akhir-akhir ini mudah tersulut emosinya? Berhubung penulis sedang berada diluar kota, terpaksa wawancara tidak dapat dilaksanakan.

Dari ketiga kasus tersebut, dua kasus berhubungan dengan terbunuhnya anggota kesatuan oleh orang atau sasaran yang kemudian menjadi target pembalasan. Sementara kasus ketiga penyebabnay jelas lain. Kasus penyerangan Polres  OKU dilakukan oleh puluhan anggota Armed setelah salah satu anggota pasukan itu (Pratu Heru) ditembak oleh seorang anggota Polantas (Brigpol Wijaya) karena saling ejek dan memanasi sesamanya. Pada 7 Maret 2013, sekitar 75 anggota Yon Armed kemudian menyerang Polres OKU, merusak dan membakar kantor dan kendaraan, menewaskan seorang warga sipil dan melukai empat anggota polisi. Baca artikel penulis "Mengapa Anggota TNI dan Polri Konflik Fisik?"http://ramalanintelijen.net/?p=6521.

Pelaku kasus OKU dinyatakan akan disidangkan perdana pada 25 April 2013 di pengadilan militer Palembang, sementara bekas Dan Yon Armed Mayor Ifien Anindra akan disidang di Medan.

Kasus kekerasan kedua oleh anggota TNI adalah penyerbuan rumah tahanan Cebongan di Sleman Sabtu (23/3/2013). Dalam peristiwa tersebut,  11 anggota Kopassus Kandang Menjangan Kertosuro, sekitar pukul 00.30 WIB telah menembak mati empat orang tahanan titipan Polda Yogyakarta. Pembunuhan terasa menggiriskan dan berbuntut panjang, karena Komnas HAM menyatakan kasus tersebut adalah pelanggaran HAM berat. Petinggi Kemhan dan TNI menyatakan aksi tersebut lebih disebabkan karena alasan Esprit de Corps, setelah Serka Santoso anggota Kopassus dibunuh oleh empat orasng yang ditembak di Cebongan itu. Kesebelas anggota Kopassus tersebut akan diadili di Pengadilan Militer (Dilmil) II - 11 Yogyakarta.

Kasus keributan antara 10 anggota Yon Zikon di kantor PDIP mengakibatkan tiga anggota pengamanan DPP PDIP menderita luka-luka. Kasus bermula karena senggolan sepeda motor antara Prada Puguh (Anggota Zikon) dengan seorang warga pada hari Sabtu (20/4/2013) sekitar pukul 20.30 WIB di sekitar stasiun pengisian BBM di sebelah kantor DPP PDIP. Setelah senggolan, Pratu Puguh memanggil teman-temannya, sehingga warga takut dan bersembunyi di Kantor PDIP. Sepuluh tentara kemudian memukuli tiga petugas keamanan PDIP.

TNI AD memutuskan lima dari anggota Zikon tidak terbukti melakukan tindak pidana, hanya ikut-ikutan, kelimanya akan ditahan dan disidang internal oleh Ankum (atasan yang berhak menghukum). Sementara lima anggota lainnya ditetapkan sebagai tersangka, ditahan di Pomdam Jaya untuk diperiksa lebih lanjut.  demikian penjelasan Kadispen TNI AD, Brigjen TNI Rukman Ahmad.

Nah, dari ketiga kasus tersebut, apa sebenarnya yang sedang terjadi? Nampaknya para prajurit TNI itu demikian tinggi emosinya, mereka langsung bergerak begitu ada rangsangan dan ada pencetus gerakan diantara mereka. Dalam dua kasus pertama di OKU dan Cebongan, emosi anggota pasukan demikian tinggi untuk membalas dendam. Yang terjadi adalah kekerasan yang sulit diredam, bahkan di OKU, Komandan batalyonnya ikut terlibat dan akan diadili. Aksi di OKU dilakukan puluhan anggota dengan keberanian menyerbu Polres dan Polsek. Aksi balas dendam tersebut tercover dengan alasan Esprit de Corps.

Sementara penyerangan ke Lapas Cebongan, para oknum pasukan khusus tersebut di cover pimpinan untuk dilindungi agar tidak masuk katagori pelanggaran HAM berat. Sanksinya akan sangat berat, sudut pandang Komnas HAM menurut TNI berat sebelah, karena kasus awal di Hugo's Cafe yang menyebabkan terjadinya kasus Cebongan tidak didalami. Sementara Komnas HAM terus mendesak masalah tersebut. Menanggapi perbedaan pandangan keduanya, Menhan menyatakan kasus bukan pelanggaran HAM berat, lebih kepada Esprit de Corps. Demikian juga para petinggi TNI dan beberapa purnawirawan. Kekesalan ditujukan kepada aksi premanisme yang membunuh Serka Santoso bak membunuh ayam, kira-kira begitu perasaan angota pasukan yang sakit hati dan tersentuh kebanggaan korpsnya.

Kini terjadi aksi yang mengejutkan, aksi dari 10 anggota Zikon yang memukuli anggota Satgas PDIP di halaman kantor  DPP di Kebagusan. Beberapa pejabat heran dan menyatakan penyesalannya. Direktur Hukum Direktorat Jenderal Pertahanan, M Fachruddin menyatakan kepada media meminta TNI agar memperketat disiplin militernya. Dikatakannya, "Ada jiwa korsa yang tidak tepat, terutama yang dilakukan prajurit-prajurit muda," katanya. Fachruddin meminta TNI memperbaiki pengertian jiwa korsa, tujuannya agar anggota TNI tidak mudah terbawa emosi hingga main hakim sendiri. "Jiwa korsa memang sangat baik, tetapi jangan sampai disalah gunakan," katanya. Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono juga menyatakan agar jiwa korsa jangan disalah gunakan.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto menilai ada yang tidak benar dari pembinaan di TNI AD. Pasalnya kejadian pelanggaran hukum yang dilakukan oeh oknum TNI itu terjadi dalam kurun waktu yang singkat. "Kalau terjadi secara beruntun, berarti ada yang salah," kata Endriartono, Senin (22/4/2013). Menurutnya, prajurit harus diberi pemahaman yang mendasar soal hukum. Sebuah disiplin mutlak harus dipahami.

Nampaknya para petinggi melihat, ada yang kurang tepat tentang pengertian Esprit de Corps dikalangan prajurit muda itu. Pokoknya setia kawan, kira-kira begitu terjemahan bawahan itu. Kamu ganggu dan mencederai anggota kita ya kita hajar. Dalam dua kasus terdahulu dengan adanya korban meninggal, aksi balas dendam walaupun salah menurut kacamata hukum dan disiplin dapat dimengerti, karena persatuan dan kesatuan serta rasa senasib sepenanggungan di kalangan pasukan demikian kentalnya. Penulispun pernah merasakan hal ini saat berkarier di TNI selama 33 tahun. Tetapi apakah itu yang namanya Esprit de Corps?

Esprit de Corps adalah bahasa Perancis, dikenal dan digunakan pertama kali pada tahun 1780. Banyak pengertian dan pemahaman dari Esprit de Corps. Dalam arti sempit esprit de corps adalah semangat solidaritas menjiwai semua anggota dari kelompok profesional yang sama. Dalam arti yang lebih luas ekspresi esprit de corps menunjuk semangat solidaritas secara umum.  Istilah ini berasal dari bahasa Prancis: Esprit (roh) de (dari) Corps (tubuh). "Tubuh" adalah metafora dalam hal itu mengacu pada sekelompok orang yang  bersatu dengan erat untuk menjadi seperti satu tubuh. Kalimat ini juga mengacu kepada pemahaman solidaritas, kebanggaan, pengabdian dan kehormatan setiap anggota  dengan kelompoknya.

Esprit de Corps juga dikenal sebagai moral, dimana  kapasitas anggota kelompok untuk mempertahankan kepercayaan dalam sebuah kelompok/badan/lembaga atau tujuan, terutama  pada saat mereka menghadapi hambatan atau tantangan. Menurut Alexander H. Leighton, "Moral adalah kemampuan sekelompok orang untuk bekerja sama terus-menerus dan konsisten dalam mengejar tujuan yang sama".

Dalam ilmu militer pengertian moral terutama adalah keeratan unit, satuan tugas dengan persatuan yang demikian erat. Secara historis, unit elit militer seperti pasukan  khusus memiliki "semangat tinggi" karena mendapat pelatihan dan kebanggaan mereka di pasukan tersebut yang dirasakan lebih tinggi dari pasukan regular lainnya. Ketika moral suatu pasukan  dikatakan "habis", itu berarti pasukan tersebut sangat dekat dengan "keretakan dan kata menyerah", seperti yang terjadi dengan unit tempur Italia di Afrika Utara saat Perang Dunia II. Secara umum, kebanyakan para komandan pasukan tidak melihat moral dari individu-individu tertentu melainkan "semangat juang" dari pasukan, skuadron, divisi, batalion, dan lainnya.

Dari penelusuran beberapa pengertian dan pemahaman dari Esprit de Corps diatas, nampaknya para pemimpin pasukan (petinggi/purnawirawan TNI) sebaiknya lebih berhati-hati dalam menanggapi sebuah kasus yang melibatkan sekelompok anggota pasukan. Sangat fatal akibatnya apabila para bawahan itu merekam bahwa langkah balas dendam dibenarkan dengan alasan Esprit de Corps atau lebih umum dikatakan sebagai jiwa korsa. Indikasi tiga kasus yang menurut mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Pur) Endriartono Sutarto, yang menyatakan ada yang salah, nampaknya sebagai bentuk kekhawatirannya menyikapi kasus yang terjadi.

Demikian juga Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono yang menyatakan agar jiwa korsa jangan disalah gunakan. Kesimpulannya, anggota pasukan yang masih muda-muda itu agak terpengaruh dengan kondisi kebebasan masyarakat yang langsung melakukan aksi bergerombol dalam mencapai tujuan tertentu. Kedua, mereka kurang memahami pengertian Esprit de Corps itu sendiri. Ketiga, beberapa petinggi agaknya perlu lebih berhati-hati dalam menggunakan dalih Esprit de Corps saat membela anggota pasukannya.

Apabila pemahaman tidak diperdalam, dikhawatirkan anggota pasukan akan kembali melakukan tindakan kekerasan kelompok terhadap siapapun yang dianggapnya perlu dibalas dengan tindak kekerasan. TNI memegang senjata untuk mempertahankan negara, dan apabila kini senjata sudah keluar gudang untuk tujuan diluar aturan, akan mengerikan akibatnya. Itu pasti! Semoga bermanfaat.

Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi  gambar : merdeka.com

 

 

 

 

 

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.